JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lamban menangkap buronan perkara korupsi. Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menyatakan penyebabnya adalah KPK terlalu bersifat kompromi terhadap para pelaku.

"Terlalu kompromistis dengan orang-orang yang melawan penegakan hukum itu," kata Haris kepada Gresnews.com di Jakarta, Jumat (6/3).

Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu melontarkan kritik terhadap KPK karena hingga saat ini sejumlah buronan kasus korupsi belum ditangkap. Mereka antara lain politisi PDI Perjuangan Harun Masiku, tersangka korupsi terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024. Harun diduga memberi sejumlah uang kepada tersangka Wahyu Setiawan, yang merupakan Komisioner KPU, melalui salah seorang staf di DPP PDI Perjuangan sebesar Rp850 juta. Uang itu diduga untuk membantunya menjadi anggota DPR Pengganti Antar Waktu menggantikan Nazarudin Kieman yang meninggal sebelum pemilihan umum dilakukan. Harun masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK sejak 27 Januari 2020.

Buronan berikutnya adalah mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, tersangka dugaan suap terkait dengan pengurusan perkara di MA pada 2011-2016. Dua tersangka lain perkara ini juga masuk DPO KPK sejak 11 Februari 2020: Rezky Hebriyono, yang juga menantu Nurhadi; dan Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT). Nurhadi mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), yang prosesnya masih berlangsung hingga saat ini.

Perkara yang membelit Nurhadi, Rezky, dan Hiendra itu merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 20 April 2016 dengan nilai barang bukti Rp50 juta yang diserahkan Doddy Ariyanto Supeno pada Edy Nasution di sebuah hotel di Jakarta. Dari perkara inilah kemudian terbongkar skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar.

Kemudian pada 22 November 2016, KPK mengembangkan perkara  dengan tersangka Eddy Sindoro, eksekutif perusahaan di Grup Lippo. Setelah menjadi DPO dan menyerahkan diri pada 12 Oktober 2019, KPK memproses Eddy hingga persidangan. Dalam proses tersebut, KPK menemukan bukti dugaan perbuatan obstruction of justice sehingga menetapkan tersangka baru saat itu, Lucas (advokat). Proses hukum masih berjalan saat ini di tingkat kasasi.

Chairman SA Institute Suparji Ahmad menilai KPK belum menunjukkan cara yang sungguh-sungguh untuk menangkap para buronan. Pola yang dipakai masih konvensional. KPK seharusnya bekerja sama secara intensif dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.

“KPK sebenarnya juga bisa menelusuri Nurhadi dan Harun Masiku melalui jaringan seluler atau nomor rekeningnya. Itu salah satu cara efektif untuk memantau, khususnya (posisi) yang bersangkutan di mana," kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Jakarta itu kepada Gresnews.com.

Dia juga menyebut kinerja Dewan Pengawas KPK belum efektif. "Pada akhirnya masyarakat harus suka tidak suka, mau tidak mau, menerima bahwa pada akhirnya Nurhadi dan Harun Masiku tidak tertangkap," kata Suparji.

Pada perkembangan lain, KPK menegaskan tidak akan mengurangi upaya penindakan dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi. KPK akan tetap melakukan tindakan hukum termasuk tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam KUHAP dan hukum acara pidana khusus lainnya. Penindakan akan dilakukan semaksimal mungkin dengan penekanan dalam upaya pengembalian kerugian negara melalui strategi pemulihan aset.

Salah satu realisasi bahwa KPK tidak akan mengurangi penindakan adalah dengan membentuk tim khusus untuk mendalami indikasi pencucian uang dari hasil korupsi. Penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang akan menjadi prioritas KPK periode 2019-2023. Tak hanya itu, KPK juga akan banyak melakukan penanganan perkara dengan kerugian keuangan negara yang besar melalui mekanisme case building dan penyelesaian tunggakan perkara. Guna mendukung penindakan, KPK terus melakukan pengelolaan aset, benda sitaan, dan barang rampasan negara. 

“KPK memahami harapan publik yang sangat tinggi agar KPK secara serius terus melakukan upaya pemberantasan korupsi, kami pastikan kami akan terus melaksanakan tugas sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam Penandatanganan Kontrak Kinerja Organisasi di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 5 Maret 2020. 

(G-2)

BACA JUGA: