JAKARTA - Lisna adalah pengusaha jasa ongkos cetak offset konvensional kategori usaha kecil menengah (UKM) di Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Ia bersama anak buahnya, Agus Hamdan dan Hendra, kini menjadi terdakwa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketiganya didakwa turut serta melakukan tindak pidana pemalsuan uang. Padahal ini merupakan ulah seorang pelanggan bernama Kevin yang mengaku ingin mencetak brosur pameran mata uang kuno. Namun Kevin malah mencetak mata uang pecahan 10.000 (sepuluh ribu) Dollar Singapura.

"Perkara yang menjerat Lisna, Agus Hamdan dan Hendra amat sangat dipaksakan dan terkesan hanya untuk melengkapi pelaku yang berperan mencetak kertas concorde yang kemudian dipoles sebagai uang palsu Dollar Singapura," kata Khresna Guntarto, penasihat hukum Lisna, Agus Hamdan dan Hendra, kepada Gresnews.com, Senin (10/2).

Menurut Khresna, ketiganya hanya sekadar mencetak apa yang diminta dan disebut Kevin sebagai brosur untuk pameran mata uang kuno. Kevin saat mencetak sudah lebih dulu mempersiapkan bahan berupa ribuan eksemplar kertas dan 4 (empat) keping plat yang sudah diukir di tempat lain. Kevin telah berhasil mengelabui Lisna, Agus Hamdan dan Hendra yang belum pernah ke Singapura dan sama sekali belum pernah melihat bentuk pecahan 10 ribu Dolar Singapura.

Perkara yang menjerat Lisna, Agus Hamdan dan Hendra sudah sampai tahap pembuktian. Persidangan pada Senin (10/2) ini dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi ahli pidana Mompang L. Panggabean. Mompang akan menjelaskan bahwa tidak tepat Lisna, Agus Hamdan dan Hendra didakwa sebagai pelaku turut serta. Sebab, pelaku turut serta harus memiliki kesadaran dan pengetahuan yang sama akan kejahatan yang dilakukannya dengan pelaku utama, dan adanya perbuatan dari permulaan hingga akhir yang diikuti dan/atau diketahui oleh pelaku turut serta bersama-sama dengan pelaku utama.

"Sementara Lisna Cs, tidak mengerti kalau Kevin ini akan mencetak UPAL. Sehingga tidak ada niat batin jahat atau mens rea dalam diri LISNA Cs, karenanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," katanya.

Perlu diketahui, bentuk pecahan mata uang suatu negara ditetapkan oleh bank sentral, kemudian diumumkan dalam berita negara dan dicatat dalam lembaran negara. Dengan adanya pengumuman dan pencatatan oleh negara maka berdasarkan teori fiksi hukum, seluruh Warga Negara Tersebut dan Penduduk di wilayah Negara Tersebut dianggap telah mengetahuinya. Peraturan tentang pecahan mata uang Singapura tentu ditetapkan dan diberlakukan di Singapura. Maka, sewajarnya seluruh warga negara Singapura atau penduduk di wilayah Singapura dinggap telah mengetahuinya.

Namun demikian, teori fiksi hukum (presumption iures de iure) memiliki batasan yurisdiksi, sehingga pengetahuan atas berlakunya suatu pecahan mata uang di Singapura tidak bisa diterapkan kepada Warga Negara Indonesia yang memiliki kedaulatan hukum yang berbeda. Dengan demikian, tidak seluruh Warga Negara Indonesia dapat dianggap mengetahui bagaimana bentuk pecahan mata uang 10 ribu SIN Dolar, kecuali terbukti pernah ke Singapura dan melakukan transaksi dengan atau melihat langsung uang tersebut.

Lisna, Agus Hamdan dan Hendra didakwa dengan Pasal 244 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemalsuan mata uang negara dan kertas. Ancaman hukumannya tidak main-main, paling lama 15 (lima belas) tahun penjara. Ketiga terdakwa merasa dizalimi atas proses penyidikan yang telah dilakukan oleh Penyidik Subdit Upal, Dittipideksus, Bareskrim Polri dan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, Lisna, Agus Hamdan dan Hendra merasa kasusnya terlalu dipaksakan untuk disidangkan. Sementara pada faktanya, mereka hanyalah korban dari tipu daya seorang customer bernama Kevin. (G-2)

BACA JUGA: