JAKARTA - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah lebih tegas menindak kapal-kapal China yang mencuri ikan di Perairan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. China saat ini tengah menunjukkan diri sebagai negara adikuasa baru yang dampaknya mempengaruhi ekonomi dan politik di kawasan Asia Tenggara.

"Langkah China di Natuna Utara harus dipandang tidak semata-mata karena klaim mereka terhadap hak-hak tradisional sebagai wilayah teritori China, tapi ada aspek ekonomi politik yang lebih luas," kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan kepada Gresnews.com seusai sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (9/1).

Dani mengatakan yang dilakukan oleh China adalah ingin merebut penguasaan terhadap satu jalur wilayah laut yang strategis dan kaya akan sumber daya alam. Bukan hanya sumber daya perikanan melainkan sumber daya migas dan lain-lain. Dengan adanya penguasaan dan legitimasi atas penguasaan wilayah perairan itu, China akan memperluas pengaruh politik maupun ekonominya.

Menurut Deni, kalau kemudian masalah ini dibiarkan berlarut-larut dan pendekatan yang digunakan hanya pendekatan parsial saja maka klaim wilayah akan terus berulang kembali. China akan terus melakukan uji coba-uji coba untuk mengklaim wilayah teritori perairan di Natuna itu sebagai wilayah mereka.

Indonesia, lanjut Deni, harus mengacu pada kesepakatan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 tanpa menyepakati nine dash line (9 garis putus-putus). Bila sedikit bergeser dari kesepakatan, Indonesia tak memiliki kesempatan untuk keluar dari ancaman tadi.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal asing itu terlihat masuk pertama kali pada 19 Desember 2019. Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing. Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna. (G-2)

BACA JUGA: