JAKARTA - Berkaitan dengan pemberitaan Gresnews.com berjudul Bagaimana Haluan Politik dan Hukum Saksi Yehuwa di Indonesia? pada Sabtu, 30 November 2019, khususnya kalimat: Gresnews.com telah mengirimkan pertanyaan melalui e-mail, namun hingga berita ini diturunkan, belum mendapatkan balasan.” 

Redaksi menerima tanggapan dan jawaban dari Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia (SSYI), Senin (2/12), melalui e-mail atas nama Yoga Ario Bimo Sulistiono (Bagian Humas SSYI), yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

  1. Apakah Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia (SSYI) terdaftar di Kementerian Agama Republik Indonesia? Sejak kapan? Siapa penanggung jawabnya?
    Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia terdaftar di Kementerian Agama RI berdasarkan Surat Keputusan: F/KEP/HK.00.5/22/1103/2002. Untuk mengetahui lebih banyak tentang organisasi Saksi-Saksi Yehuwa silakan lihat situs web kami di bawah subjudul “Organisasi 

  2. Berapa total umat dan komposisinya dibandingkan dengan umat Kristen (termasuk Katolik) secara keseluruhan?
    Sebagai agama yang terdaftar secara resmi di Indonesia, jemaat Saksi-Saksi Yehuwa berjumlah kurang lebih 28.000 orang. Untuk informasi lebih lanjut silakan lihat situs tautan berikut.

  3. Apa keyakinan Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia berkaitan dengan hormat kepada bendera negara?
    Sesuai yang kami yakini dari ajaran Alkitab, Saksi-Saksi Yehuwa merespek pemerintah dan lambang negara. Kami menjadi warga negara yang taat hukum, membayar pajak, dan bekerja sama dengan pemerintahan. Kami juga dikenal sebagai warga yang cinta damai dan tertib.

    Baru-baru ini Saksi-Saksi Yehuwa memenangkan kasus pengadilan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Samarinda atas situasi yang serupa yang terjadi di Tarakan. Tiga anak Saksi Yehuwa dinyatakan tidak bersalah oleh keputusan pengadilan. Tindakan anak-anak tersebut adalah semata-mata pernyataan hati nurani. Mereka telah mematuhi undang-undang sebagaimana telah ditetapkan berkenaan sikap yang sepatutnya dalam sebuah upacara, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1958 Pasal 20.

  4. Tindakan apa yang pernah diputuskan oleh pemerintah terhadap Saksi Yehuwa?
    Karena Saksi-Saksi Yehuwa merespek pemerintah, kami yakin Kementerian Agama, sebagai entitas pemerintah, tetap menjunjung tinggi hak dasar setiap warga negara untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

    Dalam kasus pengadilan di PTUN Samarinda, tindakan sekolah dinyatakan bertentangan dengan hukum dan sekolah diperintahkan untuk segera menerima kembali anak-anak tersebut.

SSYI melampirkan pernyataan resmi kepada redaksi Gresnews.com berkaitan dengan putusan PTUN Samarinda tersebut. Selengkapnya sebagai berikut:

Baru-baru ini media melaporkan bahwa dua anak dikeluarkan dari SMPN 21 di Batam karena menolak memberi salut pada bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Siswa-siswa ini berasal dari keluarga yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa dan dikenal selalu menghormati guru, lambang nasional, dan bersikap respek selama upacara.

Tindakan siswa-siswa ini didasarkan pada keyakinan agama yang dipegang teguh yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan hukum Indonesia.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda baru-baru ini memutuskan bahwa penolakan anak-anak untuk memberi salut kepada bendera tidak “bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku”. Dalam hal itu keputusan sekolah untuk mengeluarkan anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa dinyatakan bertentangan dengan hukum dan sekolah diperintahkan untuk segera menerima kembali anak-anak tersebut.

Dalam putusannya, pengadilan menyatakan, “Sudah sepatutnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui satuan pendidikannya berkewajiban mengakomodir kebhinnekaan Bangsa Indonesia, yang terdiri atas bermacam-macam suku, ras, agama dan keyakinan di dalam pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran”.

Saksi-Saksi Yehuwa tidak mengganggu pilihan yang dibuat orang lain untuk memberi salut pada bendera, dan memiliki reputasi internasional karena menjadi anggota masyarakat yang taat hukum dan damai.

Diberhentikannya dua anak dari SMPN 21 Batam jelas bertentangan dengan hukum dan merupakan pelanggaran terhadap hak dasar para siswa untuk menerima pendidikan sambil menghormati keyakinan agama mereka. Kami berharap bahwa pihak sekolah akan menghormati hak-hak anak-anak ini dan memungkinkan mereka untuk terus menerima pendidikan. (G-1)

BACA JUGA: