JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diprediksi mengalam resesi. Setidaknya ada dua hal yang harus dijaga oleh pemerintah agar Indonesia tak terjerembab terlalu dalam di kubangan resesi.

Direktur Riset Institute Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menjelaskan ada empat mesin ekonomi besar. Dalam kondisi resesi maka ada dua mesin yang melambat yakni dari segi investasi dan ekspor. "Ekspor kita sudah turun sekitar 8% dibandingkan tahun lalu," katanya kepada Gresnews.com akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan tinggal dua mesin lagi yang seharusnya dijaga agar resesi tidak terlalu dalam, yaitu konsumsi masyarakat dan APBN/APBD yang harus diefisienkan. Pemerintah sebaiknya memberi stimulus ke konsumsi karena itu yang menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi.

Porsi dari konsumsi ini, kata Berly, mencapai 55%-57%, jangan sampai konsumsi ini mulai turun. Mesin dari APBN dan APBD juga penting, jangan sampai terlambat dalam penyaluran dana program ke masyarakat.

Berly menjelaskan resesi tak bisa dihindari maka yang bisa dilakukan adalah menjaganya agar pertumbuhan ekonomi tak anjlok lebih dalam. Kondisi itu terlihat dari besaran investasi yang tak juga naik kendati pemilihan presiden telah berlalu.

Resesi, kata Berly, terlihat bila melihat perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang tak berkesudahan. Kondisi geopolitik ini sepertinya akan sulit stabil tahun depan. INDEF telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8%.

"Kami melihat bahwa itu realistis, dan perlu diingat tahun lalu prediksi kami di 5,0% cukup akurat," katanya.

World Trade Organization (WTO) memproyeksikan pertumbuhan volume perdagangan dunia 2019 hanya 1,2%. Pertumbuhan ekonomi ini melambat dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 3%. Menurut S&P Global Rating, pertumbuhan ekspor kawasan Asia Pasific (APAC) turun mencapai hampir 5% pada September 2019. (G-2)

BACA JUGA: