JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Banda Aceh mengabulkan seluruh gugatan penggugat—dalam hal ini diwakili oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh—berkaitan dengan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh kepada PT Kamirzu untuk Pembangunan PLTA Tampur-I. Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan menolak eksepsi yang diajukan tergugat I dan tergugat II intervensi untuk seluruhnya. Sementara, dalam pokok perkara, hakim mengabulkan seluruh gugatan.

"Menyatakan batal dan/atau tidak sah keputusan Gubernur Aceh No. 522.51/DPMPTSP/1499/2017, tanggal 09 Juni 2017 tentang Pemberian IPPKH dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik tenaga air Tampur-I (443 MW) seluas -+ 4.407 Ha atas nama PT Kamirzu di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh beserta perubahannya," putus majelis hakim dalam sidang.

Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menyebut keputusan ini sebagai kemenangan rakyat yang berjuang untuk pemenuhan hak dan keadilan hukum demi terciptanya lingkungan yang sehat. "Kami sangat mengapresiasi putusan ini, karena saat ini sangat langka ada pengadilan yang memberikan putusan hukum dengan gugatan aspek lingkungan hidup," kata Nur dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Kamis (29/8).

Ketua Tim Pengacara Walhi Muhammad Reza Maulana mengatakan Gubernur hanya berwenang menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk luasan paling banyak 5 hektare dan bersifat non-komersial. Sedangkan fakta hukumnya IPPKH yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh kepada PT Kamirzu terbit dengan luasan 4.407 hektare. Oleh karena itu majelis hakim menyatakan Gubernur Aceh tidak berwenang menerbitkan IPPKH. Selain itu, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim juga menyampaikan penerbitan izin di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) bertentangan dengan Pasal 150 UU Pemerintahan Aceh.

Menurut Reza, ada yang menarik dalam putusan ini, yaitu adanya bentuk penemuan hukum oleh majelis yaitu objek sengketa (IPPKH) ternyata telah diubah atau direvisi dengan IPPKH baru pada 29 Januari 2019, dan Majelis Hakim menyatakan karena bentuknya revisi maka dianggap satu kesatuan sehingga majelis hakim menarik perubahan tersebut ke dalam persidangan dan disebutkan pembatalan di dalam putusannya. Artinya, selain telah dengan objektif menilai dan memutuskan, majelis hakim juga memberikan pelajaran hukum baru bagi seluruh rakyat Indonesia. (G-2)

BACA JUGA: