JAKARTA, GRESNEWS.COM – Hukuman mati selama ini dituding sebagai pengingkaran terhadap keberadaan hak asasi manusia (HAM). Tidak hanya itu, kerap kali dalam proses peradilan menuju vonis hakim ternyata menggunakan praktek kekerasan untuk menekan terdakwa. Rentetan aksi kekerasan dari proses penyidikan hingga vonis hukuman mati dianggap sejumlah pihak menjadi langkah mundur Indonesia untuk menegakkan HAM.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W. Eddyono mengatakan dari 42 kasus yang diteliti ICJR sepanjang 2002 hingga 2013, sebanyak 11 kasus terindikasi terjadi penyiksaan dan intimidasi dari aparat penegak hukum. Penyiksaan dan intimidasi tidak hanya terjadi pada pelaku tapi juga pada saksi dalam ruang sidang untuk mempermudah pembuktian.

"Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2253 K/PID/2005, terpidana Zulfikar Ali sebagai terpidana mati dan beberapa saksi mengaku telah diintimidasi dan disiksa oleh penyidik," ujar Supriyadi dalam diskusi Kerentanan Sistem Peradilan Pidana bagi Terpidana Mati di Bakoel Koffie, Jakarta, Minggu (12/4).

Selanjutnya, berdasarkan putusan MA nomor 254 K/PID/2013 terpidana mati Rahmat Awafi dan Krisbayudi juga menunjukkan adanya intimidasi. Contoh adanya intimidasi pada terdakwa dan saksi diantaranya perkara peninjauan kembali dengan nomor 18.PK/Pid/2007 dengan pemohon bernama Humprey Ejike. Lalu intimidasi dan penyiksaan terhadap saksi juga terjadi dalam putusan nomor 45 PK/Pid.Sus/2009 yang mengakibatkan saksi meninggal dunia.    

Terkait hal ini, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai praktek hukuman mati di Indonesia merupakan langkah mundur pemerintah dalam memajukan hak asasi manusia di tanah air. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan politik disebutkan hak hidup sebagai hak yang melekat pada tiap individu tanpa memandang kewarganegaraan.

"Penghormatan dan perlindungan hak hidup ini menjadi kewajiban mutlak bagi seluruh negara di dunia," ujar Wahyudi pada kesempatan yang sama.

Sebelumnya, pemerintahan Jokowi telah mengeksekusi mati enam terpidana mati kasus narkoba pada Januari 2015. Lalu gelombang kedua eksekusi dijatuhkan pada 10 terpidana mati dari total 158 terpidana mati yang belum dieksekusi.

BACA JUGA: