JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kurang bukti, permohonan Martin Anderson alias Belo dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) putusan Pengadilan Tinggi Jakarta diminta untuk melengkapi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim memberikan waktu sepekan untuk menyidangkan kembali permohonan PK terpidana mati Anderson.

Martin menyampaikan memory PK yang dibacakan sendiri dengan Bahasa Inggris. Sidang sempat tertunda 15 menit untuk mencari penerjemah. Meskipun telah dibacakan memory PK, majelis hakim yang dipimpin Suyadi dengan anggota Ahmad Rivai dan Zubairi menunda persidangan karena masih kurang bukti.

"Setelah kami bermusyawarah, persidangan ini ditunda satu minggu. Silahkan pemohon dan termohon untuk menyiapkan bukti-buktinya," kata Hakim Suyadi di PN Jaksel, Kamis (19/3).

Martin merupakan satu dari sebelas terpidana mati gelombang kedua yang akan dieksekusi oleh Kejaksaan Agung. Martin warga negara Ghana ditangkap polisi karena kepmilikan heroin 50 gram.

Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman penjara selama 15 tahun. Namun PN Jaksel memutus lebih berat dengan vonis hukuman mati. Martin mengajukan banding. Tetapi Pengadilan Tinggi tetap memutus hukuman mati berdasar  putusan No 93/PID/2004/PT.DKI.

Dalam mencari keadilan, Martin langsung mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. Namun grasi ditolak. Kemudian Martin mengajukan PK setelah masuk daftar terpidana yang bakal dieksekui mati gelombang kedua.

Terhadap penundaan persidangan sepekan ke depan sempat diprotes jaksa. Jaksa Arya Wicaksana memohon kepada majelis hakim untuk mempercepat persidangan hingga besok. Meskipun berkali-kali memohon hakim tetap menolak.

"Kami termohon keberatan dengan hari sidang, itu terlalu lama karena terpidana harus dibawa ke Nusakambangan," kata Arya.

Namun Hakim Suyadi mengatakan, dalam persidangan selanjutnya terpidana tidak wajib dihadirkan. Sehingga jaksa bisa langsung membawa terpidana kembali ke Nusakambangan.

Sementara itu kuasa hukum Martin, Thomas Christian membantah langkah PK Martin untuk menunda dan menghalangi eksekusi. Thomas menegaskan jika kuasa hukum memiliki bukti baru . Bukti baru tersebut adalah kekhilafan hakim dalam memutus perkara Martin dan putusan persidangan lain dengan tersangka Hillary.

"Hakim saat itu hanya menilai dari keterangan saksi si penangkap (polisi) tanpa melihat barang bukti," kata Thomas.

Selain itu ada juga putusan pengadilan dalam kasus yang sama memutus tersangka Hillary dengan putusan lebih ringan yakni 12 tahun penjara. Dengan yurisprudensi itu akan dijadikan novum baru mengajukan PK. Thomas berharap PK akan dikabulkan MA meskipun banyak PK terpidana mati yang ditolak.

BACA JUGA: