JAKARTA, GRESNEWS.COM - Petani dan warga Karawang, Jawa Barat menyatakan akan mempertahankan tanah leluhurnya dari eksekusi pengadilan. Bahkan mereka mengancam akan menutup Tol Cikampek seperti terjadi pada 2013 silam.

Kuasa hukum warga dan petani yang bersengketa Yono Kurniawan mengatakan saat ini kondisi di Karawang dalam status waspada. Ada ancaman eksekusi dari pengadilan meskipun DPR dan Komnas HAM telah meminta untuk menundanya. Atas ancaman tersebut, warga dan petani menyatakan siap mati untuk mempertahankan tanah leluhurnya tersebut.

Warga dan petani menuding aparat negara yang seharusnya melindungi masyarakat malah menjadi alat pengusaha hitam. Yono mengaku kecewa dengan penegakan hukum. Aparat yang negara yang difasilitasi dan digaji oleh uang rakyat serta diberikan kewenangan melindungi rakyat malah berperilaku sebaliknya. Kewenangan itu dipergunakan untuk menindas rakyat.

"Seharusnya mereka menjadi pelayan rakyat bukan menzolimi," kata Yono kepada Gresnews.com dalam pesan singkatnya, Senin (16/6).

Konflik agraria di Karawang Jawa Barat antara pihak warga dan petani pemilik tanah dengan pihak Perusahaan PT Sumber Air Mas Pratama (PT SAMP), perusahaan yang telah diakuisisi oleh Perusahaan Properti Agung Podomoro Land. Konflik  telah berlangsung hingga 25 tahun dan tak ada penyelesaiannya. Malah yang terjadi Pengadilan Negeri Karawang mengancam akan mengeksekusi lahan seluas 350 hektar milik petani.

Seperti dikatakan Yono sebelumnya, selama ini yang berperkara hanya 84 warga dengan luas tanah 74 hektar. Warga itulah yang dinyatakan kalah di pengadilan. Hanya saja tanah yang akan dieksekusi seluas 350 hektar dan Itulah yang ditolak warga.‬

‪DPR dan Komnas HAM telah turun tangan agar dilakukan penundaan eksekusi. Namun ancaman eksekusi terus membayangi. Kata Anggota Komisi II DPR Rahadi Zakaria kasus sengketa agraria yang menahun ini sangat disayangkan. Seharusnya ada jalan tengah agar konflik ini cepat selesai. Sebab akibat konflik ini, baik rakyat maupun pengusaha mengalami kerugian.

‪Dalam banyak kasus agraria, kata Rahadi, petani dan warga selalu menjadi korban. Karena itu perlu dicari terobosan penyelesaian untuk menyelesaikan sengketa ini. Tidak hanya proses pengadilan semata dalam menyelesaikan kasus ini, pendekatan lain juga diperlukan.‬

‪"Penegakan hukum perlu tapi jangan dieksploitir dan semena-mena kepada masyarakat," kata Rahadi kepada Gresnews.com.

‪Karena itu rencana eksekusi lahan dengan cara paksa perlu dikaji ulang. Rahadi mendesak pengadilan menunda eksekusi hingga ditemukan titik temu dalam perkara ini.

Hingga saat ini  Komnas HAM terus melakukan kajian dan penyelidikan atas sengketa tersebut. Kepala Biro Penegakan HAM dari Komnas HAM, Johan Efendi. Menurut Johan ada fakta dan data-data yang terlewatkan oleh pengadilan dan juga pertimbangan-pertimbangan putusan yang dikeluarkan. Begitu juga dengan fakta-fakta baru yang ditemukan.

"Masih dilakukan pemeriksaan dokumen-dokumen yang  didapat dengan dokumen-dokumen yang ada dipengadilan, karena di duga banyak pemalsuan, sehingga harus dibuktikan mana yang benar," kata Johan.


BACA JUGA: