JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tindak kekerasan berlatar Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) yang terjadi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, masih juga belum bisa diungkap aparat kepolisian. Pihak kepolisian sendiri tampaknya ragu untuk bertindak tegas dalam dua kasus serangan terhadap kegiatan ibadah tersebut. Sejak kemarin, polisi baru menetapkan satu tersangka dan mengaku telah mengantongi identitas pelaku penyerangan tersebut yang saat ini dinyatakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan itu di Mabes Polri. Polisi, kata Boy, terus melakukan pengejaran terhadap orang yang diduga terlibat penyerangan di Sleman. Identitas pelaku telah diketahui. Karena itu Boy mengimbau kepada pelaku untuk menyerahkan diri. "Ada delapan orang DPO yang sudah diidentifikasi, dan kami terus kejar," kata Boy, Rabu (4/6).

Dengan sudah diketahuinya identitas pelaku penyerangan ini, masyarakat tentu berharap ada tindakan tegas dari kepolisian. Tidak hanya mengejar dan menangkap tetapi juga mengungkap siapa aktor di balik kekerasan tersebut. Hal ini penting untuk mengklarifikasi pemberitaan selama ini yang menyebutkan ada satu ormas tertentu yang melakukan tindak kekerasan itu.

Desakan itu salah satunya datang dari Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA). ISKA menengarai penyerangan tersebut memiliki motif tertentu. Sebab penyerangan diduga dilakukan secara terencana dan terorganisir. Penyerangan di rumah Julius Felicianus dilakukan puluhan orang dengan memakai jubah dan delapan orang mengeroyok Julius.

Lalu pada 1 Juni kekerasan kembali terjadi. Sebuah gereja di daeah Panggukan, Desa Tridadi Kecamatan Sleman diserang massa. Mereka datang ke lokasi gereja itu dan melakukan pengrusakan. "Kita desak polisi harus bisa mengungkap aktor intelektual di balik kekerasan tersebut," kata Ketua ISKA Muliawan Margadana kepada Gresnews.com, Rabu (4/6).

Karena itu, ISKA meminta polisi menindak tegas pelaku tersebut. Polisi, kata Muliawan, harus menunjukkan dedikasinya bahwa mereka adalah pengayom masyarakat. "Selama ini aparat kepolisian kurang tegas dalam menindak pelaku kekerasan atas nama agama," ujarnya.‬

Kekerasan yang berlatar agama kerap terjadi sepanjang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. SBY seperti tak mampu meredam kekerasan seperti ini. Catatan dari Setara Institute, organisasi pemantau kebebasan beragama di Jakarta, ada 264 serangan terhadap minoritas agama pada 2012 dan ada 243 kasus serupa dalam 10 bulan pertama 2013.

‪Pada 21 Maret, pemerintah Bekasi tunduk pada desakan Forum Umat Islam dan membongkar gereja Huria Kristen Batak Protestan. Gereja ini telah memenuhi syarat tanda tangan, tapi ditolak izin pendiriannya selama lima tahun terus-menerus karena tekanan dari kelompok-kelompok masyarakat yang menentang pembangunan gereja di daerah tersebut.‬ Dalihnya tanda tangan persetujuan warga adalah rekayasa.

‪Pada 20 Juni, lebih dari 800 orang non Syiah menekan pemerintah daerah untuk mengusir ratusan pengungsi Syiah dari sebuah stadion di Sampang, Madura, tempat mereka tinggal di sana sejak Agustus 2012 setelah lebih dari 1.000 warga non-Syiah menyerang mereka dan membunuh satu warga Syiah. Para pengungsi Syiah lantas dipaksa berkemas ke sebuah rumah susun yang sudah disiapkan pemerintah di Sidoarjo, Jawa Timur, tiga jam dari stadion itu.‬

‪Pada 11 September, perselisihan sengit sekian lama antara dua komunitas Muslim di Puger, kabupaten Jember di Jawa Timur, meletupkan kekerasan saat lebih dari 30 orang non-Syiah merusak pesantren Darus Sholihin. Lebih dari 100 polisi di lokasi kejadian gagal mencegah serangan.

Sejam kemudian, salah seorang militan, Eko Mardi Santoso, ditemukan tewas di dermaga pelelangan ikan dengan luka bacok di wajah dan badan. Tampaknya sebagai serangan balasan‬.

Boy Rafli berharap kekerasan berlatar agama tidak terulang. Semua pihak, tidak hanya polisi, perlu menumbuhkan kesadaran akan kebhinekaan. Kepolisian berharap aksi kekerasan seperti terjadi Sleman tersebut tak terulang lagi.‬ ‪

"Kita tak bisa biarkan langkah-langkah seperti ini di tengah keberagaman negara kita. Kita harus jaga kebinekaan, tanpa menyentuh kekerasan," kata Boy.

BACA JUGA: