JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan sulit untuk menarik kembali draft Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari pembahasan di legislatif saat ini. Hal itu dikarenakan RUU itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR saat ini. "Apalagi inisiator revisi UU itu sendiri dari pemerintah, kalau kemudian meminta Wamenkumham untuk menarik agak lucu gitu lho," kata Eva kepada wartawan di gedung parlemen, Jumat (7/2).

Eva Sundari menambahkan saat ini pembahasan RUU KUHAP sudah sampai pada tahap pembahasan oleh Panitia Kerja (Panja). Artinya, kata Eva, sudah pembahasan tingkat I dan menjadi pembahasan prioritas. Dia menyayangkan sikap para LSM yang bersuara melalui media menegaskan penolakan terhadap pembahasan RUU KUHAP.

Bila ada keberatan, kata Eva, seharusnya LSM-LSM itu turut hadir dalam proses legislasi di DPR. "Saya agak menyesali dengan LSM-LSM, karena saya punya pengalaman begini kalau seseorang atau kelompok mempunyai inisiatif seharusnya dia terlibat di dalam proses legislasi. Nah ini, dia hanya teriak-teriak di hilir, wong ini terbuka kok," ujarnya.

Terkait keberatan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pembahasan RUU KUHAP, kata Eva, KPK diharapkan segera membahas masalah itu dengan lembaga negara lain. Ia juga menyayangkan sikap dan komentar KPK yang seolah-olah menyampaikan pandangannya melalui LSM.

Eva mengatakan, draft RUU KUHAP pengajunya adalah pemerintah. Pemerintah, kata Eva Sundari, sudah menyiapkan draft naskah akademik RUU KUHAP sejak tahun 2000. Sehingga bila ada kontroversi mengenai pasal yang diajukan dalam draft RUU KUHAP, menurut Eva Sundari itu adalah usulan dari pemerintah sebagai pihak pengaju.

Anggota Komisi III lainnya dari Fraksi Persatuan Pembangunan Ahmad Yani juga menyayangkan sikap KPK yang dinilai panik terhadap pembahasan RUU KUHAP. "Saya bingung juga orang-orang di luar kaya institusi negara kayak model KPK ini kayak kebakaran jenggot seperti itu. Kalau KPK nggak setuju ya ikut dong bahas, atau KPK berdiri menjadi partai politik. atau orang-orangnya masuk partai politik," kata Yani kepada Gresnews.com di Jakarta, Kamis kemarin.

Politisi PPP itu meyayangkan sikap KPK sebagai sebuah lembaga negara, dimana seharusnya bisa bersikap lebih elegan justru terdorong melakukan tindakan seperti LSM yang hanya berkomentar di media. Menurutnya, bila ada permasalahan, sebagai sesama institusi negara, KPK sebaiknya berembuk dengan lembaga negara lain yang terlibat dalam pembahasan RUU KUHAP ini seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian serta Kejaksaan.

Yani tidak menampik adanya pasal yang menyatakan, penyelidikan dan penyidikan diusulkan dijalankan terpisah oleh institusi negara. Namun menurutnya, pasal itu saat ini masih dalam pembahasan di Panja. Dikatakannya, sejumlah fraksi di Komisi III pun masih saling berdebat mengenai pasal penyidikan dan penyelidikan.

Menurut Juru Bicara PPP itu, tidak masalah bila penyidikan dan penyelidikan dijadikan satu oleh satu lembaga seperti sekarang ini. Namun harus jelas batasan waktu untuk menentukan lamanya proses penyidikan dan penyelidikan. Bila tidak, menurut Ahmad Yani hal itu akan menimbulkan potensi pelanggaran HAM. "Karena semakin lama jika berkas tidak dilimpahkan ke Kejaksaan, akan semakin mengebiri hak-hak dari tersangka," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menyatakan siap untuk mengajak serta KPK dalam pembahasan RUU KUHAP itu. "Dengan adanya KPK dalam pembahasan akan memberikan solusi bagi semua pihak," kata Amir.

Sebelumnya sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum menyatakan agar RUU KUHAP segera dicabut karena berpotensi melemahkan KPK. Menurut Koalisi itu, ada 12 poin yang diindikasikan sebagai upaya pelemahan KPK. Salah satunya yaitu mengenai upaya dihapuskannya ketentuan penyelidikan. Padahal, dalam tahap penyelidikan KPK bisa mengembangkan sebuah kasus untuk membuka kasus-kasus korupsi lain yang dinilai ada indikasi pelanggaran hukum.

Dalam keterangannya pada media, koalisi yang teridiri dari ICJR, ILRC, YLBHI, LBH Jakarta, Arus Pelangi, TI Indonesia dan ICW itu meminta agar pembahasan RUU KUHAP dicabut untuk disempurnakan dan dibahas kembali pada Prolegnas 2014-2019. Selain itu, Koalisi juga meminta adanya jaminan pelibatan serta partisipasi masyarakat secara optimal dalam pembahasan.

BACA JUGA: