JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia diperkirakan kehilangan pendapatan sangat besar dari royalti  dan pajak ekspor akibat banyaknya aksi ekspor batu bara yang dilakukan tidak melalui pelabuhan resmi, tapi menggunakan pelabuhan tak terdaftar. Aksi itu diduga dilakukan para pengusaha nakal untuk menghindari pengenaan pajak.

Kajian studi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan rata-rata pengekspor batu bara dalam melakukan ekspor tidak melalui pelabuhan resmi. Padahal dengan tidak melalui pelabuhan resmi maka negara mengalami kerugian karena dalam proses ekspor tersebut tidak melalui audit bea cukai.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengaku tidak heran jika kontraktor batu bara tidak terdaftar lebih memilih mengekspor batu bara melalui pelabuhan tidak resmi karena dengan begitu para pengeskpor batu bara tersebut tidak perlu membayar pajak dan royalti. "Itu bagian dari kejahatan yang sistematis. Jadi sudah tidak heran lagi," kata Marwan kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (11/12).

Marwan mengungkapkan fenomena maraknya para pengekspor batu bara melakukan tindakan tersebut mulai sejak tahun 2005, saat penerapan otonomi daerah. Menurutnya para kepala daerah sebenarnya mengetahui aksi-aksi ilegal yang dilakukan oleh pengekspor batu bara tersebut. Sebab kepala daerah mengetahui lokasi tambang, kemudian mereka mengandalkan hal tersebut sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Dia menambahkan kepala daerah seharusnya bisa mengintensifkan aparat keamanan untuk mengarahkan para penambang batu bara mendaftar ke pemerintahan pusat melalui Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri. "Semestinya lapor dan koordinasi pemerintah pusat sehingga bisa menarik royalti dan pajaknya, sebagian pajak juga nantinya akan masuk ke daerah," kata Marwan.

Soal  fenomena ini Ketua Asosiasi Perusahaan Batubara (APBI), Bob Kamandanu mengatakan bahwa praktek-praktek ilegal tersebut bukan berasal dari anggota APBI. Menurut dia selama ini anggota APBI sudah terdaftar sebagai pengekspor resmi batu bara.

Bahkan Bob mengaku sudah mewakili 85 persen total produksi batu bara di Indonesia, dan itu berasal dari total anggota APBI yang berjumlah 120 perusahaan. Terdiri dari 72 perusahaan tambang batu bara dan sisanya perusahaan penunjang. "Saya tidak bisa komentar soal hal itu. Tetapi saya kembalikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah. Kenapa bisa terjadi," kata Bob kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (11/12).

Sebelumnya kajian studi yang dilakukan KPK menemukan banyak ekspor batu bara dilakukan melalui pelabuhan tak resmi dan  tak terdaftar. Sementara jumlah pelabuhan seperti ini ternyata jumlahnya lima kali lebih banyak dari jumlah pelabuhan yang terdaftar

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menduga ekstraktif batu bara tidak dikelola di Indonesia, para pengekspor hanya mengeruk batu bara, lalu diekspor mentah dan tidak diolah terlebih dahulu di dalam negeri. Sehingga masyarakat tak mendapatkan nilai tamnbah dari  kegiatan penambangan batubara tersebut. "Nah disitu yang menjadi masalah, diambil, dikeruk masukin kapal tangker lalu kirim lewat pelabuhan tidak terdaftar," kata Bambang.

BACA JUGA: