GRESNEWS.COM - Mohammad Kasad dan Hiras Silaban, Sabtu (18/5), dibikin babak belur di halaman kantor bupati Kepulauan Aru, Maluku. Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Dobo dan stafnya itu diduga dihajar oleh para pendukung Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, terpidana korupsi dana APBD Kepulauan Aru 2006-2007 sebesar Rp42,5 miliar.

Situs berita lokal moluken.com melaporkan, Hiras Silaban ditusuk benda tajam di bagian belakang kepala yang menyebabkan dia mendapat tujuh jahitan. Wajah Kasad penuh luka memar. Keduanya langsung dibawa ke Rumah Sakit Cendrawasih, Dobo. Kasus pengeroyokan ini dilaporkan ke Mapolres Aru. 

Kedua aparat Kejari Dobo itu dikeroyok saat tengah memantau Theddy yang memang telah lama menjadi sasaran eksekusi setelah keluar putusan Mahkamah Agung (MA) No.161 K/Pid.Sus/2012 tertanggal 10 April 2012, yang menghukum Theddy dengan hukuman empat tahun penjara, denda sebesar Rp500 juta atau subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp5,3 miliar atau subsider dua tahun penjara.

Peristiwa Sabtu lalu itu seolah menegaskan semakin kuatnya perlawanan Theddy secara fisik maupun secara hukum. Pada 12 Desember 2012, saat ditangkap di Hotel Menteng, Jakarta, Theddy melawan jaksa. Bahkan, sekira 50 orang pendukung Theddy ´berhasil´ melumpuhkan petugas di Terminal 1C Bandara Soekarno Hatta, yang membuat Theddy berhasil terbang ke Ambon dan menjabat aktif sebagai bupati hingga kini. Bahkan, Theddy juga terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar pada Musyawarah Luar Biasa, Minggu (14/4). 

Ada apa di balik perlawanan Theddy? 

ORANG KUAT - Theddy jelas orang kuat. Melihat pola perlawanan yang dilakukannya selama ini, tentu ia sudah memperhitungkan kekuatan dan kelemahan para pihak. Posisinya sebagai elite birokrasi, pejabat teras parpol, sisa kekuasaan militeristik, ketersediaan logistik, dan domisilinya yang jauh dari Jakarta membuat perlawanan itu terus berkobar hingga sekarang.

Jangan macam-macam dengan Theddy: bergelar SH., MHum, mantan Kepala Hukum Kodam V Brawijaya yang pensiun dini dengan pangkat kolonel ini, dan bupati Kepulauan Aru dua periode (2005-2010 dan 2010-2015). Jauh sebelum polemik mengenai eksekusi ini mencuat, Theddy sudah kondang sebagai penguasa lokal yang tak pandang bulu.

Pada 2006, misalnya, ada seorang janda empat anak asal Ternate bernama Rania yang tengah hamil tua ´dikirim´ ke ruang tahanan Polres Aru karena perkara pencemaran nama baik Theddy. Meskipun kelompok Theddy menuding ada lawan politik yang memperalat Rania menggunakan isu seksual untuk menjatuhkan Theddy. 

Theddy begitu kuat. Bahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Anton Hutabarat mengakui, selama ini pihaknya kesulitan mengekseskusi Theddy karena alasan keamanan. Ini bahasa halus untuk menyebut Theddy orang kuat dan banyak beking-nya. 

ALASAN FORMAL - Sebetulnya, jurus yang dipakai oleh pengacara Theddy, Yusril Ihza Mahendra, untuk mengelak dari eksekusi adalah jurus yang diulang-ulang. Saat Theddy dibekuk jaksa pada Desember 2012, pengacara berdalih penangkapan terhadap Theddy dilakukan tanpa surat. Untuk menolak eksekusi, mereka pakai argumen sebangun dengan yang dipakai juga saat Susno Duadji menolak eksekusi yaitu putusan MA tidak memuat perintah penahanan.

Minggu (19/5), Yusril tidak merespons sambungan telepon dan SMS Gresnews.com untuk dimintai komentar mengenai perkembangan terbaru yakni pengeroyokan aparat Kejari Dobo. Tapi, Yusril pernah berkata kepada Gresnews.com, beberapa waktu sebelumnya, pernyataan jaksa yang akan mengeksekusi Theddy tidak perlu ditanggapi. "Berdebat hukum tidak ada ujungnya. Ujung-ujungnya kekuasaan," kata Yusril.

Selain isu kekerasan pendukung Theddy yang mengancam keamanan, Kejagung sebenarnya juga mengetahui adanya polemik gocek-menggocek hukum dalam kasus Theddy. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto mengatakan ada kendala lambatnya salinan putusan MA diterima dalam kasus Theddy. Meskipun dia mengatakan, pada prinsipnya koruptor harus mempertanggungjawabkan perbuatan hukumnya. "Itu tekad kita bersama. Ya, kalau putusan sudah inkracht seharusnya tidak perlu panggil-memanggil lagi. Langsung eksekusi," kata Andhi.

PERMAINAN HUKUM - Bisa jadi Yusril benar bahwa dalam kasus Theddy, ujung-ujungnya adalah kekuasaan. Tapi siapa yang sebenarnya berkuasa? Gresnews.com mendalami, sebenarnya ada aspek lain dalam kasus Theddy yang perlu dicermati, yaitu, mengenai ´perlakuan tidak sama´ terhadap koruptor lain yang mengarah pada dugaan adanya permainan para penegak hukum di Aru sana. Ini bisa jadi merupakan salah satu faktor yang membuat kubu Theddy bersikeras tak mau dieksekusi.

Artikel berjudul Jaksa Dzalimi Tengko Sudah Sejak Lama, misalnya, menyoroti perlakuan berbeda dari Kejaksaan Tinggi Maluku terhadap Tagop Soulissa, mantan Ketua Bappeda Kabupaten Buru Selatan (sekarang Bupati Buru Selatan) yang terlibat kasus korupsi proyek rumput laut. 

"Pada masa kepemimpinan Kajati Maluku, Efendi Harahap, dibentuk Tim Khusus diketuai Danny Palapia, mantan Kajari Ambon jelang akhir tahun 2011 hingga awal tahun 2012 turun melakukan penyelidikan di lapangan, namun begitu Palapia dimutasikan ke Kejaksaan Agung RI disusul Efendi Harahap, kasus ini tenggelam tanpa diutik-utik lagi oleh Kajati Maluku padahal sekian lama itu diketahui sejumlah saksi telah diperiksa dan sekian banyak barang bukti telah pula diambil. Lagi-lagi Jaksa sengaja membiarkan Soulissa menikmati kebebasan serta kenikmatan singgasana kursi Bupati Buru," tulis artikel itu.

Lalu kasus Sekda Maluku Tenggara Petrus Beruatwarin, Wali Kota Tual MM Tamher dan Wakil Wali Kota Tual Adam Rahayaan. Petrus sudah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan Kajati dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) sangat yakin dengan keputusannya itu dan siap berhadapan dengan siapa saja. Belakangan semangat itu kendor. Petrus, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dukungan sejumlah bukti diturunkan lagi statusnya sebagai saksi dalam kasus gedung Dinas Kelautan dan Perikanan. 

"Belakangan kasus ini tidak pernah lagi ada kabarnya. Setelah Petrus, ulah yang sama juga dipertontonkan pada kasus dugaan korupsi dana asuransi anggota DPRD Maluku Tenggara. Sejumlah orang sudah didakwa, tinggal Tamher dan Rahayaan. Dua orang ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dua tahun lalu, tapi belum pernah diperiksa. Jaksa berdalih, masih butuh ijin presiden," tulis artikel itu lagi.

Berkaitan dengan eksekusi, artikel itu menyoroti perbedaan perlakuan antara kasus Theddy dan Lukas Uwuratuw, mantan Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat, yang juga divonis MA empat tahun penjara dalam kasus proyek pengadaan enam unit kapal ikan di Kabupaten MTB Tahun 2002 senilai Rp2,7 miliar. Dalam kasus Lukas, jaksa tak gencar mendorong eksekusi dengan berdalih, masih menunggu salinan resmi MA.

Sementara Theddy, "Pada tanggal 5 Juni 2012 Kajati melalui suratnya No. B-814/S.1/Fu.1/06/2012 meminta penjelasan Pengadilan Negeri Ambon bahwa sampai saat itu pihak belum menerima akta pemberitahuan dan salinan putusan, tetapi sebaliknya pada tanggal 21 Mei 2012 atau 2 (dua) minggu sebelum itu Kajari Dobo sudah menerbitkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor: Print-57/S.1.16/ Fu.1/05/2012 (P.48) dan keesokan harinya tanggal 22 Mei 2012 dilayangkan surat panggilan kepada Tengko Nomor : SP-82/S.1.16/Fu.1/ 05/2012 untuk datang menjalani eksekusi atas putusannya pada Aspidsus Kejati Maluku di Ambon. Ini berarti nyata-nyata Jaksa sudah sangat gegabah dan arogan melangkahi ketentuan hukum positif yang berlaku dengan memaksakan pelaksanaan putusan (eksekusi) tanpa salinan putusan padahal KUHAP pasal 270 jelas-jelas menentukan hal itu hanya boleh dilakukan setelah diterimanya salinan putusan dari kepaniteraan Pengadilan Negeri berwenang."

Badan Pengawas MA pun sudah mencium adanya dugaan permainan ketika memeriksa Ketua Pengadilan Negeri Ambon, Arthur Hangewa, pada Desember 2012. Kepala Badan Pengawas MA Syarifuddin mengatakan, pemeriksaan itu terkait dengan penetapan terhadap vonis Theddy. Hasil pemeriksaan sudah dikirimkan ke pimpinan MA. "Hukumannya apa, tergantung pimpinan," kata Syarifuddin.

Komisi Yudisial juga sudah curiga terhadap Arthur yang dengan alasan kooperatif, Theddy tidak pernah ditahan sejak di kejaksaan hingga persidangan, padahal ancaman pidananya di atas lima tahun dan berpotensi menghilangkan barang bukti, melarikan diri, mengulangi perbuatan.

Apalagi perlu diketahui, PN Ambon menjatuhkan vonis bebas terhadap Theddy pada 2011. Vonis ´bau´ itu diprotes banyak aktivis antikorupsi dan mahasiswa. 

KATA JAKARTA - So, kasus Theddy ini memiliki rangkaian historis panjang yang melibatkan lingkaran penegak hukum (jaksa, polisi, hakim) yang diduga juga ´bermain´. Apa ujung cerita eksekusi Theddy?

Untuk meminta pendapat pihak Kejagung mengenai pengeroyokan terhadap aparat jaksa yang ingin mengeksekusi Theddy, Gresnews.com mewawancarai ´bos Intel´ Kejagung, Jaksa Agung Muda Intel Adjat Sudradjat, yang ternyata pendapatnya tiarap juga. "Tanya Kapuspenkum saja," katanya di Jakarta, Minggu (19/5).

Kapuspenkum Setia Untung Arimuladi mengatakan jaksa sedang mempersiapkan waktu yang tepat untuk eksekusi.

Sebelumnya Jampidsus Andhi Nirwanti menyatakan optimistis, Theddy bisa dieksekusi.

Secara terpisah, Komisioner Komisi Kejaksaan Kaspudin Nor mengatakan para penegak hukum (jaksa, polisi, hakim) harus bersatu. Selama ini kejaksaan terkesan ditinggalkan sendirian ketika eksekusi. "Seharusnya dibantu," kata Nor, Minggu (19/5), kepada Gresnews.com.

Akhirnya, kata dia, kejaksaan dalam posisi serba salah. "Eksekusi salah, diam juga dianggap tidak menjalankan eksekusi," ujarnya.

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, selama ini ada pihak-pihak yang memberikan semangat bahwa putusan hakim dianggap cacat hukum dan lain sebagainya. Sehingga menimbulkan perbedaan persepsi. "Perbedaan persepsi itu permasalahannya hampir sama dengan pak Susno. Tapi Insya Allah, akan kita tindak lanjuti," kata Darmono.

Dia menilai kubu Teddy pada akhirnya akan menyadari bahwa pemikirannya soal kasasi batal demi hukum karena tidak mencantumkan perintah penahanan itu adalah salah kaprah. "Diharapkan Theddy Tengko bisa berkaca bahwa apa yang dipertahankan selama ini tidak benar," kata Darmono.

Begitulah saudara-saudara, ketika para orang kuat bertarung, ujung-ujungnya penegak hukum hanya bisa berharap si orang kuat sadar dan berkaca diri. Ya, hanya bisa berharap. (LAN/GN-01)

BACA JUGA: