GRESNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) tidak akan menempuh mekanisme Dewan Pers terkait pemberitaan kasus korupsi simulator kemudi Korps Lalu Lintas Polri oleh Majalah Tempo edisi 11-17 Maret 2013 yang dinilai menyinggung namanya. "Klien kami tercemar nama baiknya. Ini sangat merugikan klien kami," kata pengacara Bamsoet, Ahmad Rifai, kepada Gresnews.com di Jakarta, Rabu (13/3).

Ya, Bamsoet akan menempuh jalur pidana dengan melapor ke polisi. Menurut Rifai, pasal yang akan dipakai untuk menjerat Tempo adalah Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik. "Kami duga Tempo melanggar pasal itu. Kemungkinan besar kami akan melapor ke kepolisian," kata Rifai sambil menambahkan laporan akan dibuat pekan depan.

Pasal 27 Ayat (3) berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 45 Ayat (1) berbunyi setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pemimpin Redaksi Tempo Wahyu Muryadi kemarin kepada Gresnews.com menyatakan, "Silakan saja, kita hargai langkah hukum yang akan dilakukan Bambang Soesatyo."

Sementara itu ketika dimintai pernyataannya mengenai kasus ini oleh Gresnews.com, Rabu (13/3), Bamsoet membalas melalui BlackBerry Messenger sebagai berikut:

Terkait pemberitaan majalah Tempo, perlu kami luruskan sbb:

1. Saya tidak pernah ikut pertemuan dan ada di Cafe De Luca Plaza Senayan sebagaimana ditulis Tempo. Pembuktikanya sangat simple. Bukankah disana banyak terdapat kamera CCTV? Sebab, sampai saat ini sepanjang cafe itu ada di Plaza Senayan saya tidak pernah mengunjungi kafe itu. Saya selalu berkunjung restorant Oyster langganan saya di lantai 5 depan Studio-21. Dan itu lagi-lagi bisa di cek di cctv yang ada di Mall tsb.

2.Saya juga tidak pernah kenal dan bertemu dengan orang yang mengaku bertemu saya di Cafe De Luca tsb.

3.Sepanjang saya berteman dg Azis Syamsudin saya tidak pernah ikut bersama mobilnya atau sebaliknya Azis tidak pernah ikut bersama mobil saya. (Menurut saya yg ditulis itu rekaan saja).

4. Soal penulisan Tempo tentang waktu pertemuan makan siang dengan DS di Rest Jepang Bassara itu dikatakan bulan November 2010 itu hanya terkaan Tempo saja. Karena baik saya maupun saksi yang saya tidak kenal dalam pemeriksaan bersama dihadapan penyidik mengatakan pertemuan di Bassara itu kira-kira awal 2010. Dan saat itu saya masih ingat betul sebagai anggota tim 9 penggagas hak angket Century lagi sibuk-sibuknya melakukan pemeriksaan terhadap para pihak yang diduga terlibat kasus Century di pansus. Rapat dari pagi hingga malam dan semua live di TV.

5. Pertemuan makan siang itu tidak berlangsung lama. Paling lama 1,5 jam krn saya dan Azis hrs kembali ke DPR mengikuti kembali rapat pansus Century. (Bisa di cek di karcis parkir, jika memang ada).

6. Yang dibicarakan dalam pertemuan makan siang itu intinya DS menyampaikan ada indikasi kemenhub akan mengajukan kembali usulan perubahan (RUU) Lalu-lintas yg belum lama ini (2009) sdh diketuk palu DPR karena dlm implementasinya dilapangan terjadi benturan dengan DLLAJR. Lalu kemudian Azis menjelaskan bahwa terkait UU Lalu-lintas itu domainnya komisi V dan bukan domain komisi III.

7. Saya diam karena sebagai anggota DPR yang baru dilantik 1 Okt 2009 (jadi baru 3-4 bulan jadi legislator) belum banyak paham soal mekanisme pengajuan, pembuatan dan pembahasan sebuah UU. Jadi, laporan Tempo menurut saya kurang lengkap dan menyeluruh. DS menyampaikan soal persoalan implementasi UU LL dan informasi adanya upaya atau usulan baru perubahan UU LL yang menurut informasi yang didengarnya digagas Kemenhub.

8.Terkait PNBP kita mengacu saja pada UU No.20 tentang PNBP. Kita juga bisa berpegang pada fakta secara formil saja. Bahwa tdk ada sekalipun adanya Notulen Rapat di Komisi III maupun Banggar yg pernah mencatat adanya rapat soal Anggaran Simulator....ini fakta.

Sekali lagi, Notulen Rapat, UU, PP yang menegaskan soal Anggaran2 yg harus melalui pembahasan sudah menjadi bukti formil yg sulit dibantah. Dan semua sdh komisi III serahkan pada KPK.

Coba dalami UU No.20 tahun 1997 tentang PNBP dan pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) No.73 tahun 1999: "Walaupun PNBP bersifat segera harus disetorkan ke kas negara, namun sebagian dana dari PNBP yg telah dipungut dpt digunakan utk kegiatan tertentu oleh instansi yg bersangkutan."  Lalu simak lagi pasal 5 PP no.73 tahun 1999: "Instansi yg bersangkutan dpt menggunakan dana PNBP sebagaimana dimaksud pasal 4 setelah memperoleh persetujuan dari menteri keuangan. (LAN/GN-01)

BACA JUGA: