JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan terpidana perbankan Fara Novia Makoppo dalam pengujian pasal 49 ayat 1 huruf c UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan.

"Menyatakan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim, Mahfud MD, di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/9).

Pemohon memohon kepada MK untuk menjatuhkan putusan sela, memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar menghentikan atau menunda hukuman pidana penjara dan denda kepada terdakwa, serta menunda pelaksanaan berlakunya pasal 49 ayat 1huruf c UU Perbankan.

Fara adalah terpidana tindak pidana perbankan yang telah divonis penjara selama enam tahun dan denda Rp10 miliar oleh PN Jakarta Utara pada 20 April 2011. Dia terbukti melakukan tindak pidana perbankan yang merugikan Bank OCBC NISP Tbk Cabang Kelapa Gading senilai Rp385 juta.

Dianggap putusan hakim tidak adil dan berlebihan, dia meminta hukuman minimal dalam UU Perbankan diperingan, hukuman lima tahun penjara dirasakan terlalu berat sehingga dia meminta MK untuk mengubahnya.

Kuasa hukum terpidana Ichwan Heru Putranto mengatakan, pasal 49 ayat 1 huruf c UU Perbankan bertentangan dengan pasal 28 d ayat 1 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam permohonannya, pemohon meminta tafsir konstitusional agar pasal itu tetap memiliki kekuatan hukum mengikat dengan menghilangkan frasa hukuman pidana minimal dan maksimal.

Menurut MK, ketentuan pidana minimum dan maksimum dalam pasal a quo merupakan pencerminan dari tekad untuk membangun kepercayaan terhadap sektor perbankan dalam rangka pemulihan perekonomian nasional.

Seperti diketahui, pasal 49 ayat 1 huruf c menyatakan, anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja mengubah, mengabulkan, menyembunyikan, menghapus data perbankan diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama 15 tahun. Selain itu harus membayar denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp20 miliar.

BACA JUGA: