Jakarta - Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM menyayangkan sebanyak 30% hingga 40 % hak paten terdaftar tidak dikomersilkan. Kendati hak paten yang tidak diproduksi ini kebanyakan terdaftar atas nama lembaga penelitian dan perguruan tinggi, namun yang terdaftar atas nama perorangan disesalkan tidak diproduksi.

"Saya melihat mematenkan sesuatu itu untuk dikomersialkan. Sebab, kalau tidak diproduksi mereka harus membayar perlindungan tahunan tapi mereka tidak menghasilkan sesuatu (produksi)," kata Direktur Jenderal HKI, Achmad M Ramli, di Jakarta, Senin (14/11).

Achmad menjelaskan, jika paten yang tak diproduksi berasal dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian, maka hal tersebut tidak masalah mengingat tujuannya adalah melakukan riset. Bahkan, beberapa perguruan tinggi, memiliki kantor manajemen HKI untuk mengurus kegiatan para ilmuwan dan inventor dari kampus.

Namun, Achmad menyatakan, pendaftaran hak paten atas nama perorangan yang tidak melakukan produksi, bisa menjadi kerugian, mengingat pendaftaran hak paten yang cukup mahal.

"Kalau paten cukup mahal, ada orang bayar sampai Rp100 juta-an. Tapi kalau perguruan tinggi ada juga yang bayar, karena penting untuk performa perguruan tinggi yang terkait," kata Achmad.

Dilanjutkan Achmad, tak sedikit pula hak paten terdaftar yang tidak diproduksi ini tidak dilanjutkan perlindungannya dengan tak membayar biaya tahunan. Paten yang sudah tak mendapatkan perlindungan akan menjadi domain publik.

BACA JUGA: