JAKARTA - GRESNEWS.COM - Sebagai salah satu penggerak ekonomi negara, Usaha kecil dan Menengah (UKM) menjadi sektor andalan yang selayaknya mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal itu tentunya akan berdampak signifikan bagi perekonomian nasional. Terlebih jika sektor tersebut tumbuh menggeliat akan tercipta lapangan pekerjaan yang besar. Sayangnya praktik monopoli oleh pasar serta sulitnya perizinan UKM menjadi momok yang menakutkan bagi para pelaku UKM.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VI DPR Slamet Junaidi menyampaikan bahwa saat ini terobosan yang dikeluarkan pemerintah cukup brilian dalam membantu UKM. Strategi pemangkasan proses perizinan sekarang akan membantu UKM dan sektor industri mikro bisa tumbuh dengan baik.

Ia menyebutkan bahwa sebelum pemangkasan perizinan dikeluarkan, menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) jika para pelaku usaha ingin mendapatkan perizinan produk satu item Standar Nasional Indonesa (SNI) maka UKM tersebut harus menghabiskan 10-15 juta. Jadi apabila UKM tersebut mempunyai 10 item maka total biaya perizinan mencapai 150 jutaan.

"Modal awal usaha saja cuma 50 juta, ini memberatkan dong," ujar Slamet Junaidi di gedung DPR, Jumat, (21/10).

Ia juga menyatakan bahwa selain proses perizinan yang mahal, proses pembuatannya juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam satu kali pembuatan proses perizinan dibutuhkan waktu selama 44 hari kerja, oleh karena itu ia sangat mengapresiasi kinerja presiden yang memangkas harga perizinan UKM dan mempermudah proses pembuatannya.

"Tercatat sudah 3.032 peraturan daerah yang menghambat perdagangan dan usaha telah dipangkas," ujarnya.

Tidak hanya mempermudah proses perizinan, menurut Slamet pemerintahan saat ini sangat serius dalam merevitalisasi pasar-pasar tradisional. Hal ini terlihat melalui program 1.000 revitalisasi pasar tradisional. Program ini adalah hal yang perlu diapresiasi karena pasar merupakan corong perekonomian masyarakat di daerah.

Namun demikian, di antara raihan tersebut, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Menurut Slamet, terutama terkait penguatan posisi koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Dalam amatannya, koperasi masih sekadar wacana dan belum menjadi mitra sejati ekonomi rakyat, khususnya UKM.

PERSAINGAN TAK SEHAT - Sementara itu, menurut Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertanghung jawab dalam menyelenggarakan praktik usaha sehat di Tanah Air.

Sebab selama ini praktik usaha tidak sehat sudah lama terjadi di Indonesia. Mulai dari kartel, monopoli praktik hingga konglomerasi yang memperkuat dugaan monopoli yang semakin massif. Akibat praktik-praktik tersebut, UKM sulit berkembang menjadi usaha yang besar dan kuat dan membuat UKM terberangus.

"UKM telah dibonsai sedemikan rupa oleh praktik monopoli," ujar Bahlil Lahadalia, Kamis, (20/10).

Sedangkan KPPU ibarat macan ompong yang mengetahui adanya kesalahan tapi tidak bertindak apa apa dan membiarkan praktik usaha tidak sehat terus berkembang. Saat ini, usaha-usaha besar telah menguasai praktik usaha dari hulu sampai hilir. Secara vertikal usaha besar menguasai seluruh sektor sehingga UKM tidak memiliki ruang untuk berpartisipasi.

"Sebagian besar konglomerasi di Indonesia mempraktekkan strategi bisnis ini," ujarnya.

Contohnya ialah banyaknya ritel modern yang saat ini mulai dari bertani, distribusi, sampai penjualan mereka jalankan sendiri. Penguasaan rantai pasok dari A sampai Z ini membuat UKM sulit masuk dalam ekosistem bisinis. Oleh karena itu ia sangat meyambut positif penguatan yang sedang dilakukan KPPU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

BACA JUGA: