JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) memang rawan menjadi bancakan para elite daerah. Itu terbukti dari banyaknya kasus korupsi di daerah yang ditangani penegak hukum. Salah satu kasus terkait "bancakan" dana APBD yang saat ini tengah disidik Kejaksaan Agung adalah dugaan korupsi penyediaan sarana air bersih perkotaan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tahun anggaran 2007 hingga 2010.

Kabupaten Berau adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tanjung Redeb. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 34.127,47 km² dan berpenduduk sebesar kurang lebih 179.079 jiwa. Saat ini kabupaten tersebut dipimpin oleh Bupati Muharram.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum mengatakan, penyidikan dugaan korupsi penyediaan sarana air bersih perkotaan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Berau masih belum menetapkan seorang tersangka. Penyidik masih mengumpulkan keterangan saksi dan bukti atas dugaan korupsinya. "Kemarin, tim penyidik telah menggali keterangan saksi dari panitia lelang," kata Rum di Kejaksaan Agung, Rabu (31/8).

Panitia lelang yang diperiksa adalah Ir Taufan selaku ketua panitia lelang, Suyono selaku sekretaris panitia lelang dan Decty Toge selaku anggota. Ketiganya dicecar penyidik soal kronologi pelelangan dalam pengerjaan penyediaan sarana air bersih perkotaan di Kabupaten Berau.

Kasus ini berawal saat 2006 silam. Saat itu, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Berau melaksanakan kegiatan penyediaan sarana air bersih perkotaan. Panitia lelang mengundang sejumlah perusahaan untuk mengerjakan proyek yang sumber anggarannya berasal dari APBD Kabupaten Berau.

Akhirnya ditunjuklah sebagai pemenang lelang untuk mengerjakan proyek ini PT Wijaya Karya dan PT Kaka Harga Nusa. Keduanya akan mengerjakan pembangunan sarana air bersih PDAM Tanjung Redeb.

Pemkab Berau kemudian mencairkan anggaran kegiatan ini dalam dua tahap. Tahap pertama anggaran yang dicairkan sebesar Rp96 miliar dan tahap kedua dana cair sebesar Rp133 miliar.

Dari kegiatan ini diduga sarat korupsi dan kolusi. Sebab dalam proses pelelangan telah terjadi pengkondisian agar proses lelang itu dimenangkan salah satu perusahaan tertentu. Juga ada dugaan mark up harga khususnya dalam pengadaan pipa. "Akibatnya, berdasarkan perhitungan BPK negara dirugikan sebesar Rp35 miliar," terang Rum.

DILAPORKAN KE KPK - Kasus ini pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2010 silam oleh Lembaga Penegak Demokrasi dan Keadilan Masyarakat Kaltim. LSM ini melaporkan dugaan penyimpangan anggaran APBD Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, tahun anggaran 2006, 2007 dan 2008 yang diduga melibatkan Bupati Berau, Makmur dan DPRD Berau.

Dugaan korupsi yang dilaporkan itu antara lain, terkait pekerjaan pemeliharaan kendaraan bermotor pada dinas tata kota, kebersihan dan pertamanan sebesar Rp480,5 juta. Ada juga kasus pertanggungjawaban penggunaan dana alokasi khusus pada 33 sekolah dasar sebesar Rp7,26 miliar, dugaan mark up rumah wakil bupati, dan rehabilitasi rumah dinas Bupati sebesar Rp2 miliar. Berikutnya, kasus penunjukkan langsung untuk proyek pembangunan air bersih sebesar Rp138,862 miliar, dan lainnya.

Lalu pada Desember 2010, warga Kabupaten Berau, mendatangi kantor KPK, meminta penjelasan terkait perkembangan proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap kasus dugaan korupsi APBD kabupaten Berau. Perwakilan warga Sharudin saat itu meminta KPK mengusut tuntas kasus korupsi atas APBD Kabupaten Berau. Laporan LSM Kaltim ke KPK dinilai sangat lengkap dan rinci.

Data hasil pemantauan tren korupsi di Indonesia semester pertama tahun 2016 yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) cukup menggambarkan rentannya APBD jadi bancakan elite daerah. Hasilnya ditemukan 145 kasus korupsi yang sedang ditangani lembaga penegak hukum. Kepala daerah menempati peringkat ketujuh dalam kategori jabatan pelaku korupsi di semester awal 2016.

Sedangkan, berdasarkan pemantauan ICW sejak 2010 hingga 2015, terdapat 183 kepala daerah yang diproses oleh penegak hukum karena terkait kasus korupsi. "Bupati yang menjadi tersangka korupsi mencapai angka 110 orang," papar Peneliti ICW, Wana Alamsyah, di Jakarta, Minggu (28/8).

Sedangkan jabatan Walikota menjadi jabatan kedua terbanyak yang menjadi tersangka kasus korupsi sebanyak 34 orang. Disusul oleh Wakil Bupati yang menjadi tersangka korupsi sebanyak 16 orang, Gubernur berjumlah 14 orang, Wakil Walikota berjumlah 7 orang, dan Wakil Gubernur sebanyak 2 orang.

Hasil pemantauan juga menemukan, tiap tahunnya rata-rata kepala daerah yang terjerat kasus korupsi mencapai 30 orang. Dari Januari 2016 hingga Juni 2016, tujuh kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sedang ditangani oleh aparat penegak hukum.

Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi pembangunan kantor Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kerugian negara akibat kasus tersebut sebesar Rp2,3 miliar. Kasus tersebut kini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara.

Untuk itu, Wana mendorong agar Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki peran yang lebih kuat. "Pengawasan anggaran, pelaksanaan pengadaan, dan asistensi untuk mencegah korupsi harus diperkuat," kata Wana.

BACA JUGA: