JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Peribahasa itu seharusnya dicamkan benar bagi setiap orang agar di mana dia tinggal, bisa menghormati adat istiadat, budaya, dan kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Namun di Tanjung Balai, Sumatera Utara, seorang warga keturunan sepertinya melupakan makna bijak dalam peribahasa itu.

Tinggal di lingkungan mayoritas muslim, si warga keturunan malah kerap memprotes warga muslim ketika mengumandangkan azan. Kabarnya, dia juga kerap memprotes pula suara pengajian dan berbagai aktivitas di masjid yang berada di depan rumahnya. Alhasil, kedamaian di Tanjung Balai pun terkoyak.

Warga yang terprovokasi aksi tak bijak si warga keturunan, akhirnya tersulut emosinya dan berujung pada kerusuhan yang mengakibatkan sejumlah vihara terbakar. Beruntung aparat keamanan cepat bertindak, sehingga yang sempat terbakar hanya beberapa peralatan di viharanya saja dan tidak sampai menghanguskan keseluruhan bangunan rumah ibadah umat Buddha itu.

Polisi pun bergerak cepat mengamankan 12 orang tersangka dan memeriksa 39 orang saksi terkait peristiwa itu. "Awalnya kita tetapkan tujuh tersangka terkait penjarahan dan mereka sudah ditahan. Dari yang ketujuh itu, bertambah menjadi satu orang. Jadi, total ada 8 orang tersangka terkait penjarahan," kata Kapolres Tanjung Balai AKBP Ayep Wahyu Gunawan.

Sementara itu, untuk kasus perusakan, Ayep menyatakan pihaknya sudah mengamankan 4 orang. "Keempat orang tersebut sudah ditetapkan tersangka. Jadi total keseluruhannya ada 12 tersangka," terangnya.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian pun cepat bertindak dengan turun langsung bersama Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara Inspektur Jenderal Budi Winarso melakukan rekonsiliasi dan mencegah konflik meluas.

"Peristiwa yang terjadi di Tanjung Balai lebih disebabkan adanya miss-komunikasi yang terjadi, mungkin karena kata-kata yang kurang berkenan yang diucapkan salah satu warga etnis saat azan berkumandang," kata Tito, Minggu (31/7).

Situasi di Tanjung Balai pun kini sudah kondusif. Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai mengajak masyarakatnya untuk lebih giat bergotong royong. "Kita mengimbau masyarakat untuk lebih giat bergotong royong. Melalui itu kita tunjukkan kalau kita bersatu dan tak terprovokasi dengan isu yang tidak jelas," kata Walikota Tanjung Balai M Syahrial.

Syahrial mengatakan aktivitas perekonomian di Tanjung Balai sudah kembali normal setelah terjadinya kerusuhan. Ia meminta kepada masyarakat yang sehari-harinya berdagang agar kembali berjualan seperti biasanya. "Warga yang berdagang kita imbau untuk kembali berjualan. Situasi sudah kondusif dan tak ada masalah. Saya mengimbau agar masyarakat di Tanjung Balai harus kompak. Jangan mudah terprovokasi. Aktifitas sekarang sudah normal," kata Syahrial.

Berbagai elemen masyarakat yakni MUI Tanjung Balai, Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Forum Komunikasi Umat Buddha (FKUB), Forum Komunikasi antar Lembaga Adat (Forkala), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), perwakilan etnis Tionghoa, Minang, tokoh agama, serta Forum Pembauran Kebangsaan Tanjung Balai juga sudah berembuk dan menyepakati enam poin rekonsiliasi.

Isinya, Kami mewakili seluruh unsur masyarakat Kota Tanjung Balai menyatakan sebagai berikut:

1. Berperan secara pro aktif dalam rangka menjaga keamanan, ketertiban dan kerukunan umat beragama di Kota Tanjung Balai.
2. Menjadi contoh/teladan bagi seluruh jajaran/anggota masyarakat dalam upaya menjaga kerukunan antarumat beragama di Kota Tanjung Balai.
3. Bersama menjaga sarana dan prasarana rumah ibadah dari gangguan pihak yang tidak bertanggungjawab di Kota Tanjung Balai.
4. Bersedia menjadi penyampai informasi dan mengajak jajaran/anggota masyarakat mengenai pentingnya kerukunan antar umat beragama di Kota Tanjung Balai.
5. Mendukung proses penegakan hukum dalam upaya menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Kota Tanjung Balai
6. Bersama menjaga kondusifitas dan menolak segala bentuk anarkisme di Kota Tanjung Balai.

"Proses rekonsiliasi berjalan baik. Saat ini situasi sudah pulih dan terkendali," kata DPP Gerakan Muda Buddha Indonesia (Gema Buddhi) Bambang dalam keterangan tertulis, Minggu (31/7).

KULTUR TOLERANSI - Ketua Umum PPP versi muktamar Jakarta Djan Faridz menyayangkan terjadinya kerusuhan itu. Dia menegaskan, penyebab kerusuhan berawal dari protes warga etnis tertentu karena merasa terganggu suara azan di masjid hingga menyebabkan kemarahan umat Islam tersebut. Hal ini, kata dia, bukti masyarakat telah hilangnya kultur toleransi beragama.

"Islam di semua wilayah nusantara sudah mempunyai kultur panggilan azan dkumandangkan lewat pengeras suara. Azan bukan sekadar merupakan panggilan salat, tetapi juga syiar suci atas nama Allah. Kalau mengggugat atau melarang azan berarti mengusik batin keyakinan umat Islam," kata Djan, di Jakarta, Minggu (31/7).

Dia meminta agar tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja atau menjadi provokator yang bisa mengakibatkan bentrokan antar etnis, agama, suku atau golongan. "Sebab dampak kerusakan sosialnya amat parah, baik secara psikologi dan fisik," tegasnya.

Djan mengatakan, sikap saling memahami kultur dan tradisi agama masing-masing adalah kunci untuk mencegah kesalahpahaman  antar umat beragama. "Indonesia selama ini dikenal dengan sikap toleransinya," ujarnya.

Kasus semacam ini, kata Djan, juga harus disikapi secara serius, hati-hati, dan cepat baik oleh aparat, pemerintah bersama tokoh agama. Mereka dituntut untuk berperan aktif .

"Agar tidak terjadi konflik ras dan gejolak kebencian atas etnis tertentu, ini akan berbahaya bagi keutuhan NKRI jika tidak ditangani secara maksimal," paparnya.

Djan Faridz meminta agar semua pihak bisa saling menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat. Maka perlu adanya sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya dalam perbedaan agama, agar konflik ras dan agama dapat dihindari. "Masyarakat untuk saling menjaga hak dan kewajiban antara satu dengan lainnya," ucapnya.

PERAN PEMERINTAH - Dalam kesempatan terpisah, Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai merupakan cerminan ekspresi intoleransi dan kekerasan yang tidak semestinya terjadi. Dia mengaku pemicunya sederhana yakni protes warga atas pengeras suara dari sebuah tempat ibadah.

"Tetapi soal sepele yang terjadi di tengah masyarakat yang kurang toleran maka berbalas kerusuhan, apalagi diduga kuat terdapat sejumlah aktor yang memprovokasi," kata Ismail kepada gresnews.com.

Dia menyayangkan atas kejadian tindakan pembakaran sejumlah tempat ibadah tersebut. Dia mengaku mengapresiasi polri yang dalam peristiwa ini telah mengambil langkah tepat dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama dan memulihkan situasi menjadi lebih kondusif.

Ismail mengatakan, Forum Komunikasi antar Umat Beragama (FKUB) Sumut dalam catatan Setara Institute adalah salah satu FKUB berkinerja baik dalam memajukan toleransi. "Tetapi langkah tersebut belum cukup," katanya.

Polri diharapkan dapat mengungkap aktor penggerak kerusuhan tersebut. Sementara masyarakat diharapkan tidak mudah terprovokasi untuk melakukan aksi-aksi intoleran dan kekerasan lanjutan. Selain itu, peristiwa tersebut memberikan pembelajaran bagi semua pihak, bahwa kondisi intoleransi di tengah masyarakat semakin meningkat.

"Berbagai peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terus terjadi mengkonfirmasi status toleransi masyarakat yang semakin menipis," katanya.

Karena itu, kata Ismail, pemerintah harus mengambil langkah mendasar dalam merespons seluruh peristiwa pelanggaran yang terus terjadi. "Tidak hanya reaktif dalam peristiwa aktual seperti pemadam kebakaran. Pemerintah hanya riuh saat peristiwa terjadi," katanya.

Dia mengungkapkan, Kementerian Agama dan Kemendagri memegang peranan kunci mengelola hubungan antar agama, meningkatkan toleransi, dan menghapus praktik diskriminasi atas dasar agama/keyakinan. "Telah hampir dua tahun menjabat, Tjahjo Kumolo dan Lukman Hakim Saefudin, belum menunjukkan langkah dan kebijakan yang mendasar, berbasis fakta dan komprehensif," tegasnya. (dtc)

BACA JUGA: