JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tugas dan fungsi Kejaksaan Agung (Kejagung) selain sebagai penyidik dan penuntut umum adalah juga sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Jaksa bisa mewakili institusi pemerintah untuk melakukan gugatan atau sebaliknya menghadapi gugatan pihak lain, melalui surat kuasa khusus (SKK).

Hal itu sesuai Pasal 30 Ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi bahwa di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Sebagai JPN, kejaksaan tidak hanya bertindak untuk menyelamatkan dan mengamankan aset negara. Kejaksaan juga memiliki peran sebagai asisten perdata dan tata usaha negara kepada lembaga pemerintah yang membutuhkan. Hanya saja peran ini belum banyak diketahui oleh instansi dan lembaga pemerintah terutama pemerintah kabupaten  dan pemerintah provinsi. Oleh karena itu kejaksaan terus melakukan sosialisasi kepada instansi-instansi pemerintah.

Dalam beberapa perkara, keberadaan JPN cukup bisa diandalkan. Pada gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Kallista Alam, terkait kebakaran hutan di Aceh, negara yang diwakilkan oleh Kejaksaan selaku jaksa pengacara negara, menang.

Kejaksaan dapat membuktikan adanya perbuatan melawan hukum dan Kallista dikalahkan. Kallista diwajibkan membayar kerugian ke negara sebesar Rp366 miliar.

Tak hanya di dalam negeri, di luar negeri, JPN juga pernah memenangkan gugatan di Jepang. Majelis hakim Districk Court of Kobe, Jepang, memenangkan Pemerintah Indonesia atas gugatan perusahaan asal Jepang dengan uang ganti rugi sebesar 168.079.429 Yen yang diajukan Sanyu Kigyo, Co, Ltd.

Ihwal gugatan itu berawal saat perusahaan asal Jepang itu melakukan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah yang kemudian bersulih nama menjadi Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).

Kemenpera dan Sanyu Kigyo, Co, Ltd, sepakat bekerjasama untuk pengangkutan unit-unit Rumah Sementara Tahan Gempa dari Jepang ke Indonesia pada tahun 1999 hingga 2004 yang juga melibatkan Keifuku Commerce and Industry Enterprise Co.

Perusahaan Sanyu kemudian mengajukan gugatan uang ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia sebesar 168.079.429 Yen melalui Districk Court of Kobe, Jepang. Proses litigasi atas gugatan tersebut berjalan dari Desember 2012 hingga Mei 2014.

Untuk menghadapi gugatan itu, Kemenpera atau Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan surat kuasa khusus bantuan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia pada 8 Oktober 2012. Atas permohonan kuasa itu, Tim Jaksa Pengacara Negara yang telah ditugaskan Jaksa Agung Republik Indonesia berdasarkan Surat Kuasa Subtitusi Nomor: 105/A/JA/10/2012, tanggal 22 Oktober 2012.

Kemudian pada 19 Desember 2014, bersama tim advokasi Pemerintah Republik Indonesia lainnya, melakukan konsolidasi dengan kuasa hukum Pemerintah Republik Indonesia asal Jepang bernama Noboru Kusakabe untuk menghadapi gugatan Sanyu Kigyo, Co, Ltd tersebut.

Berdasar amar putusan perkara Nomor: Heisei 21 Year (wa) No. 1461 tersebut pada 29 Mei 2014 itu, pada pokoknya, menolak gugatan penggugat secara keseluruhan dan menghukum penggugat yakni SK membayar biaya perkara Districk Court of Kobe.

"Atas putusan itu, kemudian Pengadilan Districk Court of Kobe memberikan batas waktu selama 14 hari kepada Sonyu, untuk mengajukan banding, yaitu maksimal hingga tanggal 12 Juni 2014. Namun hingga batas waktu yang telah ditetapkan, Sanyu Kigyo, Co, Ltd, tidak mengajukan upaya banding, sehingga putusan Districk Court of Kobe tersebut, berkekuatan hukum tetap (inkracht)," seperti bunyi rilis Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Prestasi JPN memang tak selalu cemerlang. JPN juga beberapa kali kalah. Salah satunya saat menghadapi gugatan Mangasi Situmeang. Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak itu menggugat Jaksa Agung HM Prasetyo karena dicopot dari jabatannya sebagai Kajari dan ditempatkan di bidang Penelitian Kejaksaan Agung.

Namun JPN dikalahkan pihak penggugat. Hakim menilai mutasi yang dilakukan Jaksa Agung melanggar hukum. Sehingga majelis  memerintahkan Jaksa Agung memulihkan jabatan Mangasi, atau dapat memutasi ke jabatan yang grade-nya minimal setingkat dengan jabatan lama sesuai dengan tugas pokoknya sebagai jaksa bukan peneliti.

BACA JUGA: