JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah mengusut upaya pihak tertentu untuk menghambat dan  menghalangi proses penyidikan kasus penyuapan panitera dalam pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung. Padahal KPK mengakui kasus tersebut merupakan puncak gunung es dari sejumlah kasus korupsi di lingkungan peradilan.

Indikasi adanya upaya tertentu untuk menghambat pengungkapan kasus ini mulai dirasakan KPK saat mereka ingin menghadirkan saksi-saksi untuk tersangka kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas nama panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.

Para saksi berkali-kali tidak hadir dalam proses pemeriksaan. Diduga mereka sengaja menghilang untuk menghindari pemeriksaan. Hal ini telah menyulitkan upaya KPK membongkar kasus ini.

Menariknya, para saksi yang menghindar penyidikan itu diduga berhubungan langsung dengan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, yang kini telah dicegah KPK ke luar negeri. Seperti ajudan sekaligus supir Nurhadi, Royani yang mendadak menghilang dan hingga kini masih terus diburu penyidik.

Kemudian empat anggota  polisi yang merupakan ajudan Nurhadi yaitu Brigadir Polisi Ari Kuswanto, Brigadir Polisi Dwianto Budiawan, Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto  yang juga mendadak ditugaskan ke Poso oleh satuannya. Terakhir Chairman PT Paramount International Enterprise, Eddy Sindoro.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief saat ditanya apakah menemukan kecurigaan terkait "kekompakan" para saksi yang mendadak menghilang dan menghindari pemeriksaan ini karena perintah seseorang, ia mengamininya. Namun Syarief enggan menjelaskan lebih lanjut perihal tersebut. Sebab menurutnya saat ini KPK sedang mendalami kemungkinan tersebut.

"Kami sih belom. ‎Tapi kami semua mempelajari kemungkinan-kemungkinan. Kami akan bekerja sama dengan Mabes Polri," kata Syarief di kantornya, Jumat (10/6).


KETAHUI POSISI ROYANI - Dari keenam saksi tersebut, dua diantaranya bersama Nurhadi telah dicegah bepergian keluar negeri yaitu Eddy Sindoro dan Royani. Namun keberadaan mereka hingga saat ini masih menjadi misteri.

Eddy dan Royani sudah berkali-kali dipanggil KPK tetapi mereka mangkir dari pemeriksaan. Khusus Royani, Syarief mengaku telah mengetahui keberadaan yang bersangkutan, tetapi ia enggan mengemukakan kepada media alasannya karena bisa mengganggu proses penyidikan.

"Kami gak bisa dong bilang posisi. Misalnya kita kasih tahu posisi dia akan pindah. Ada beberapa informasi tapi masih ada di Indonesia jadi dia selalu berpindah-pindah tempat, setiap hari bergerak. Jadi harus pasti benar karena informasi itu kan harus yang valid," ujar Syarief.

Saat ditanya apakah ada pihak lain yang melindungi Royani, Syarief mengaku tidak mengetahuinya. "Terus terang soal backing membacking itu kami belum dapat infonya," kata Syarief.

Meskipun begitu, Syarief mengatakan jika memang ada oknum tertentu yang melindungi Royani maka akan dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menghalangi proses penyidikan.

Sedang mengenai keempat anggota polisi yang juga telah dua kali mangkir dari pemeriksaan.  Syarief mengaku telah mendapat jaminan dari Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti agar mereka bisa diperiksa KPK. "Saya yakin, pasti," tutur Syarief.

KPK pada Jumat kemarin sebenarnya menjadwalkan kembali pemeriksaan Sekretaris MA Nurhadi. Tetapi Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan bahwa Nurhadi tidak dapat menghadiri pemeriksaan karena sedang berada di luar kota.

"Stafnya datang mengantar surat pemberitahuan bahwa Nurhadi tidak bisa datang karena sedang ada rapat di Bogor," tutur Yuyuk.

Kasus penyuapan di lingkungan peradilan itu terungkap setelah KPK menangkap tangan Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang pihak swasta bernama Doddy Aryanto Supeno yang tengah melakukan transaksi penyerahan uang pada Rabu 20 April 2016.

Belakangan diketahui pemberian uang yang tidak hanya sekali itu terkait dengan pengurusan pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Edy diduga telah dijanjikan pemberian uang sebesar Rp500 juta, untuk pengurusan perkara tersebut.     

Pengembangan penyidikan kasus tersebut mengarah kepada pihak tertentu di Mahkamah Agung. Apalagi tersangka Doddy Aryanto Supeno yang merupakan Direktur di Paramount Enterprise lnternational diketahui memiliki sejumlah perkara di Mahkamah Agung.
 
KPK pun memeriksa sejumlah pihak. Diantaranya Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Bahkan KPK telah melakukan penggeledahan di kediaman  Nurhadi maupun di ruangan kerja Nurhadi di MA. Meski belum menetapkan status terhadap tersangka terhadap Nurhadi, KPK telah melakukan pencegahan terhadap yang bersangkutan untuk keluar negeri.

KPK meyakini kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini merupakan fenomena puncak gunung es. Dimana di belakang kasus tersebut terdapat kasus-kasus besar lainnya yang terkait dengan proses peradilan.

BACA JUGA: