JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi RI akhirnya menetapkan jadwal pembacaan putusan permohonan mengenai batas usia bagi anak perempuan untuk menikah dalam UU perkawinan, akan dilakukan pada Kamis (18/6) mendatang. Putusan itu rencananya akan dibacakan pada pukul 13.00 WIB dalam sidang terbuka MK.

Uji materi atas UU Perkawinan itu sendiri diajukan oleh organisasi dan individu yang tergabung dalam Koalisi 18+. Koalisi tersebut selama ini telah melakukan advokasi menolak perkawinan anak di Indonesia. Mereka meminta MK menaikkan batas usia menikah anak perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

Koordinator Koalisi 18+ Supriyadi W Eddyono mengatakan, pihaknya mengajukan gugatan uji materi itu karena merasa hak konstitusi mereka terlanggar karena UU Perkawinan masih mencantumkannya batas perkawinan bagi perempuan adalah 16 Tahun. "Padahal usia 16 tahun masih masuk dalam kategori anak," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Rabu (17/6).

Selain itu, kata Supriyadi, pihak koalisi juga mempersoalkan mengenai lemahnya pemberian izin dispensasi bagi pernikahan anak perempuan yang akan menikah dibawah usia 16 tahun. Para pemohon menganggap Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Perkawinan telah melegitimasi praktik perkawinan anak di Indonesia.

Terkait masalah itu, di MK saat ini ada dua perkara pengujian atas UU Perkawinan yakni Perkara No 30/PUU/V/2014 oleh Yayasan Kesehatan Perempuan yang menguji Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan dan Perkara No 74/PUU-XII/2014 oleh Koalisi 18+ yang menguji Pasal 7 Ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan.

"Koalisi 18+ berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut karena ketentuan batas usia anak perempuan di Indonesia telah menimbulkan ketidakpastian hukum perkawinan dan melegitimasi perempuan yang masih berstatus anak untuk menikah, dan ini merupakan pelanggaran bagi hak anak-anak Indonesia," tegas Supriyadi.

Menurut Koalisi 18+, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini maka berarti ada terobosan hukum yang luar biasa untuk memberikan batas usia minimun bagi perempuan untuk menikah. Implikasi putusan ini pun akan merubah secara hukum izin usia untuk menikah sehingga secara formal angka perkawinan perempuan dapat diarahkan ke usia yang bukan anak-anak.  

"Secara bertahap hal ini juga akan memberikan dampak besar bagi negara dan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya yang lebih serius untuk menurunkan jumlah perkawinan anak Indonesia. Saat Jumlah perkawinan anak di beberapa wilayah Indonesia melonjak drastis," kata Supriyadi.

Hanya saja, kata dia, jika Mahkamah Konstitusi menolak permohonan tersebut maka Indonesia akan mundur satu langkah. Satu-satunya jalan untuk merubah batas usia perkawinan adalah dengan melakukan revisi UU perkawinan.  

Supriyadi menegaskan, merevisi UU Perkawinan akan butuh waktu lama (jalan memutar) untuk membatasi anak perempuan untuk menikah dan ini bukan upaya yang gampang. Selama ini revisi RUU Perkawinan juga tak pernah dorong secara serius oleh pemerintah.

"Sehingga bisa dipastikan jika revisi ini jadi solusi, Indonesia dipastikan terlambat dalam merespons angka perkawinan anak yang cenderung meningkat," pungkasnya.

BACA JUGA: