JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan sepakat untuk ekspor migas tidak diwajibkan menggunakan Letter of Credit (L/C). Langkah pengecualian tersebut karena sebelumnya sektor migas masuk dalam kategori Peraturan Menteri Perdagangan No 04/M-DAG/PER/1/2015 tentang kewajiban menggunakan L/C bagi ekspor produk pertambangan, minyak dan gas bumi, minyak sawit mentah dan batu bara per 1 April 2015.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan keputusan pengecualian ekspor migas tanpa menggunakan L/C sudah disepakati saat pertemuan di kantor Wakil Presiden. Menurutnya, pengecualian ekspor migas tanpa L/C dilakukan karena dalam proses ekspor migas sering dilakukan antarnegara, sementara untuk jejak rekamnya dikontrol secara berlapis baik dicatat oleh SKK Migas maupun Bank Indonesia.

Sudirman menambahkan selama ini pemain ekspor migas dinilai tidak memiliki persoalan dalam aktivitas ekspor migas, bahkan sudah sejak tahun 1970 dengan mekanisme pembayaran jangka panjang. Di satu sisi, pemain ekspor migas juga tidak terlalu banyak. Berdasarkan data dari SKK Migas, hanya 17 pembeli gas dari negara lain.

Menurutnya, penggunaan L/C bertujuan agar devisa negara tercatat lebih baik dan BI memberikan penghargaan kepada perusahaan minyak atas ketertiban dalam transaksi L/C. Dia menjamin pemerintah memiliki cara mengontrol ekspor migas tanpa menggunakan L/C. Sebab BI dan Kementerian Keuangan sependapat untuk memberikan kepercayaan bagi pelaku ekspor migas.

"Jadi sampai menunggu pengecualian keluar, setiap ekspor kita harus meminta izin ke Kementerian Perdagangan. Secara prinsip sudah diputuskan di kantor Wapres, untuk migas dapat pengecualian," kata Sudirman di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (31/3).

Namun pengamat energy watch Ferdinand Hutahaean mencurigai kebijakan tersebut diduga pemerintah sedang bermain-main dengan para mafia di sektor migas. Sebab kebijakan tersebut sangat tidak lazim dan tidak berpihak kepada negara. Menurutnya, dalam setiap ekspor migas tetap harus menggunakan L/C dan tidak boleh ada alasan karena faktor kepercayaan dengan pembeli.

Ia mengaku curiga dengan kebijakan tersebut karena jika ada keuntungan yang lebih didapat oleh pembeli maka dana tersebut akan digunakan dengan bebas oleh pemerintah. Kemudian, untuk biaya over high stay saja dananya sangat besar dan sangat menggiurkan. Berbeda jika menggunakan L/C, terdapat dana yang sudah ditetapkan oleh bank dalam waktu sebelum transaksi pengiriman.

"Pertanyaannya, bagaimana jika buyer yang selama ini bermain tiba-tiba tidak mampu bayar? Ini kan bahaya dan akan merugikan negara," kata Ferdinand kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: