Jakarta - Komisi XI DPR-RI mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Audit dinilai perlu karena persoalan utang piutangnya melibatkan keuangan negara.

Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI, Harry Azhar Azis, audit BPK terhadap TPPI menjadi sangat penting, guna menepis kecurigaan sejumlah pihak terhadap perusahaan yang dipimpin Honggo Wendratmo dan Hashim Djojohadikusumo tersebut.

"Kecurigaan masyarakat bisa sedikit menurun bila BPK melakukan audit terhadap TPPI. Masa pemilik perusahaannya kaya raya, sedangkan perusahaannya itu terbelit utang," kata Harry dalam sebuah diskusi National Press Club bertajuk "Ada Apa Dengan Restrukturisasi Utang TPPI?" di Jakarta, Selasa (6/9).

Harry menegaskan, pemerintah mesti bertindak cepat untuk menuntaskan permasalahan yang membelit TPPI. Alasannya, pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) memiliki 70% saham di Tuban Petrochemical, atau 40,95% saham tak langsung di TPPI.

"Uang negara yang telah masuk ke TPPI dan Tuban Petrochemical itu sangat banyak. DPR pasti akan bentuk panitia kerja (panja) TPPI, jika tidak ada ketegasan pemerintah," kata Harry.

Sementara itu, VP Corporate Communication Pertamina M. Harun meminta TPPI untuk melunasi utangnya dan juga memberi jaminan pelunasan utang tersebut sampai 10 tahun ke depan.

Sampai saat ini, Pertamina, dijelaskan Harun, baru mendapatkan jaminan L/C (letter of credit) pada tahun ke delapan dari TPPI. Sehingga, pada tahun pertama sampai ke delapan tidak ada jaminannya.

’’Apa jaminannya jika dia (TPPI) tidak membayar? Nggak ada pegangannya kan? Padahal, itu yang kita minta,” cetus Harun.

Seperti diketahui, TPPI memiliki utang  ke pemerintah, dalam hal ini PPA sebesar Rp3,2 triliun, kepada PT Pertamina (Persero) Rp4,7 triliun, dan BP Migas Rp1,5 triliun. Totalnya Rp9,5 triliun. Pada 26 Mei 2011, "term sheet" (lembar persyaratan) restrukturisasi utang TPPI bersama induk perusahaan, PT Tuban Petrochemical Industries dan anak perusahaan lainnya, telah ditandatangani. Sesuai "term sheet" itu penandatanganan Master of Closing Agreement (MCA) TPPI dijadwalkan 26 Juli 2011. Namun, kemudian tertunda menjadi 15 Agustus 2011, dan terakhir ditunda lagi menjadi 26 Agustus 2011. Bahkan, hingga kini belum juga jelas.

BACA JUGA: