JAKARTA, GRESNEWS.COM – Maraknya ekspor komoditi kelapa segar, memukul industri pengolahan kelapa dalam negeri. Langkah pembeli-pembeli dari luar negeri yang langsung membeli kelapa segar dengan harga tinggi ke perkebunan-perkebunan rakyat dinilai menyalahi aturan serta menyebabkan pabrik-pabrik lokal tidak mampu bersaing.

Direktur Produksi PT Platinum Perkasa Indonesia (PPI) Mahmudi mengeluhkan, ekspor komoditi kelapa segar ini dinilai merugikan Indonesia, karena tidak ada nilai tambah yang didapatkan. "Jika tidak dikendalikan, industri di dalam negeri akan mengalami kekurangan bahan baku," kata Mahmudi, dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Senin (21/11).

PT PPI yang memproduksi briket arang kelapa untuk ekspor ini misalnya, sering kesulitan memperoleh bahan baku. Karena itu, Mahmudi meminta agar pemerintah membuat regulasi terkait hal tersebut. Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah jika ekspor buah kelapa yang belum diolah masih terus berlangsung.

"Kami berharap agar buah kelapa mentah  diperlakukan seperti komoditi tambang dan mineral yang raw materialnya diatur oleh regulasi untuk ekspor," ujarnya.

Dia mencontohkan, di Asia Tenggara, saat ini Filipina sudah menerapkan larangan ekspor buah kelapa mentah untuk melindungi industri pengolahan kelapa dalam negeri. "Kami berharap pemerintah secepatnya membuat regulasi," lanjut Mahmudi.

Saat ini, PT PPI sendiri memiliki dua pabrik pembuatan briket arang kelapa di Cikunir, Bekasi, yang turut memberdayakan masyarakat sekitar, khususnya ibu rumah tangga. Dia berharap, pemerintah mendukung industri dalam negeri.

"Karena kami membuat produk olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi. Karena dengan olahan didalam negeri, maka multiplier effect seperti pemberdayaan masyarakat untuk bekerja di pabrik dan turunan lainnya, akan tercapai. Kalau hanya ekspor mentah, takkan ada nilai tambah," tegas Mahmudi.

Keluhan serupa memang telah disampaikan Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki). Wakil Ketua Umum Hipki Amrizal Idroes mengatakan, ketersediaan buah kelapa segar sebagai bahan baku atau raw material coconut bagi industri pengolahan kelapa saat ini terus menyusut.

Akibatnya, kapasitas produksi industri pengolahan kelapa dalam negeri melorot hingga 30-50 persen. "Berdasarkan Sensus Pertanian, total ketersediaan bahan baku kelapa segar sebanyak 12,9 miliar butir. Sedangkan kebutuhan kelapa untuk 2015 sebanyak 14,63 miliar butir," kata Amrizal beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, salah satu penyebab langkanya bahan baku kelapa segar adalah karena maraknya ekspor kelapa segar baik legal maupun ilegal. Ini semakin mempersulit industri kelapa karena tanpa adanya ekspor kelapa segar pun, industri olahan kelapa sudah kesulitan lantaran adanya perubahan iklim yang mengakibatkan produktivitas tanaman menurun.

Dia mengakui, dari sisi harga, ekspor kelapa segar sangat menguntungkan petani karena harganya tinggi. Malaysia misalnya, berani membeli dengan harga lebih tinggi antara Rp50 sampai Rp200 per kilogram dari harga yang berlaku di dalam negeri. Untuk diketahui, di pasaran harga kelapa segar ditentukan oleh kategorinya.

Kategori A dengan kualitas kelapa baik dan besar dihargai industri sebesar Rp2.700 per kg. Kategori B dengan kelapa tercungkil atau ukuran kecil dihargai sebesar Rp1.300 per kg. Sementara Kategori C dengan kelapa rusak, itu dihargai Rp500 per kg.

Nah, Malaysia, berani menaikkan harga dengan rentang di atas untuk setiap kategori. Jika harga Malaysia lebih baik, petani lebih memilih menjual ke Malaysia dibanding menjual ke perusahaan dan industri," ujar Amrizal.
 
Karena itu, Hipki juga meminta agar pemerintah menyetop ekspor buah kelapa yang belum diolah. Tujuannya agar industri pengolahan kelapa dalam negeri bisa telindungi sehingga peluang investasi masuk ke Indonesia untuk industri ini juga besar.

"Kami ingin pemerintah lakukan deregulasi tata niaga untuk pelarangan ekspor buah kelapa yang belum diolah. Jangan dijual ke luar negeri untuk diolah mereka. Kita yang punya bahan bakunya, mereka yang menikmati hasilnya," kata Amrizal.

PEMERINTAH KAJI LARANGAN - Pemerintah sendiri, sejak era Kementerian Perdagangan dipimpin oleh Thomas Lembong sudah berjanji akan mengkaji aturan untuk melarang ekspor kelapa segar. Bahkan ketika itu, Thomas sempat membentuk satu tim untu menganalisas status terakhir produksi, pengolahan maupun perdagangan kelapa.

Sayangnya, hingga kendali Kemendag beralih ke tangan Enggartiasto Lukita, kajian dimaksud ternyata tak rampung juga. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward mengatakan, kajian itu masih terus dilakukan. "Sedang kami kaji bersama setiap kemungkinan yang disampaikan," kata Dody beberapa waktu lalu.

Dia menilai, pemerintah tidak bisa gegabah melarang ekspor bahan mentah termasuk kelapa segar tanpa ada alasan mendasar. Karena itu kajian ini sangat penting untuk mencari landasan pelarangan sehingga aturan itu tidak berpotensi digugat pihak lain yang merasa dirugikan.

Kemendag, kata Doddy, juga melibatkan pelaku usaha dalam membahas masalah pelarangan ini. Pemerintah, kata dia, tidak menetapkan sampai kapan kajian ini akan dilakukan. "Kalau semua sudah duduk bersama dan melakukan kajian bersama, maka kebijakan yang diambil pasti akan tepat sasaran. Kalau kajiannya sudah selesai, langsung akan kita putuskan," ujarnya.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan, pada 2016  luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,6 juta hektare dan masyarakat yang mengelola areal tanaman kelapa mencapai 3,5 juta hektare. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, selama April 2016 Indonesia mengimpor 54,4 ton kepala dengan nilai US$59 ribu.

Sementara data asosiasi industri pengolahan kelapa nasional menyebutkn, pada 2015 total kebutuhan kelapa secara nasional mencapai 14,63 miliar butir kelapa atau senilai US$3,53 miliar. Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga sebanyak 1,53 miliar butir kelapa. Sedangkan sekitar 66 persen dipergunakan untuk bahan baku industri pengolahan.

Sementara untuk kebutuhan pasar ekspor mencapai 3,5 miliar butir atau 24 persen dari total kebutuhan. Untuk rata-rata produksi kelapa per tahun diperkirakan 12,9 miliar butir kelapa. (dtc)

BACA JUGA: