JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kondisi global yang sedang lesu darah membuat perdagangan ekspor Indonesia masih lemah selama dua tahun terakhir ini. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan ekspor lewat kerjasama ekspor dengan berbagai negara tujuan ekspor seperti Jepang. Pemerintah pun terus memberikan insentif kepada para ekportir guna menaikkan aktivitas perdagangannya.

Indonesia dan Jepang selama ini memiliki keterikatan perdagangan, utamanya dalam segi ekspor. Jepang merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok.

Total nilai perdagangan Indonesia dan Jepang pada Januari-Februari 2016 saja mencapai US$4,68 miliar (Rp61,5 triliun). Dengan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang tercatat sebesar US$2,16 miliar (Rp28,4 triliun) dan nilai impor nonmigas Indonesia dari Jepang sebesar US$1,93 miliar (Rp25,3 triliun). Terlihat dalam data itu Indonesia mengantongi surplus sebesar US$234,86 juta (Rp3 triliun) dalam jangka waktu dua bulan.

Komoditas ekspor andalan Indonesia ke Jepang adalah karet alam, peralatan elektronik, bijih logam, dan produk kayu. Sedangkan, komoditas impor Indonesia dari Jepang adalah mesin industri, kendaraan bermotor, besi dan baja, serta peralatan elektronik.

"Untuk itulah kami berkomitmen saling mendukung kegiatan ekspor kedua negara untuk meningkatkan aktivitas perdagangan," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak di Kemendag, Jakarta, Selasa (19/4).

Kemendag yang pada saat itu diwakili Nus menandatangani Join Statement dengan Gubernur Prefektur Wakayama, Yoshinobu Nisaka, guna mempromosikan ekspor produk atau jasa Indonesia dan Jepang. Ia menyatakan kerja sama tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas perdagangan kedua belah pihak. Sebab terdapat pertukaran informasi, penyelenggaraan seminar, partisipasi dalam pameran internasional, penyelenggaraan misi dagang, pengembangan produk, dan banyak lainnya.

"Kerja sama ini penting dan strategis bagi Indonesia, Indonesia harus dapat memanfaatkan peluang pasar di Prefektur Wakayama," kata Nus.

Sebagai informasi, Prefektur Wakayama adalah salah satu prefektur di Jepang yang dikenal luas dengan industri manufaktur, kimia, dan pariwisatanya. Ia melanjutkan, melihat peluang pasar ini terlebih mengingat Jepang akan menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, Indonesia dapat mengekspor produk furnitur, home decor, herbal atau spa ke hotel atau resor yang tersebar di daerah Wakayama. Apalagi, dengan jumlah penduduk muslim yang besar, Indonesia juga mampu menjadi contoh dan mempromosikan berbagai macam produk halal.

Pada Januari dan Februari nilai permintaan dari Jepang ke Indonesia terhadap kebutuhan teknologi, sandang dan papan juga naik. Hal ini dianggap sebagai sebuah kemajuan karena permintaan kebutuhan dari Jepang biasanya berupa produk bahan makanan.

Diketahui permintaan mesin cetak dari Januari ke Februari meningkat sampai dengan 44 persen selain itu juga tercatat peningkatan kenaikan konsumsi seperti sportware sebesar 207 persen, triplek 40 persen, cocoa butter 83 persen lalu motorcycle 56,5 persen. Nus menyatakan kemungkinannya pun masih akan naik lagi.

Di sisi lain, Pemerintah Prefektur Wakayama juga tak mau kalah untung, mereka juga mencoba kemungkinan bisnis investasi pengolahan minyak nabati berbahan baku sekam padi. "Kerja sama ini akan membuka peluang kepada pelaku usaha dari kedua negara," kata Yoshibu Nisaka, Gubernur Prefektur Wakayama, di tempat yang sama.

Bisnis pengolahan minyak nabati, menurutnya, juga akan menjadi peluang bagi produsen beras lokal untuk mengolah limbah beras menjadi produk yang bernilai tambah.

Selama ini Prefektur Wakayama memang sudah melakukan kerja sama serupa dengan pemerintah daerah di Indonesia. Sayangnya selama itu pula ada ganjalan untuk menyamakan keinginan dan persepsi kedua belah pihak.

Untuk itu, ia berharap kerja sama dengan Kemendag kali ini dapat berjalan dengan lancar dan saling memahami. Apalagi nantinya dalam perjalanan, Pemerintah Jepang, akan mempergunakan data-data yang dimiliki Ditjen PEN untuk membuka peluang ekpor maupun investasi di Indonesia.

"Kami bekerja sama dengan Ditjen PEN untuk menyediakan berbagai pelaung bagi pihak swasta dari kedua negara," katanya.

INSENTIF BUAT EKSPORTIR - Untuk lebih meningkatkan nilai ekspor, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional akan memberikan bantuan subsidi modal untuk para eksportir yang terlibat dalam misi dagang. Nilai subsidi modal yang akan diberikan mencapai US$1.000 setara dengan Rp13,5 juta.

Program misi dagang ini diharapkan akan meningkatkan nilai ekspor nasional dan juga sebagai dukungan terhadap para pelaku usaha yang terkena pelemahan pasar global. "Program ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh para pelaku usaha," ujar Nus.

Setiap peserta misi dagang nantinya akan diberikan subsidi sebesar US$1.000 (Rp13,5 juta) dan fasilitas pameran di beberapa negara tujuan ekspor. Untuk produk yang ditawarkan akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara yang dituju, sehingga produk yang ditawarkan mudah mencapai target.

Untuk memenuhi hal tersebut, Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan beberapa Kedutaan Besar (KBRI) untuk melakukan analisis agar produk yang akan di ekspor sesuai dengan negara tujuan. Beberapa contoh yang disebutkan seperti negara Oman lebih meminati barang elektrik, rubber goods, process food, sedangkan Afrika CPO, tekstil dan produk tekstil, serta process food.

"Para pelaku usaha di Indonesia sudah memiliki jaringan kerja bagus di beberapa negara tradional sehingga yang perlu didorong pemerintah adalah pembangunan jaringan dagang ke beberapa negara nontradisional," jelas Nus.

BACA JUGA: