JAKARTA,GRESNEWS.COM - PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) telah resmi "almarhum" sejak bulan Mei lalu. Sang induk PT Pertamina (Persero) akhirnya secara resmi memutuskan untuk membubarkan anak usaha yang selama ini menjadi pepanjangan tangan sang induk dalam memasok minyak mentah tersebut.

Kini kewenangan untuk memasok minyak bagi Pertamina ada di tangan Integrated Supply Chain (ISC) yang digadang-gadang mampu bekerja lebih transparan. Tak lama setelah kehadirannya, Pertamina juga mulai gembar-gembor bisa melakukan penghematan hingga ratusan juta dolar AS.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, Pertamina memang mengalami perbaikan dalam rantai pasokan minyak mentah melalui ISC. Saat ini, kata dia, ISC sendiri terus melakukan transformasi untuk memaksimalkan rantai pasokan agar berjalan lebih baik.

Hasilnya, Pertamina mengalami penghematan besar dalam pengadaan minyak. "Transformasi tersebut sudah dimulai dan telah menghasilkan perubahan positif, terlihat dengan efisiensi sampai pekan terakhir November 2015 sudah tercapai US$133 juta," kata Wianda di Jakarta, Rabu (25/11).

Penghematan setara Rp1,8 triliun itu, kata Wianda, didapat karena langkah efisiensi yang dilakukan ISC dalam pengadaan impor minyak mentah dan BBM. Beberapa langkah nyata yang sudah dilakukan meliputi, membuka kesempatan yang sama kepada lebih banyak mitra untuk berkompetisi untuk memberikan penawaran terbaik.

ISC juga menerapkan proses evaluasi tender yang transparan, dan mengurangi biaya dengan penerapan skema pembayaran TT (telegraphic transfer). TT adalah adalah kiriman sejumlah uang dalam mata uang lain selain Rupiah (IDR) oleh bank pengirim dengan telex atau SWIFT Message yang memerintahkan bank pembayar untuk membayarkan jumlah tersebut kepada penerima.

"Untuk menjamin transparansi tersebut, ISC Pertamina juga menyajikan keterbukaan informasi pengadaan melalui situs resmi perusahaan," katanya.

Selain itu, Pertamina mengklaim, pembubaran Petral juga membuat perusahaan minyak pelat merah itu bisa melakukan penghematan di berbagai sektor. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, penghematan yang dilakukan Pertamina keseluruhan mencapai US$454 juta atau setara Rp6,2 triliun.

Angka tersebut melampaui target penghematan tahun ini yang dipatok sebesar US$ 500 juta. Dwi optimis sampai akhir tahun, penghematan yang dilakukan dapat melebihi target yang ditentukan.

"Kita bisa sampai US$550 juta. Harapannya memang lebih besar dari target," ujar Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu.

Optimisme ini didasarkan pada perkembangan terkini, di mana Pertamina telah berhasil menghemat US$454 juta atau Rp6,219 triliun, dari target US$ 500 juta.
Penghematan ini, lanjut Dwi, disumbang oleh berbagai penerapan proses bisnis baru di tubuh Pertamina seperti salah satunya pembubaran Petral.

"Yang paling besar ya penurunan losses (kebocoran dalam pengangkutan BBM). Kemudian kedua adalah revitalisasi ISC dengan pembubaran Petral itu," kata dia.

Dengan penghematan ini diharapkan banyak anggaran yang bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur lain yang lebih produktif di sektor energi, terutama dari minyak dan gas yang dikelola perusahaan. Atau pun bisa menekan biaya energi di masyarakat," tutup Dwi.

TRANSPARANSI ISC MERAGUKAN - Klaim penghematan yang dilakukan Pertamina dari pembubaran Petral dan revitalisasi ISC ini diragukan Direktur Eksekutif Indonesia Mining dan Energi Studi (IMES) Hurli Muin. Dia mengatakan, terkait masalah efisiensi itu, Pertamina maupun pemerintah tak pernah menjelaskan terbuka didapat dari pos mana saja.

"Efesien dari poin yang mana saja secara terbuka tidak dijelaskan dengan membandingkan pengadaan yang dibuat oleh Petral. Hemat US$133 juta kesimpulan dari mana? Bagaimana publik bisa periksa dan cek secara terbuka," kata Hurli kepada gresnews.com, Rabu (25/11).

Pertamina, kata dia, seharusnya bisa menjelaskan secara terbuka dari sudut mana ISC bisa menghasilkan penghematan. "Poin apa saja yang dihemat, agar masyarakat juga tahu dengan jelas rinciannya ," ujar Hurli.

Terkait pengadaan secara online yang diklaim menghasilkan penghematan dan transparansi ISC, Hurli justru berpikir sebaliknya. "Harus dicatat apakah mereka bisa menjamin itu, karena apa yang terjadi selama ini di pengadaan online, seringkali dokumen hilang, karena mafia sudah punya orang dalam untuk otak-atik sistem, untuk mengatur kriteria tertentu yang tidak dipunyai kompetitor lain," tegas Hurli .

Keraguan serupa juga diapungkan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli. Dia menilai, keberadaan ISC tidak serta merta membuat kegiatan pengadaan minyak dan BBM bebas dari campur tangan mafia migas yang selama ini diduga terjadi di Petral.

"Saya tidak begitu yakin (ISC lebih baik dari Petral), orang-orangnya masih sama saja," kata Rizal Ramli, Kamis (19/11).

ISC merupakan unit di dalam Pertamina yang fungsinya dulunya mengimpor BBM dan minyak, namun fungsi dan kewenangannya dialihkan ke Petral. Namun Petral banyak disorot publik, sehingga kewenangan impor BBM dan minyak dikembalikan ke ISC.

Namun ISC pun dinilai sama tidak transparannya dalam pengadaan minyak seperti Petral. Buktinya, ISC kini tengah diperiksa oleh Badan Reserse Kriminal Polri terkait masalah tender pengadaan minyak yang tertutup.

Pada 28 Mei lalu, Bareskrim Polri memeriksa Manager of Market Analysis and Development ISC Pertamina Anizar Burlian. Bareskrim juga memanggil Direktur Utama PT Pertamina Persero Dwi Soetjipto pada 1 Juni lalu terkait tender pengadaan LPG oleh Pertamina melalui ISC yang dimenangi oleh Total Asia Trading Pte Ltd.

Pengamat migas dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, ISC harus membuka nama-nama importir minyak yang memenangi tender pengadaan impor BBM oleh ISC. "ISC seharusnya dibuat ‘seperti akuarium’ agar publik bisa melihat keluar masuknya transaksi di ISC," kata Salamuddin.

Jika ISC sudah tidak transparan di awal, kata dia, di masa mendatang bukan tak mungkin ISC jadi sarang mafia baru. "Bareskrim Polri bisa setiap hari memeriksa ISC karena tidak adanya transparansi itu," ujarnya.

KPK SELIDIKI PETRAL - Sementara itu terkait hasil audit forensik Petral, Komisi Pemberantasan Korupsi mulai melakukan penyelidikan terhadap Petral untuk menelusuri ada tidaknya tindak pidana korupsi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memang telah menyatakan hasil audit forensik terhadap anak usaha PT Pertamina tersebut akan ditindaklanjuti ke ranah hukum.

Sudirman telah membongkar dugaan adanya transaksi tidak jelas senilai US$18 miliar dalam transaksi jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral. Angka ini diperoleh dari hasil audit terhadap Petral selama tiga tahun.

KPK sendiri, hari ini, Rabu (25/11) dikabarkan sudah membentuk tim penyelidik Petral. Tim ini akan fokus mengurai hasil audit Petral, kemudian membedahnya apakah ada kerugian negara atau tidak.

Kabarnya, tim penyelidik ini terdiri dari orang-orang terbaik KPK. Nantinya bila ditemukan adanya dugaan korupsi akan segera naik ke penyidikan.

Dalam pekan ini tim penyelidik Petral sudah bergerak. Kasus Petral ini memang menyita perhatian publik mengingat triliunan rupiah uang menjadi bahan penyelidikan. Konon kabarnya banyak orang besar tersangkut hasil audit ini.

KPK sendiri beberapa waktu lalu sudah menyampaikan laporan hasil audit telah diterima. Kasus Petral ini tidak sesederhana yang dibayangkan.

"Kasus-kasus yang seperti begitu menyita waktu dan butuh keterlibatan ahli untuk pendalaman. Kita memprioritaskan yang sudah matang," tegas Zulkarnain di Hulu Cai Camp, Ciawi, Bogor, Sabtu (21/11).

Sementara itu, terkait pembubaran Petral, Pertamina juga sudah menonaktifkan empat orang pegawai yang terindikasi memiliki keterkaitan dengan pihak-pihak luar untuk menentukan proses bisnis Petral. Empat orang tersebut akan menjalani pemeriksaan intensif dalam audit forensik terkait perkara tersebut.

"Terkait Petral, kami sudah menonaktifkan empat orang. Mereka terindikasi punya kaitan ikut mengatur proses bisnis dan menentukan harga pengadaan migas di Petral," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (23/11).

Empat orang tersebut, kata Dwi, sebelumnya bekerja di Petral namun saat ini bekerja di Pertamina pada sejumlah lini bisnis. "Mereka setingkat manajer di Petral," sambung dia.

Penghentian empat orang ini diharapkan dapat mempermudah proses audit forensik yang tengah bergulir saat ini. "Personil yang tidak bisa diajak kerjasama, lalu terbukti bersalah akan kami ambil tindakan. Dari perusahaan sendiri akan dipecat, sampai kami laporkan ke pihak berwenang," tegas dia.

Adapun audit forensik yang dilakukan sebelumnya telah menghasilkan sejumlah kesimpulan. Pertama, ada pihak luar yang bukan Pemerintah, bukan Manajemen Pertamina dan bukan Manajemen Petral yang mengendalikan proses bisnis anak usaha Pertamina tersebut.

Dalam menjalankan aksinya, pihak ketiga tersebut bekerjasama dengan orang dalam Petral untuk menentukan pemenang tender hingga harga beli minyak yang akan diimpor dari negara produsen minyak.

"Sehingga diskon harga yang harusnya kita dapat tidak kita peroleh. Sehingga kita harus membeli minyak dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya," pungkas Dwi Soetjipto. (Gresnews.com/Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: