JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dimasa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla Pertamina Energy Trading Limited atau Petral dibubarkan. Lantas bagaimana proses pembelian BBM, apakah digantikan oleh "Petral" baru yang bermain kongkaling dengan penguasa saat ini, mengulang kisah Petral sebelumnya. Agar hal tersebut tak terulang sudah seharusnya pemerintah mengusut tuntas kasus ini. 

Sekretaris Perusahaan Pertamina Wisnuntoro mengatakan PT Pertamina (Persero) berani menjamin tidak ada lagi kongkalikong dalam pengadaan BBM. Saat ini, proses pembelian BBM dilakukan oleh divisi Integrated Supply Chain (ISC).

Menurutnya proses pengadaan minyak saat ini terang benderang. Tak lagi gelap seperti saat di jalankan Petral. "Perusahaannya di Jakarta, bukan di Singapura, pengawasan di depan mata kita, langsung oleh steering comitte yang terdiri dari tiga direktur," kata Wisnuntoro dalam acara diskusi ´Energi Kita´ di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (15/11).

Ia menjelaskan selain proses pengawasan langsung, Pertamina juga membuka seluas-luasnya proses pengadaan BBM dengan proses tender terbuka. Hal ini terlihat dari jumlah rekanan atau vendor yang bertambah pesat sejak tugas Petral diambil alih ISC.

Winuntoro mengatakan bila para rekanan masih juga bermain maka langsung masuk daftar black list sehingga tak dapat lagi mengikuti tender di Pertamina. "Dulu 2006 hanya ada 54 vendor, sekarang naik jadi 199 rekanan, itu artinya kita sekarang lebih terbuka, tidak ada lagi praktik kolusi," katanya.

Dengan proses pengadaan yang lebih terbuka, menurutnya, kemungkinan manipulasi harga minyak sudah sulit dilakukan. Persyaratan pemasok pun hanya diwajibkan memiliki modal minimal US$ 50 juta, dan menguasai penyimpanan (storage) BBM.

"Jika Petral tidak ada, sekarang jelas hasilnya kita bisa hemat US$ 103 juta sejak Januari hingga triwulan III," kata Wisnuntoro.

"ISC dulu hanya perencana, pas zaman Rini Sumarni (Menteri BUMN) ini ISC ini yang seharusnya dibesarkan. Tapi kemudian ganti pemimpin Petral yang dibesarin, sekarang kebalik, Petral yang kita habisin sekarang," ujar Wisnuntoro.

UNGKAP TUNTAS - Paska hasil audit forensik Petral, Direktur Utama PT Pertamina ( Persero) Dwi Soetjipto mengatakan sedang menelusuri keterlibatan pejabat atau karyawan yang melakukan aksi lancung hingga merugikan negara. Pertamina dan pemerintah pun terus mempelajari kemungkinan menempuh jalur hukum.

Pengamat migas Komaidi Notonegoro mengatakan hasil audit forensi Petral menyebutkan proses pengadaan minyak terdapat sejumlah permasalahan. Pihak Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) serta Pertamina harus menindaklajuti adanya dugaan penyelewengan di dalam audit forensik Petral itu.

"Kalau untuk hasil yang dilakukan Pertamina dan Kementerian ESDM sudah bagus, tinggal tindaklanjutnya saja siapa saja yang terlibat dalam skandal Petral itu," kata Komaidi pada gresnews.com, Kamis (12/11) malam.

Ia menjelaskan untuk masalah Petral sebaiknya pemerintah bukan hanya mencari siapa pelaku yang terlibat di dalamnya tetapi menelusuri kerugian negara akibat skandal tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energi Studys ( IMES) Erwin Usman mengatakan Menteri ESDM Sudirman Said harus berani mengungkap ke publik siapa saja yang diduga ikut bermain di Petral.

"Kementerian ESDN dan Pertamina sebaiknya meminta KPK untuk menyelidiki kasus Petral karena ada indikasi kasus korupsi," ujar Erwin pada gresnews.com, Jumat (13/11).

Erwin meminta pemerintah bersikap tegas dan cepat dalam penangan skandal Petral, agar kasus ini tidak seperti kasus lainnya yang tidak diketahui penyelesaiannya. Sebab nyata dari hasil audit, Petral sudah merugikan negara.

Perlu diketahui dalam skandal Petral mulai ramai dibicarakan setelah pemerintah  mengumumkan hasil audit auditor indepeden Kordamenta terhadap Petral. Auditor yang berasal dari Australia itu menemukan adanya anomali dalam pengadaan minyak oleh Petral sepanjang 2012-2015. Diduga dalam periode tersebut jaringan mafia migas mengantongi kontrak US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun.

Direktur Institute for Development and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengungkapkan, seharusnya penelusuran kejanggalan dalam pengadaan BBM di Petral dilakukan hingga 10 tahun ke belakang, bukan 3 tahun.

"Pertamina itu bawahnya menteri, Pertamina manut saja apa yang maunya pemerintah. Nah selama ini kenapa selama 10 tahun terakhir kalau ada yang salah dengan Petral, tapi tidak ada upaya serius menuntaskan," ujar Enny.

Menurut Enny, audit yang dilakukan dengan penulusuran yang dilakukan dari tahun 2012-2015 saja, sudah menemukan banyak ketidakefisienan dalam pembelian BBM. Apalagi audit dilakukan hingga 10 tahun ke belakang.

"Ini (audit) hanya bisa dilakikan kalau ada endorsement (sokongan) pemerintah. Makin panjang auditnya, makin banyak yang resah," tutupnya.

DUA AUDIT BEDA HASIL - Pertamina menggunakan auditor asal Australia, Kordamenta, dalam audit Petral. Banyak pihak bertanya mengapa perusahaan migas pelat merah itu tidak memakai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sekretaris Perusahaan Pertamina Wisnuntoro mengungkapkan, proses audit yang dilakukan auditor asing tersebut berbeda dengan audit dari BPK. Pemilihan auditor dilakukan dengan seleksi yang ketat.

Menurut Wisnuntoro audit yang dilakukan BPK dengan Kordamenta itu berbeda. BPK hanya melakukan audit pada laporan keuangan, operasi, dan transaksi. Sementara, auditor yang disewa Pertamina diharuskan melakukan audit forensik, atau audit menyeluruh untuk menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan minyak.

"Audit forensik itu beda, yang dilakukan BPK itu operasional, keuangan, dan transaksional. Memang dari BPK ada temuan kecil, tapi dengan audit forensik untuk gali hal-hal yang di luar sistem, seperti komunikasi atau email antara karyawan dan vendor selama tender. Jadi secara hasil pun beda," ungkapnya.

Wisnuntoro melanjutkan, tidak dilibatkannya BPK dalam audit Petral juga sesuai dengan arahan dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah. "Ini juga wujud intervensi pemerintah. Saat direksi Pertamina baru terbentuk, ada niat melakukan perubahan pada pengadaan minyak perusahaan. Dan penunjukan auditor forensik itu rekomendasi dari tim, bahkan tim mensyaratkan hanya 1 tahun masa yang diaudit, kita minta tambah 3 tahun dari tahun 2012," ujarnya.

Wisnuntoro menambahkan terbuka kemungkinan kembali mengaudit transaksi Petral selama 10 tahun terakhir, jika ditemukan banyak praktek kolusi selama audit pertama. Namun untuk melakukan audit lanjutan hingga 10 tahun terakhir, lanjutnya, Pertamina menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah sebagai pemegang saham.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mendukung langkah Pertamina menggunakan auditor independen untuk menyelidiki kejanggalan dalam proses tender BBM di Petral. Pasalnya, audit proses tender BBM sebelumnya dari BPK malah dinyatakan wajar.

"Yang sekarang disajikan ke publik itu ada 2 hasil audit, forensik dan audit BPK. Itu jelas sekali dalam laporannya BPK tidak ada masalah. Sementara adanya audit forensik menyatakan ada kesalahan beberapa hal, ini kan aneh," kata Satya.

Dengan hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada masalah, menurut Satya, hal ini justru menimbulkan keanehan karena hasil audit yang berbeda.

"Jangan audit hanya untuk motif politik. Jangan sampai ada kesan bahwa Kordamenta independen, tapi yang bayar Pertamina jadi beda. Hasil audit BPK tidak sedetail audit forensik," kata politisi Partai Golkar tersebut. (Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: