JAKARTA, GRESNEWS.COM - Audit Forensik Pertamina terhadap anak usaha PT  Pertamina Energy Trading Limited (Petral) berujung anti klimaks. Pasalnya audit forensik yang digadang-gadang akan mengungkap siapa pihak-pihak yang bermain dalam pengadaan minyak untuk National Oil Company (NOC) itu, ternyata tak terungkap.  Selain itu, meski Pertamina mengklaim efisiensi sebesar US$ 103 juta dengan pembekuan Petral. Namun audit tersebut tak bisa merinci di mana lubang-lubang kebocoran yang terjadi pada Petral.

Direktur PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dalam jumpa pers mengungkapkan audit forensik yang dilakukan untuk rentang tahun 2012 sampai tahun 2014, menyasar tiga hal yakni proses pengadaan minyak mentah, kebocoran informasi rahasia dan pengaruh pihak luar dalam proses bisnis di PT Pertamina Energi Services Pte Ltd (PES). Kendati demikian, dalam pemaparan hasil audit forensik tersebut PT Pertamina  tak mengungkapkan pihak-pihak yang terkait. Baik dalam hal kebocoran informasi dan pihak luar yang ikut campur dalam proses bisnis.

Menurut Dwi dalam proses pengadaan minyak sewaktu masih dikelola oleh Petral, perusahaan harus melalui rantai bisnis yang panjang dan memakan biaya banyak. Padahal, awalnya Petral dibentuk sebagai trading arm. Namun dalam prosesnya fungsi Petral bergeser menjadi procurement arm.

Petral bertindak sebagai procurement arms berlangsung hanya antara tahun 2009 hingga tahun 2012. Petral saat itu mengadakan tender secara bebas termasuk para trading. Hal itu dilakukan agar lebih terbuka. Namun pada bulan Juni 2012, Petral menetapkan proses pengadaan diprioritaskan untuk National Oil Company (NOC).

Menurutnya dalam proses pengadaan tersebut, Petral menerapkan harga yang lebih tinggi, kemudian kebijakan Petral juga menetapkan pengaturan volume kepada NOC. Kebijakan tersebut mengakibatkan keterbatasan persaingan. Berkaitan hal itu, perusahaan melakukan perbaikan proses bisnis dalam hal pengadaan minyak, dimana perusahaan kembali membentuk Integrated Supply Chain (ISC). Perusahaan membentuk ISC untuk menciptakan efisiensi dengan menciptakan rantai bisnis yang seefektif mungkin.

Belakangan sesuai rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) Petral diharuskan dilikuidasi. Pertamina diminta untuk mengevaluasi Petral dalam waktu satu tahun, namun perusahaan menilai perlu waktu tiga tahun untuk melakukan evaluasi.

"Saat ini kami sedang bekerjasama dengan konsultan dan enam bulan ke depan arah kami memperbaiki setiap prosedur pengadaan, agar kami dapat harga yang lebih baik," kata Dwi dalam jumpa pers di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero), Jakarta, Senin (9/11).

Kemudian, Dwi menjelaskan terkait hasil audit forensik mengenai kebocoran informasi rahasia. Dia mengatakan berdasarkan laporan tersebut, dalam beberapa trading terdapat email maupun chatting yang disinyalir terjadi kebocoran informasi terkait patokan harga, volume dan lain-lain bocor kepada trader-trader lainnya. Dia menuturkan perusahaan akan mengambil langkah-langkah khusus.

Namun, Dwi enggan mengungkapkan pihak terkait yang membocorkan informasi tersebut kepada publik. Sebab pihak auditor belum bisa meneliti lebih jauh. Di satu sisi, dari pihak internal Pertamina masih belum kooperatif untuk memberikan informasi tersebut.

"Kami akan lakukan penelitian lebih lanjut, bagaimana kita bisa menjadikan pelajaran ke depannya. Kami tentunya akan mengambil langkah sesuai ketentuan," kata Dwi.

Terkait laporan audit forensik mengenai pihak ketiga yang ikut campur dalam proses bisnis. Dwi enggan menyebutkan, ia mengaku bukan kapasitasnya untuk menyebutkan nama-nama pihak tersebut. Hal itu agar tidak menimbulkan salah persepsi. Saat ditanya, adakah pejabat atau mantan pejabat yang terlibat dalam proses bisnis itu, Dwi mengaku hal itu tidak tercantum dalam laporan audit.

AKAN DIANALISIS - Pertamina mengaku akan melakukan analisis lebih lanjut dari sudut pandang legal. Sebab dalam laporan auditor tersebut terdapat keterbatasan laporan tentang peserta tender dan beberapa pengaruh pihak luar yang menyebabkan harga menjadi lebih tinggi.

Maka dari itu, Dwi mengatakan  akan mengambil langkah melikuidasi Petral dan PES. Dalam likuidasi itu Pertamina  akan meminta persetujuan pemegang saham. Pemegang saham menargetkan proses likuidasi harus selesai dalam waktu satu tahun. Namun perusahaan akan meminta perpanjangan waktu jika dalam proses likuidasi memerlukan waktu lebih satu tahun.

"Langkah terhadap Petral adalah likuidasi dan lebih detil ke depannya seperti apa," kata Dwi.

Sementara itu, Direktur Keuangan Arif Budiman menargetkan proses likuidasi akan selesai bulan April 2016. Terkait aset yang dimiliki oleh PES, Arif mengatakan aset Petral itu sebesar US$2,3 miliar. Sementara aset yang dimiliki PES rata-rata merupakan aset aktivitas jual beli, dan sebagian besar sudah beralih dan sudah dibayarkan oleh perusahaan.

Disatu sisi, dalam laporan keuangan terdapat masalah klaim baik aspek utang dan piutang perusahaan. Perusahaan akan melakukan peninjauan berdasarkan legal yang kuat mengenai klaim tersebut. Setelah peninjauan tersebut, perusahaan akan melakukan auditor finansial untuk melihat klaim-klaim utang piutang tersebut.

"Jika ada landasan hukum kuat akan kami teruskan upaya penagihannya," kata Arif.

HASIL AUDIT ANOMALI - Sementara Vice Presiden Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro mengatakan hasil audit Petral terdapat anomali, dimana perusahaan melihat dan mengatasi agar anomali tersebut tidak terjadi kembali. Kemudian dewan pengawas ISC yang terdiri dari direksi Pertamina akan mengawasi baik dari sisi harga, volume dan kinerja ISC.

Langkah tersebut dilakukan agar ISC dapat melakukan tugas dengan baik. Dari sisi mitra kerja juga harus diseleksi dengan ketat. Termasuk sesuai kualifikasi yang masuk ke dalam daftar mitra terpilih.

"Jadi jangan sampai, kemudian harga yang bisa kita dapatkan secara kompetitif malah tidak bisa kita dapatkan," kata Wianda.

Wianda menegaskan Pertamina tidak bisa menyebutkan pihak ketiga yang intervensi dalam proses bisnis tersebut. Sebab, jika dilihat dari segi hukum harus diserahkan kepada penegak hukum. Keputusan untuk menyerahkan kepada penegak hukum, bergantung kepada keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno.

"Ya tergantung arahan Menteri BUMN, nanti apakah ke KPK atau bagaimana. Tugas Pertamina adalah mengerjakan laporan ini sampai selesai," kata Wianda.

BACA JUGA: