JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah sedang merencanakan audit kebutuhan garam impor khususnya untuk industri. Kebijakan pemerintah tersebut perlu diambil sebagai bentuk pengawasan dan transparansi impor garam yang mengalir ke dalam negeri agar tidak merembes dan dipermainkan importir.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan alasan pemerintah membuka kran impor garam karena kualitas hasil produksi petani lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri. Untuk menutupi kekurangan tersebut, industri yang membutuhkan garam diberikan lisensi impor.

Namun, kebutuhan impor ini mau saya tetap bisa dikontrol supaya tidak ada kejadian garam ekspor membanjiri pasar pada saat panen. "Saya akan memperbaiki tata niaga impor garam," kata Susi saat bertemu dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Senin (31/8).

Sesuai ketentuan impor garam yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2012, Susi menyebutkan bahwa seharusnya impor dilakukan satu bulan sebelum musim dan dua bulan sesudah musim. Namun, indikasi penyimpangan yang masih dilakukan para importir garam merupakan suatu bentuk ketidakpedulian terhadap petani garam.

Susi mengatakan selama ini garam industri yang diimpor melebihi dari kebutuhan industri. Kendati banyak yang menyebut garam industri dan konsumsi berbeda namun sebenarnya sama, garam industri tetap bisa dikonsumsi.

Menurut Susi, garam industri dengan kualitas kandungan natrium klorida (NACL) di atas 96%, kerap dioplos dengan garam lokal yang merupakan garam konsumsi di pasar. Kondisi ini membuat harga garam petani jatuh hingga Rp 200/kg.

Sementara, akibat rembesan garam industri, harga di tingkat petani selalu lebih rendah dibanding harga keekonomian yang ditetapkan. "Pemerintah buat pagu harga petani Rp 700/kg untuk kualitas 1, Rp 550/kg untuk kualitas 2, dan Rp 450/kg untuk kualitas 3. Dan aturan sudah sangat jelas," ujar Susi.

Susi mengungkapkan, upaya kementeriannya untuk membantu harga di tingkat petani garam selalu menemui jalan buntu akibat kuota dan distribusi garam tidak transparan. Impor jadi petaka buat petani. Dan industri dalam negeri nggak akan tumbuh.

AUDIT IMPOR GARAM - Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Riyanto Basuki mengatakan pasokan dan suplai garam jadi kendala. Terutama soal rembesan garam impor khususnya di sektor industri.

"Untuk itu, perlu independen audit agar tidak terjadi rembesan maupun permainan importir garam yang selama ini disinyalir menyulitkan dan menjatuhkan harga petani garam lokal," kata Riyanto kepada gresnews.com, Senin (31/8).

Nantinya, audit independen yang ditawarkan KKP akan diteruskan dan dibahas bersama Kementerian Perdagangan. Penyusunan audit impor garam pun masih belum terlalu banyak diinformasikan secara rinci mengingat baru dibentuk pemerintah.

Meskipun aturan audit tersebut sudah diusulkan kepada pihak Kementerian Perdagangan, Riyanto pun enggan membeberkan strategi atau model audit transparansi impor yang hendak disusun tersebut. Intinya, kata dia, tujuan utama yang kini menjadi fokus pemerintah adalah menstabilkan harga garam di level petani.

PERMAINAN HARGA - Peningkatan kadar Nacl garam kategori kelas satu (Nacl tinggi) hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi petani lokal. Alasan tersebut yang mendasari industri garam sangat bergantung pada impor karena standar dan kualitasnya cenderung lebih baik.

Namun, ditengah alasan impor tersebut, muncul berbagai permainan dari importir garam. Sesuai data yang dihimpun gresnews.com, pembelian garam petani beberapa waktu lalu masih berada di bawah Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 tahun 2012. Dimana, harga garam kualitas 1 dengan kualitas 95 persen yang semestinya dihargai Rp 750 justru dihargai Rp 350 sampai Rp 400 per kg.

Sesuai standar HPP garam, kualitas 1 dihargai Rp 750 per kg, kualitas 2 Rp 550, sementara kualitas 3 Rp 400. Harga garam kualitas 1 agak mahal dibanding lainnya karena memiliki kandungan NaCl di atas 95%.

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 88 Tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam, telah menentukan standar klasifikasi kebutuhan penggunaan garam dalam negeri.

Dimana, terbagi dalam dua jenis yaitu garam industri yang membutuhkan kadar garam dengan unsur NaCl yang relatif tinggi dan jenis garam konsumsi yang digunakan oleh masyarakat dengan NaCl lebih rendah.

Spesifikasi garam konsumsi untuk rumah tangga ada dua yaitu memiliki kadar NaCl 94% dan garam diet yang mengandung kadar NaCl maksimal 60 persen.

Garam industri sesuai Permenperin digunakan untuk, industri kimia, industri aneka pangan, industri farmasi, industri perminyakan, industri penyamakan kulit dan water treatment.

Sementara, sesuai kadar NaCl, garam industri kimia mengandung 96 persen, industri aneka pangan 97 persen, industri farmasi 99,8 persen, industri perminyakan 95 persen, pengolahan air 94 persen, dan industri penyamakan kulit 85 persen.

BERDAYAKAN PETANI GARAM - Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menilai, pemerintah perlu mengontrol dan mengawasi rantai impor yang selama ini berlangsung. Menurutnya, hal berkaitan dengan impor rawan akan masalah penyimpangan dan permainan seperti yang kerap dilakukan importir.

"Impornya harus dikendalikan sesuai kewenangan pemerintah. Misalnya kalau impornya 1.000 ton, perlu dikawal dalam setiap prosesnya," kata Ngadiran dihubungi gresnews.com, Senin (31/8).

Namun, terlepas dari situasi impor yang masih bermasalah, Ngadiran berharap ada kebijakan yang pro terhadap petani dan pedagang. Misalnya, petani perlu difasilitasi dan didukung produksinya agar hasil garam meningkat.

Menurutnya, disamping program pemberdayaan petani garam secara baik, pemerintah perlu menjamin penyerapan produksi garam yang dihasilkan.  Impornya harus semakin di kurangi. Misalnya kemarin perhitungannya masih 50 banding 50. Namun, sekarang porsinya lebih pada petani lokal," sebutnya.

INVESTASI GARAM - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan telah berhasil menjaring 4 perusahaan asal Australia untuk berinvestasi di Indonesia sebesar US$ 140 juta (Rp 1,93 triliun). Empat perusahaan tersebut bergerak di bidang industri cat dan perekat sebesar US$ 15 juta, perkapalan senilai US$ 50 juta, fasilitas pelabuhan sebesar US$ 30 juta, serta pengolahan garam senilai US$ 35 juta.

Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan, minat tersebut seluruhnya dapat dikategorikan serius, karena masing-masing investor sudah memiliki calon mitra lokal di Indonesia dan tahap pencarian lahan atau lokasi. BKPM akan mengawal minat investasi tersebut karena dapat mendukung program pemerintah terkait pengembangan tol laut, khususnya untuk investasi perkapalan dan upaya pemerintah mengurangi impor garam industri.

"Mereka juga memiliki rencana bisnis menjadikan Indonesia sebagai basis produksi pembuatan kapal, antara lain untuk jenis kapal patroli berukuran 40-60 meter dengan kecepatan 45 knot. Mereka memperkirakan pembuatan satu kapal besar dapat menyerap 300-400 orang tenaga kerja. Jadi potensi penyerapan tenaga kerjanya ribuan," ujar Franky dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/8).

Franky menambahkan, saat pertemuan one-on-one meeting, investor Australia ini mengatakan dapat membuat kapal berteknologi tinggi yang memungkinkan perjalanan Jakarta- Surabaya dapat ditempuh selama 10 jam dan Jakarta- Lampung dalam jangka waktu 3 jam. "Hal ini tentu dapat berkontribusi mengatasi masalah logistik sebagai salah satu tujuan dari program Tol Laut," imbuh Franky.

Sementara, untuk minat investasi untuk pengolahan garam industri, lanjut Franky, investor tersebut tengah mencari lahan yang tepat di wilayah Kupang, NTT atau Bima, NTB.

Menurut data BKPM, selama kurun waktu 2010 hingga Semester 1 2015, total realisasi investasi Australia mencapai US$ 1,9 miliar. Australia menduduki peringkat ke-12 sebagai penyumbang investasi di Indonesia.

Sebanyak 42% merupakan investasi di bidang kimia dasar, barang kimia dan farmasi, diikuti oleh 41% investasi pertambangan, dan 4% investasi di bidang industri logam dasar. Sebagian besar investasi Australia terletak di Kalimantan dan Jawa. (dtc)

BACA JUGA: