JAKARTA - Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pada Jaksa Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Pinangki terbukti bersalah menerima uang dari Joko Tjandra, melakukan tindak pidana pencucian uang, serta melakukan pemufakatan jahat.

Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa yakni empat tahun penjara dan denda Rp500 juta. "Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketiga subsider," ujar ketua majelis hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti Gresnews.com, Senin (8/2/2021).

Majelis hakim menilai ada beberapa hal yang memberatkan hukuman bagi Pinangki. Diantaranya sebagai aparat penegak hukum malah membantu Joko Tjandra menghindari eksekusi hukuman di kasus Bank Bali.

Selain itu, terdakwa dinilai menutup-nutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Majelis hakim juga menilai terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Hal lainnya adalah Pinangki tidak mengakui kesalahannya serta telah menikmati hasil tindak pidana. Terakhir, Pinangki dinilai tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Selain hal yang memberatkan ada pula hal yang dianggap majelis hakim meringankan. Yakni bersikap sopan di persidangan, terdakwa adalah tulang punggung keluarga, mempunyai tanggungan seorang anak yang masih kecil berusia 4 tahun. Terdakwa belum pernah dihukum.

Sebelum menjatuhkan vonis ini Majelis Hakim telah memeriksa 31 saksi dan tiga ahli dalam persidangan. Dari situ Majelis Hakim menyimpulkan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang US$500 ribu dari terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra.

Uang tersebut merupakan uang muka atau down payment dari US$1 juta yang dijanjikan Joko Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana dua tahun penjara Joko Tjandra berdasarkan putusan PK No 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak dieksekusi.

Rencananya sebanyak US$400 ribu untuk Pinangki dan Andi Irfan sebagai biaya konsultan dan biaya opersaional pengurusan fatwa MA. Sementara sisanya, US$100 ribu, ditujukan untuk Anita Kolopaking sebagai legal fee.

Namun, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu hanya menyerahkan US$50 ribu ke Anita. Kepada Anita pula, ia mengaku hanya menerima US$150 ribu dari Joko Tjandra.

"Terdakwa telah menguasai uang down payment atau DP yang diberikan oleh saksi Joko Soegiarto Tjandra sebesar US$450 ribu," jelas hakim.

Pinangki dengan uang US$450 ribu itu, dinyatakan telah terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.

Pinangki juga terbukti telah melakukan permufakatan jahat bersama Andi Irfan dan Joko Tjandra untuk memberi hadiah atau janji berupa US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA. Adapun permufakatan jahat itu bertujuan agar Joko Tjandra diberikan fatwa MA dan terbebas dari hukumannya dalam kasus cessie Bank Bali.

"Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," pungkasnya. (G-2)

BACA JUGA: