JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman bersama menantunya, Rezky Herbiyono, didakwa menerima suap sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mendakwa keduanya menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan baik tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.

Dalam surat dakwaan, JPU mengungkapkan keduanya menggunakan uang hasil tindak kejahatan untuk membeli sejumlah barang, termasuk lahan sawit, tas mewah, mobil, renovasi rumah hingga ditukar menjadi valuta asing hingga membayar utang.

"Untuk pengurusan perkara, terdakwa I Nurhadi melalui terdakwa II Rezky Herbiyono telah menerima sejumlah uang dari Hiendra Soenjoto," kata JPU KPK Ariawan Agustiartono di Pengadilan Tipikor yang dihadiri Gresnews.com, Jakarta, Kamis (22/10).

JPU memaparkan pada kurun waktu 22 Juli 2015 - 22 Januari 2016, uang senilai Rp7.408.009.280 ditarik tunai untuk membeli lahan sawit di Padang Lawas seharga Rp2 miliar.

Kemudian pada 15 Juli 2015, uang Rp130 juta ditransfer ke rekening milik istri Nurhadi, Tin Zuraida.

Kemudian antara 22 Mei 2015 sampai dengan 15 September 2015 membeli beberapa tas merek Hermes sejumlah Rp3.262.030.000.

Jaksa Wawan Yunarwanto, anggota Tim JPU lainnya menyebutkan para terdakwa, dalam kurun waktu 10 Agustus 2015-18 Januari 2016 membelanjakan uang Rp396.900.000 untuk membeli pakaian termasuk juga kendaraan dan aksesoris.

Tercatat uang Rp4.604.328.000 digunakan untuk membeli mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesoris.

Antara tanggal 10 Juli 2015 sampai dengan tanggal 19 Januari 2016 membeli jam tangan sejumlah Rp1.400.000.000.

Sementara uang sejumlah Rp10.968.000.000 digunakan untuk membayar utang, serta Rp598.016.150 untuk modal berlibur ke luar negeri.

Jaksa menambahkan pada periode 21 September - 30 Desember 2015, para terdakwa menukar mata uang asing sejumlah Rp4.321.349.895.

Uang suap itu juga digunakan untuk merenovasi dan biaya pengurusan rumah di Jalan Patal Senayan No. 3 B, Jakarta Selatan senilai Rp2.665.000.000.

Sementara pada pada kurun waktu 25 Mei 2015 - 12 Februari 2016, Nurhadi dan Rezky menggunakan uang Rp7.973.321.675 untuk kepentingan lainnya.

Jaksa memaparkan uang suap Rp45,726 miliar itu diberikan oleh Hiendra Soenjoto terkait pengurusan dua gugatan hukum. Gugatan pertama adalah perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait perjanjian sewa-menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi yang terletak di wilayah KBN Marunda kav C3-4.3, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Gugatan kedua adalah perkara antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar mengenai gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Hiendra Soenjoto di PN Jakarta Pusat (Jakpus) tentang akta Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT dan perubahan komisaris PT MIT.

Uang sejumlah Rp45,726 miliar diberikan melalui 21 kali transfer ke rekening Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyono Waskito Adi dan Santoso Arif pada periode 2 Juli 2015 - 5 Februari 2016 dengan besaran bervariasi dari Rp21 juta sampai Rp10 miliar.

Atas perbuatannya, Nurhadi dan Rezky didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Aturan ini menyebutkan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban-nya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Selain didakwa menerima suap, Nurhadi juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp37,287 miliar sehingga total dugaan suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi dan Rezky mencapai Rp83,013 miliar

Dalam dakwaan, jaksa juga memerinci sumber gratifikasi keduanya. Nurhadi dan Rezky diduga menerima gratifikasi sebesar Rp37 miliar sejak 2014 hingga 2017 dari sejumlah pihak yang berperkara.

Sumber pertama yakni, Direktur Utama PO Jaya Utama, Handoko Sutjitro. Handoko disebut pernah memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky sebesar Rp 600 juta, dan melalui rekening Soepriyo Waskito Adi sejumlah Rp 1,8 miliar.

Jaksa menyebut Handoko Sutjitro menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara Nomor 264/Pdt.P/2015/PN.SBY dan perkara tersebut dimenangkan oleh Handoko Sutjitro.

Sumber kedua, gratifikasi dari Direktur Dian Fortuna Erisindo, Renny Susetyo Wardhani. Dalam dakwaan disebutkan Renny memberikan uang kepada Nurhadi melalui rekening Rezky Herbiyono sebesar Rp2,7 miliar. Uang itu diduga untuk memuluskan gugatan Peninjauan Kembali yang diajukan Renny.

Ketiga, gratifikasi dari Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan untuk Nurhadi melalui rekening Rezky dengan jumlah Rp2,5 miliar dalam empat kali transaksi. Melalui rekening Calvin Pratama sebesar Rp 1 miliar, serta melalui rekening Yoga Dwi Hartiar Rp3,5 miliar.

Donny Gunawan menyerahkan uang itu kepada Terdakwa I (Nurhadi) dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya No.100/Pdt.G/2014/PN.SBY dan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 723/Pdt./2014/PT.Sby serta di Mahkamah Agung RI Nomor 3320 K/PDT/2015.

Keempat, gratifikasi dari Direktur PT Benang Warna Indonusa, Freddy Setiawan. Freddy mengirimkan uang ke Nurhadi melalui rekening HR Santoso SH sejumlah Rp23,5 miliar sejak 19 Mei 2015 hingga 3 Maret 2017. Uang diberikan kepada Nurhadi diduga agar memuluskan pengurusan perkara Peninjauan Kembali.

Terakhir, Nurhadi disebut menerima gratifikasi dari Riadi Waluyo melalui rekening Calvin Pratama sejumlah Rp1,68 miliar. Riadi Waluyo diduga menyerahkan uang tersebut ke Nurhadi terkait pengurusan perkara di Pengadilan Denpasar Nomor 710/Pdt.G/2015/PN.Dps.

"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut diatas, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," tegas Jaksa Wawan.

Seusai JPU KPK membacakan nota dakwaan, Nurhadi memilih tidak akan menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa. Namun, Nurhadi menegaskan, bahwa semua dakwaan jaksa terhadapnya tidak benar.

"Saya tidak menyampaikan eksepsi saya mohon keadilan yang seadil-adilnya. Semua tidak benar akan saya buktikan," kata Nurhadi usai mendengarkan dakwaan secara virtual, di Rutan C1 KPK, Kamis (22/10). (G-2)

BACA JUGA: