-
Prioritaskan Perempuan Korban Perdagangan Orang dalam Pembebasan Napi COVID-19
Rabu, 13/05/2020 10:10 WIBPemerintah Didesak untuk Mengusut Dugaan Perdagangan Orang ABK di Kapal Tuna Berbendera RRC
Sabtu, 09/05/2020 16:46 WIBPerdagangan Manusia Marak, Di Mana Pemerintah?
Kamis, 19/12/2019 20:40 WIBMau jadi Importir? Ini Syaratnya
Jum'at, 27/04/2018 01:18 WIBVideo yang wajib ditonton bagi Anda yang berhubungan dengan ekspor impor atau berminat menjadi importir.
Perhatikan Aturan ini Ketika Berurusan dengan Ekspor
Jum'at, 23/03/2018 07:30 WIBEkspor impor adalah hal yang biasa terjadi dalam rantai perdagangan dunia saat ini. Bagaimana ketentuan hukum di Indonesia mengaturnya?
Simak dalam video berikut ini.
HATI-HATI Beli Barang Tanpa Label Produk, Ini Ancaman Hukumannya
Sabtu, 17/02/2018 07:30 WIBDalam dunia perdagangan yang semakin marak belakangan ini, penting diketahui bagi konsumen dan pelaku usaha untuk mematuhi aturan mengenai label produk. Video ini memaparkan dengan jelas dasar hukum, prosedur, dan sanksi bagi yang melanggar. Semoga bermanfaat.
Kewajiban Memenuhi SNI
Selasa, 06/02/2018 23:44 WIBPada dasarnya setiap barang yang diperdagangkan di Indonesia wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI adalah standar yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standarisasi. Bagaimana penjelasan hukumnya? Simak video ini.
Reaksi Ditlantas Polda Metro atas Putusan MA Batalkan Pergub Larangan Motor
Senin, 08/01/2018 20:18 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM- Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Ditlantas Polda Metro Jaya menghormati putusan yang tertuang dalam Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2017.
"Saya kira masing-masing pemohon maupun termohon sudah memberikan argumentasi dan dalillya masing-masing. Kemudian terakhir adalah ada putusan, putusan tersebut kita hormati," kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto saat dihubungi, Senin (8/1).
Untuk menindaklanjuti putusan MA tersebut, polisi akan menggelar rapat dengan Pemprov DKI pada Rabu (10/1) mendatang. Pertemuan digelar untuk menyamakan persepsi terkait pengaturan lalu lintas.
"Kemudian secara teknis, hari Rabu kita rapatkan dishub dengan biro hukum DKI. Menyamakan persepsi aja terhadap putusan karena putusan MA maupun MK, terhadpa uji materi sifatnya final dan mengikat," ujar Budiyanto.
Namun Budiyanto belum bisa membeberkan terkait teknis pengaturan lalu lintas yang akan dibahas nanti. Dia bersama jajarannya masih mengkaji putusan MA tersebut.
"Secara teknis nanti dulu, kita rapatkan dengan biro hukum DKI," tuturnya.
MA mengabulkan permohonan Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar untuk membatalkan Pergub DKI Jakarta nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Majelis hakim yang dipimpin Irfan Fachruddin menyatakan aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar tersebut," kata Irfan Fachruddin seperti dikutip detikcom dalam salinan Putusan MA yang dipublikasikan pada Senin (8/1).
Majelis hakim menyatakan, Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Pergub No 195 Tahun 2014 juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Pergub DKI No 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Pergub DKI No 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 133 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 UU Hak Asasi Manusia, serta Pasal 5 dan 6 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, Pergub DKI yang dikeluarkan oleh Ahok tersebut juga dinyatakan tidak lagi memiliki hukum mengikat. (dtc/mfb)Proposal Fasilitasi Investasi untuk Pembangunan, Kuda Troya Isu Investasi di WTO
Kamis, 14/12/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Beberapa kelompok masyarakat sipil mendesak agar negara-negara berkembang tidak menyepakati proposal baru mengenai isu Fasilitasi Investasi untuk pembangunan (Investment Facilitation for development) di dalam perundingan KTM ke-11 WTO. Isu investasi di WTO yang disebut sebagai "Isu Baru" atau seringkali juga disebut "Isu Singapura" sejak 1996 ditolak oleh negara berkembang dan negara kurang berkembang (LDCs) dengan alasan investasi asing bukan perdagangan, jadi aturannya tidak bisa diatur dalam WTO.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menjelaskan, upaya yang jelas dari negara maju untuk merundingkan isu investasi dicoba kembali di KTM WTO di Cancun Meksiko tahun 2003, dan gagal mencapai konsensus karena sebagaian besar negara menolak. "Desakan untuk memasukan kembali isu investasi dalam perundingan WTO juga menjadi rekomendasi negara-negara maju dalam mengatasi tren proteksionisme global dalam perdagangan dan investasi pada saat pertemuan G20 Summit di Hamburg, Jerman, Juli 2017 yang lalu. Dan KTM ke 11 WTO menjadi momentumnya," papar Rachmi dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (14/12).
Peneliti Third World Network Lutfiyah Hanim berpendapat, usulan perjanjian investasi, dengan berbagai cara, didasari atas anggapan bahwa keberadaan perjanjian investasi akan meningkatkan arus investasi. Sementara, laporan UNCTAD di tahun 2014, menyebutkan bahwa hasil tidak mendukung hipotesis bahwa perjanjian investasi bilateral akan mendorong investasi bilateral, sehingga pemerintah negara berkembang seharusnya tidak berasumsi bahwa menandatangani perjanjian investasi bilateral akan mendorong FDI.
Selain, itu studi Bank Dunia 2011, menemukan bahwa ‘ukuran dan besar potensi pasar’ adalah penentu utama dalam menarik FDI dan bukan adanya perjanjian investasi. "Sebagai contoh, Brazil,tidak memiliki Perjanjian Investasi Bilateral, namun Brazil adalah penerima kelima terbesar FDI di dunia pada tahun 2013," ujar Lutfiyah.
Isu fasilitasi investasi ini tidak hanya berbicara tentang kegiatan fasilitasi yang bersifat administrasi, tetapi juga akan mengatur mengenai aspek perlindungan terhadap investor asing di dalamnya. Sebagian besar aturannya akan mengadopsi isu Bilateral Investment Treaty (BIT) yang sangat kontroversial dengan mekanisme penyelesaian sengketa investasi di mana investor asing bisa menggugat negara di lembaga arbitrase internasional.
"Indonesia sudah punya banyak pengalaman digugat oleh investor asing melalui BIT dengan nilai gugatan hingga milyaran dollar. Sehingga isu investment facilitation di WTO hanya akan menguntungkan negara pengekspor investasi ketimbang penerima investasi seperti Indonesia," pungkas Rachmi.
Sebagai informasi, saat ini, masih berlangsung perundingan KTM ke-11 WTO di Buenos Aires, Argentina. Pertemuan yang dibuka tanggal 10 Desember lalu, diperkirakan akan selesai molor dari waktu yang dijadwalkan tanggal 13 Desember waktu setempat. Semakin banyak proposal negara maju yang didesakan tetapi proposal negara berkembang dan agenda Doha tetap mengalami kemandekan. WTO yang disahkan tahun 1995, saat ini mempunyai 164 negara anggota. (mag)Liberalisasi E-Commerce Di RCEP Jangan Hanya Untungkan Pemain Besar
Sabtu, 28/10/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia for Global Justice (IGJ) mendesak kepada Pemerintah Indonesia agar tidak terlalu gegabah dalam membuka sektor ekonomi digital, khususnya e-commerce, dalam perundingan ASEAN Regional Comprehensive Economic Partnerhsip (RCEP) yang dilakukan minggu ini di Incheon, Korea Selatan. Hal ini karena aturan RCEP hanya akan semakin mendorong monopoli korporasi multinasional dibalik agenda e-commerce global.
Desakan ini disampaikan oleh IGJ pada saat usai digelarnya diskusi panel bertema: "Monopoli Multinasional di balik Agenda e-Commerce Global: Posisi Runding Indonesia?", sebagai rangkaian acara dalam Dialog Nasional Indonesian Internet Governance Forum (ID-IGF) 2017 di Kemayoran, Jakarta Utara, (27/10). Diskusi menghadirkan Bhima Yudistira (pengamat ekonomi INDEF), Margiyono Darsasumarja (Komisaris Telkom), dan I Nyoman Adhiarna (Kominfo).
Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, yang juga selaku moderator pada diskusi tersebut menyampaikan, porsi ekonomi digital masih didominasi oleh pemain besar. Pelaku usaha lokal, khususnya pelaku kecil tidak menikmati secara langsung porsi kue ekonomi digital di Indonesia.
"Pasar e-commerce kita memang besar, tetapi persentase penguasaan pelaku lokal masih kecil. Apalagi Marketplace yang ada masih didominasi dengan barang luar ketimbang lokal. Jadi jangan sampai akumulasi keuntungannya hanya dinikmati oleh pemain besar luar, khususnya investor penyandang dana perusahaan rintisan teknologi," jelas Rachmi.
Di dalam diskusi para pembicara memaparkan mengenai terjadinya monopoli korporasi multinasional di dalam kegiatan ekonomi digital. Bahwa share e-commerce Indonesia masih dibawah 2%, rasio wirausahanya juga masih rendah yaitu hanya 30%.
Akumulasi keuntungan dari kegiatan non-tunai masih didominasi oleh pelaku usaha di sektor keuangan, salah satunya adalah perbankan. Hal inilah yang akan semakin mendorong melebarnya ketimpangan, dimana sektor riil mengalami penurunan, sektor jasa keuangan justru mengalami kenaikan pertumbuhan yang cukup tinggi. Apalagi kebanyakan transaksi terjadi diluar, sehingga sulit mengitung berapa keuntungan yang di dapat Negara dari transaksi e-commerce ini.
Terkait dengan beberapa isu di dalam perundingan seperti penghapusan custom duties, perlindungan konsumen, cross border data flow, data localization, non-discrimination on digital product, dan perlindungan hak kekayaan intelektual, pembicara dari Kominfo memaparkan bahwa memang terkadang isu yang dirundingkan sudah sangat jauh dimana terjadi gap dengan negara mitra ekonomi dalam perundingan. Bahkan, terkadang aturan di dalam perjanjian dapat diindikasikan hanya mewakili pemain besar ekonomi digital ketimbang pelaku kecil Indonesia yang sebagian besar hanya sebagai merchant.
"Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagaimana di dalam perundingan RCEP mindset pemerintah harus difokuskan pada perlindungan terhadap pelaku lokal dan pasar lokal, ketimbang meliberalisasi tanpa batasan. Pelaku besar harus dikendalikan, dan pelaku lokal harus diperkuat. Maka tidak perlu tergesa-gesa dalam perundingan RCEP atau FTA lainnya bahkan di WTO sekalipun," tutup Rachmi.
Sebagaimana diketahui, bahwa sejak 17 hingga 28 Oktober 2017 tengah berlangsung perundingan ASEAN RCEP putaran ke-20 berlangsung di Korea Selatan. Beberapa isu yang sedang dirundingkan di Korea seperti Trade in Goods, Trade in Services, Investasi, Intellectual Property, dan Electronic Commerce (E-Commerce). (mag)ICJR: Indonesia Perlu Percepat Ratifikasi Konvensi Anti Perdagangan Orang Asean
Rabu, 04/10/2017 14:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Saat ini, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) akan melakukan persiapan terkait pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) ratifikasi Asean Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP). Konvensi ini diadopsi pada 21 November 2015 dalam Konferensi ASEAN Tingkat Tinggi ke-27 di Kuala Lumpur.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Adhigama Budiman mengatakan, ACTIP adalah suatu instrumen hukum regional yang berlaku bagi negara-negara ASEAN dan mengatur mengenai pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Instrumen hukum ini dilengkapi dengan perlindungan yang lebih efektif terhadap korban perdagangan orang lewat proses penegakkan hukum yang lebih kuat.
"Karena sifat dari TPPO yang lintas negara, maka ACTIP mengatur mengenai mekanisme kooperasi dan kerja-sama antar negara anggota ASEAN," kata Adhi dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (4/10).
Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN, yang telah menandatangani Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak anak, mempunyai kewajiban moral untuk segera meratifikasi Konvensi tersebut. Diharapkan dengan ratifikasi ACTIP oleh Indonesia, Indonesia bisa menjadi partisipan aktif dalam Rencana Aksi ASEAN mengenai Perdagangan Orang (ASEAN Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children).Diluar Indonesia dan Brunei Darussalam, delapan dari sepuluh anggota ASEAN telah meratifikasi Konvensi ini. Pada tahun 2016, pemerintah Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk menyusun Rencana Nasional dan RUU ratifikasi ACTIP.
"Indonesia juga termasuk terlambat melakukan ratifikasi dari konvensi ini sejak diadopsi oleh ASEAN pada November 2015. Ratifikasi ini akan berlaku efektif setelah enam negara ASEAN melakukan ratifikasi," tegas Adhi.
ICJR berpendapat, penundaan ratifikasi ini sangat disayangkan karena dilihat dari beberapa kasus yang ditemukan, kasus TPPO menimbulkan banyak korban, tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga beberapa negara ASEAN. "Kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan dengan perdagangan perempuan paling marak di dunia," terang Adhi.Dalam kasus yang terjadi di Benjina, Maluku misalnya, melibatkan beberapa negara ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand dan Myanmar yang dimana kurang lebih 100 orang yang berasal dari Thailand dan Myanmar direkrut untuk dipekerjakan secara paksa di sebuah perusahaan perikanan oleh warga negara Indonesia dan Thailand. Data Kepolisian Negara Republik Indonesia tahun 2011-2013 menunjuk kan, ada total 509 (lima ratus sembilan) kasus TPPO. Sedangkan di tahun 2015-2016 tercatat total 407 kasus TPPO di Indonesua
"Menyadari akan sifat dari tindak pidana ini yang terorganisir dalam pelaksanaanya dan lintas jurisdiksi, maka sudah seharusnya pemerintah Indonesia bergerak untuk proses harmonisasi masuknya instrumen regional ini kedalam perundangan-undangan Nasional Indonesia," tegas Adhi.
Sejak 2016, Naskah Akademis RUU ratifikasi ACTIP telah diselesaikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Kementerian Hukum dan HAM dan telah diserahkan ke Komisi I DPR-RI. ICJR memandang pengesahan ACTIP sebagai hal yang fundamental karena aturan hukum ini akan membantu dalam penegakkan hukumnya, yang mencakup kebijakan pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan pelaku TPPO yang deliknya bersifat trans-nasional dan secara bersamaan juga mengatur perlindungan da npendampingan korban TPPO.
Kompleksitas dari TPPO dikarenakan tindak pidana ini dilakukan secara terorganisir oleh beberapa pelaku dengan domisili dibawah jurisdiksi yang berbeda-beda. Sehingga proses preventif, penyelidikan, dan penuntutannya membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan korban-korban yang cenderung adalah perempuan dan anak-anak membutuhkan tindakan langsung (prompt action) dari penderitaan yang dialami baik secara mental, fisik, ataupun seksual."Hal ini membutuhkan koordinasi dan kooperasi secara menyeluruh di Asia Tenggara dalam penanganan kasusnya," papar Adhi.
Kehadiran RUU ini adalah untuk melengkapi perturan perundang-undangan yang telah ada dan berlaku di Indonesia. Diantaranya, UU No. 21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan TPPO. UU ini telah mengatur jenis-jenis pelanggaran perdagangan orang dan juga perlindungan-perlindungan korban di dalamnya.Ada beberapa tambahan peraturan yang diatur di dalam konvensi ACTIP, seperti koordinasi lintas negara atau regional, jurisidiksi dari negara-negara, kontrol lintas negara, dan juga beberapa hal lain. Hal-hal tersebut merupakan kebijakan yang belum diatur di dalam UU No.21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan TPPO, beberapa hal khusus dari ACTIP menurut ICJR yakni:
Pertama, ACTIP mengatur mengenai pemberatan ancaman pidana apabila korban yang diperdagangkan terekspos kedalam situasi yang rentan akan penyakit yang mengancam nyawanya, termasuk HIV dan AIDS ataupun kasus TPPO yang melibatkan korban lebih dari 1 orang. UU No.21 Tahun 2007 juga mengatur pemberatan pidana bagi korban TPPO tapi tidak ada aturan mengenai kasus TPPO yang melibatkan korban terancam penyakit mematikan dan juga tidak ada pemberatan dalam hal kasus TPPO yang melibatkan korban lebih dari 1 orang.
Kedua, ACTIP mengatur mengenai tindak pidana terkait dalam kasus TPPO, yaitu proses kriminalisasi pencucian uang. Di dalam legislasi nasional, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) diatur di dalam UU Pencucian Uang No. 08 Tahun 2010. Sedangkan UU No. 21 Tahun 2007 mengenai TPPO tidak mengatur secara spesifik mengenai definisi dari penucian uang, satu-satunya ketentuan yang mengatur mengenai kriminalisasi tindak pidana ini hanya berupa pidana tambahan yang diatur dalam Pasal 15 UU No.21 Tahun 2007, dan itu pun hanya berlaku bagi badan korporasi saja.
Ketiga, ACTIP mengharuskan negara anggota untuk mengkriminalisasi TPPO yang melibatkan penyelenggara negara sebagai tindak pidana korupsi. Tindak Pidana tersebut juga diberikan definisi yang berunsur: perolehan manfaat, secara langsung ataupun tidak langsung, untuk dirinya atau orang lain dalam lingkup tugas kenegaraan. UU No.21 Tahun 2007 Pasal 8 sebenarnya sudah mengatur ketentuan ini dalam unsur penyalahgunaan kekuasan penyelanggara negara."Tetapi dengan unsur yang begitu luas dan tidak jelas ini menyebabkan ketentuan pasal ini tidak dapat diterapkan bagi penyelenggara negara yang terlibat korupsi terkait kasus TPPO," kata Adhi.
"ICJR mendorong upaya DPR-RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU ratifikasi Asean Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP)," pungkasnya. (mag)Menlu Serukan Aksi Bersama Perangi Kejahatan Perdagangan Orang
Jum'at, 29/09/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi menyerukan aksi bersama untuk memberantas dan memerangi kejahatan perdagangan orang yang masih menjadi ancaman besar bagi setiap bangsa. Pernyataan itu disampaikan Retno dalam pertemuan High Level Meeting on the Appraisals of Global Plan of Action on Trafficking in Persons, di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB Ke-72, Rabu (27/9).
Menurutnya, sebagai salah satu negara asal korban perdagangan orang, Indonesia telah mengimplementasikan Global Plan of Action on Trafficking in Persons yang disepakati PBB tahun 2010. "Indonesia telah menjadikan upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebagai salah satu agenda prioritas nasional," ungkapnya, seperti dikutip kemlu.go.id.
Dalam High Level Meeting tersebut, Menlu juga menegaskan komitmen Indonesia untuk meningkatkan upaya pemberantasan TPPO dan perlindungan korban di berbagai lini, baik di tingkat nasional, bilateral, regional maupun multilateral.
Retno mengatakan di tataran nasional, pihaknya telah melakukan berbagai langkah komprehensif dan extra miles melawan TPPO. diantaranya melalui pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PPTPPO); penerapan minimum threshold dalam identifikasi korban; meningkatkan kapasitas petugas konsuler di perwakilan RI di seluruh dunia; membangun rumah perlindungan bagi para korban; membentuk e-protection sebagai basis data kasus-kasus; serta penegakan hukum TPPO melalui metode penelusuran uang.
Sementara pada konteks bilateral, Indonesia terus melakukan diplomasi dan negosiasi kepada negara-negara tujuan korban perdagangan orang asal Indonesia. Seperti di Asia dan Timur Tengah. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama bilateral, terutama melalui pembentukan Nota Kesepahaman dan perjanjian Bantuan Timbal Balik.
Selain itu Indonesia juga aktif mendorong kerja sama regional melalui kerangka ASEAN dan Bali Process. Ia mengatakan sebagai Ketua Bersama Bali Process, Indonesia dan Australia baru saja menyelenggarakan Bali Process Government and Business Forum di Perth, Australia, 24-25 Agustus 2017.
Melalui inisiatif tersebut, Indonesia dan Australia menjadi pelopor untuk melibatkan sektor swasta dalam upaya Pemerintah mencegah TPPO, termasuk bagi tujuan kerja paksa maupun perbudakan. Pertemuan tersebut telah menghasilkan program kerja yang konkrit yang akan dilaksanakan oleh sektor swasta dari negara anggota Bali Process.
Selain itu Menlu Retno juga mengungkit persoalan pengungsi dari Rakhine State, agar negera-negara di dunia mengambil langkah antisipatif agar mereka tidak dieksploitasi dan menjadi korban TPPO. (rm)Jaringan Perdagangan Orang Kirim Warga Lombok ke Suriah
Kamis, 10/08/2017 14:31 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua kelompok jaringan perdagangan orang dibekuk Bareskrim Mabes Polri. Dua kelompok itu mengirimkan orang untuk dipekerjakan secara ilegal ke Suriah dan Abu Dhabi. Dua kelompok itu berasal dari Jakarta dan Lombok.
Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus perdagangan orang ke Suriah dan Abu Dhabi. Dalam kasus tersebut, polisi berhasil mengungkap dua jaringan yang berada di Jakarta dan Lombok.
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menyebut dua jaringan perdagangan orang dari Lombok mengirim orang ke Suriah. Sedang jaringan dari Jakarta mengirim ke Abu Dhabi. Ari menyebut dalam kasus ini ada korban yang dieksploitasi tidak dibayar, dan dianiaya.
"Dari hasil pengungkapan itu, polisi berhasil mengamankan delapan tersangka. Dua orang merupakan anggota jaringan yang ada di Lombok, sedangkan enam orang berasal dari jaringan di Jakarta," Kepala Ari Dono di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (10/8).
Kelompok asal Jakarta diantaranya Fadel Assegaf (39), Muliati (37), Hera Sulfawati (47), Abdul Rachman Assegaf (59), Husni Ahmad Assegaf, Abdul Badar (35). Sedang dari Lombok, diantaranya Hj Pariati (51), Baiq alias Evi (41).
Aksi pengungkapan kejahatan ini dilakukan oleh Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Mabes Polri.
Menurut Ari, modus operandi yang dilakukan para tersangka adalah dengan penyalahgunaan visa. Selain itu mereka juga melakukan pemalsuan KK dan KTP. "Salah satu antaranya adalah anak perempuan di bawah umur, umur 14 tahun yang identitasnya dipalsukan menjadi 19 tahun," tutur Ari.
Menurut Ari pengungkapan kasus ini berawal pada awal 2017, dimana timnya memperoleh laporan dari salah satu korban. Hasil penyelidikan dengan memeriksa korban. Awalnya korban dijanjikan pelaku akan dipekerjakan di Qatar dengan gaji Rp 4 juta per bulan.
"Namun korban dipekerjakan di Damaskus selama 2 tahun dan berpindah majikan 3 kali, di mana pada majikan ke-1 dan ke-2 korban tidak digaji, sedangkan pada majikan ke-3 korban mendapatkan gaji USD 200 selama 5 bulan saja," ungkapnya.
Dari pengakuan korban ini, polisi kemudian menangkap Hj Pariati, yang merupakan perekrut korban dari Lombok, Nusa Tenggara Timur.
Ari Dono mensinyalir kedua jaringan ini telah mengirimkan ratusan TKI dari NTB ke Damaskus via Malaysia secara ilegal. Sebab para pelaku telah beroperasi sejak tahun 2014-2017. Keuntungan yang didapatkan para pelaku ditaksir mencapai 10-15 juta per Calon TKI yang mendaftar, sehingga diduga keuntungan yang didapat para pelaku mencapai ratusan juta rupiah.
Disebutkan Ari, jaringan perdagangan orang dari Lombok dikirim ke Suriah, sedangkan jaringan dari Jakarta dikirim ke Abu Dhabi. Dari hasil pengungkapan perdagangan orang tersebut, polisi mengamankan delapan tersangka. Dua orang merupakan jaringan yang di Lombok, sedangkan enam orang berasal dari jaringan di Jakarta.
Dari penangkapan tersebut, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, seperti buku tabungan dan visa. Ari Dono menjelaskan akan terus mengembangkan kasus ini.
"Ada 2 buku tabungan, perangkat komputer, handphone, 10 visa ke Timur Tengah, paspor 29, 46 formulir pendaftaran CTKI ke timur tengah, nanti akan kita kembangkan supaya bisa dikenakan dengan UU tindak pidana pencucian uang," kata Ari. (dtc/rm)Indonesia Pertanyakan Larangan Ekspor Sejumlah Produk ke Nigeria di WTO
Selasa, 20/06/2017 16:51 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Delegasi Indonesia di World Trade Organization (WTO) mempertanyakan larangan dan hambatan masuknya produk ekspor Indonesia ke Nigeria. Pernyataan itu disampikan delegasi Indonesia yang dipimpin Duta Besar Sondang Anggraini saat sesi pleno Trade Policy Review (TPR) terhadap Nigeria.
Duta Besar Sondang Anggraini menyampaikan bahwa dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2012-2016, perdagangan bilateral antara Indonesia dan Nigeria terus mengalami penurunan, dari AS$ 3,1 miliar di tahun 2012 menjadi AS$ 1,6 miliar di tahun 2016. "Penurunan tersebut akan berlanjut bila Nigeria tidak menghapus hambatan perdagangan terhadap jenis produk yang diekspor Indonesia," ujarnya saat sesi pleno TPR Nigeria, 15 Juni 2017 lalu seperti dikutip kemlu.go.id.
Untuk itu secara spesifik, Indonesia meminta Nigeria untuk menghapus hambatan non-tarif, seperti halnya kebijakan bank sentral Nigeria yang menyulitkan importir bagi 41 jenis barang tertentu untuk memperoleh valuta asing dari lembaga keuangan di Nigeria.
Ke 41 jenis produk itu adalah produk-produk ekspor Indonesia seperti furnitur, semen, sabun, dan minyak sawit. Indonesia juga mempertanyakan basis – termasuk basis ilmiah – dari penentuan 41 kategori barang yang dilarang tersebut.
Selain Indonesia juga mempermasalahkan kebijakan non-tarif lainnya, seperti pemberlakuan daftar larangan impor yang melarang importasi barang tertentu termasuk ekspor produk semen, sabun mandi, deterjen, alas kaki, dan furnitur dari Indonesia.
Indonesia lalu meminta Nigeria menjelaskan justifikasi dari pelarangan impor tersebut, termasuk justifikasi dalam melanggar ketentuan WTO – sebagaimana yang dilakukan Nigeria dengan melarang importasi produk-produk dimaksud.
Dalam kesempatan itu delegasi Nigeria yang dipimpin Penasehat Senior Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Investasi Nigeria, Duta Besar Chiedu Osakwe menanggapi berbagai pertanyaan Indonesia.
Chiedu menyampaikan, bahwa produk furnitur sudah ditarik dari daftar larangan impor, sedangkan untuk produk semen dan sabun diperbolehkan pengiriman dalam jumlah besar dan bukan yang sudah dikemas untuk dijual secara eceran. Terkait dengan justifikasi ilmiah atas pelarangan impor, Nigeria menjanjikan jawaban setelah memperoleh verifikasi lebih lanjut dari otoritas di Nigeria.
Proses evaluasi ke-5 kebijakan perdagangan Nigeria ini telah ditutup. Namun demikian, dan sebagaimana proses TPR selama ini, delegasi Indonesia akan terus memantau tanggapan pihak Nigeria atas pertanyaan tambahan dari Indonesia. (rm)MK Hapus Semua Wewenang Mendagri Batalkan Perda
Rabu, 14/06/2017 19:00 WIBPembatalan produk hukum berupa peraturan di bawah undang-undang itu bisa dibatalkan jika dilakukan melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung.