-
Ancaman PPP Mundur dari Pansus KPK
Kamis, 21/12/2017 13:55 WIBPartai Persatuan Pembangunan (PPP) mengancam mundur dari Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK di DPR. Ancaman itu akan direalisasi jika Pansus belum menyelesaikan kerjanya pada masa sidang berikutnya.
"PPP sejak masa sidang yang lalu telah meminta kepada pimpinan dan anggota Pansus agar Pansus menyelesaikan masa kerjanya paling lambat akhir masa sidang yang akan datang (pertengahan Februari)," kata anggota Pansus Angket KPK dari Fraksi PPP, Arsul Sani, Kamis (21/12).
PPP sejauh ini belum memutuskan akan menarik diri dari keanggotaannya di Pansus. Saat ini Pansus masih menyusun laporan akhir untuk memberikan rekomendasi kepada KPK selaku objek Pansus Angket.
"Kami sampaikan, kalau sampai masa sidang yang akan datang tidak selesai, ya kami akan mundur," sebut Arsul.
Keberadaan Pansus Angket KPK kembali dipertanyakan setelah Golkar memilih ketum baru, yaitu Airlangga Hartarto. Sebagai penyumbang anggota terbesar, Golkar akan menggelar rapat internal untuk menentukan sikap terkait Pansus.
"Kami akan adakan rapat internal karena, berdasarkan mekanisme, itu ada mekanismenya di dalam DPR. Nah, tentu masa sidang kan sebetulnya akan mulai. Golkar nanti menyampaikan posisinya dalam masa sidang tersebut," ucap Airlangga, Rabu (20/12) malam. (dtc/mfb)Mahasiswa UI Minta Pansus Angket KPK Dibubarkan
Kamis, 05/10/2017 17:44 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sepak terjang Pansus Hak Angket KPK selama ini ternyata mulai membuat gerah kalangan mahasiswa. Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mulai turun untuk berdemonstrasi di depan gedung MPR/DPR. Mereka mendesak agar Pansus Hak Angket KPK dibubarkan.
Ratusan mahasiswa itu mendatangi gedung DPR sekitar pukul 15.37 WIB, Kamis (5/10/2017). Mereka melakukan unjukrasa di depan pintu gerbang utama gedung DPR/MPR di Jalan gatot Subroto.
Dengan mengenakan jaket almamater berwarna, mereka berbaris rapi untuk menyuarakan tuntutannya. Selain membawa sejumlah sepanduk, mereka juga mengusung kertas bergambar Setya Novanto dan kendaraan bermuatan sound sistem untuk orasi.
Dalam orasinya, para demonstran mengungkit hasil praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah mencabut status tersangka Ketua DPR Setya Novanto. Demonstran mempertanyakan putusan hakim tunggal yang menyatakan status tersangka Novanto dalam perkara dugaan korupsi e-KTP tidak sah.
"Ada kelucuan dari hakim, sebut saja alat bukti tidak sah karena alat bukti telah digunakan untuk kasus lain," ungkap orator bernama El Lutvi. (dtc/rm)Pansus Angket KPK Siap Gunakan Mekanisme Pemanggilan Paksa
Senin, 02/10/2017 18:47 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya mengaku bisa menggunakan mekanisme pemanggilan paksa terhadap KPK jika setelah pemanggilan ke 3 kalinya tak hadir.
"Pansus akan memanggil KPK sesuai mekanisme yang berlaku. Jika sampai 3 kali KPK tidak hadir, kami dapat menggunakan mekanisme pemanggilan paksa yang dibantu Polri," ujarnya, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/).
Saat ini Pansus Hak Angket KPK masih menjadwalkan pertemuan dengan KPK. Menurutnya ada beberapa hal yang akan ditanyakan kepada KPK. "Kita ingin menginventarisir kembali hal-hal yang perlu kita dalami lagi, sama masih berkaitan dengan 4 aspek objek penelitian Pansus. Masalah kelembagaan, kewenangan, SDM, dan penggunaan anggaran supaya temuan kita lebih akurat," sebut Eddy
"Jadi sesuai aturan. Kalau nanti sudah memenuhi syarat lain, kita akan panggil lagi. Kalau nggak datang ya panggil 3 kali, ini kan baru sekali. Kalau nggak datang juga, kita akan lakukan upaya hukum sebagaimana diatur MD3," imbuhnya.
Menurut dia sesuai mekanisme yang diatur, Pansus dapat memanggil paksa KPK jika 3 kali menolak hadir. Menurut Eddy, polisi harus membantu Pansus karena itu sudah diatur dalam undang-undang. "Iya iya, itu kan UU. Harus dukung dong Polri," ujranya. (dtc/rm)PKS Akan Tolak Opsi Perpanjangan Pansus Angket KPK
Senin, 25/09/2017 22:30 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Fraksi PKS menegaskan akan menolak rencana Pansus Hak Angket KPK atas opsi memperpanjang masa kerjanya. Sebelumnya muncul opsi agar Pansus Angket memperpajang masa kerjanya setelah kerja mereka ditetapkan berakhire pada 28 September mendatang
"Sejak awal kita gentleman. Ini negara demokrasi. Kita hargai teman-teman yang bersikap aktif dan menyetujui Pansus tersebut. Itu adalah keputusan DPR yang di mana voting secara aklamasi kami yang setujui. Tentu mereka yang akan ambil sikap," ujar Wakil Ketua F-PKS Ecky Awal Mucharam di Gedung DPR, Senayan, Senin (25/9).
Ecki mengatakan jika Pansus memperpanjang masa kerjanya, maka PKS akan konsisten tidak mengirim wakil mereka ke Pansus.
Terkait isi rekomendasi Pansus Angket, secara diplomatis Ecky mengatakan secara logika sudah jelas sejak awal PKS tidak sependapat dengan pembentukan Pansus ini. " Hingga Kita akan komitmen dengan sikap, tinggal fraksi-fraksi yang setuju pada waktu paripurna pembentukan, silakan media cek lagi," kata dia.
Ecky juga menegaskan sikapnya soal wacana menyatakan hak menyatakan pendapat DPR terkait Pansus KPK tersebut. PKS menurutnya, sudah pasti menolak bila wacana tersebut digulirkan.
"Sikap PKS jelas. Kalau hak menyatakan pendapat terkait dengan keputusan tersebut, kita tak akan sependapat," ujarnya.
Ecky menegaskan bahwa sejak awal PKS sejak menolak kehadiran Pansus Angket KPK yang diketok Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. "Sudah pasti, PKS juga akan menolak rekomendasi Pansus," ungkapnya.
meurutnya jika keputusan menolak maka hasil rekomendasi juga akan menolak. hany saja Ecky mengaku belum tahun judul yang akan disampaikan. Misal judul terkait pemberantasan korupsi dikaitkan dengan Densus Antikorupsi, bagaimana kewenangan kepala negara karena tanggung jawab pemberantasan korupsi ada di kepala negara. "Sikap kepala negara seperti apa, kita lihat lagi," tambah Ecky. (dtc/rm)Mengapa Pansus Angket KPK Serang Agus Rahardjo?
Jum'at, 22/09/2017 21:14 WIBKPK menganggap tudingan Pansus Hak Angket soal dugaan penyimpangan saat Agus Rahardjo menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) janggal. Sebab, hal tersebut tidak terkait pelaksanaan tugas KPK.
"Kalau sekarang dimunculkan oleh beberapa anggota Pansus Angket, tentu saja menurut kami sebuah kejanggalan. Dari hal yang disebutkan tadi, kita tahu sebenarnya kalaupun hak angket bisa memproses KPK sebagai objeknya (sebenarnya itu sedang diuji di MK), tapi kalaupun bisa, objeknya harusnya terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (22/9).
"Apakah persoalan-persoalan masa lalu, kalaupun benar, apakah itu termasuk objek atau ruang lingkup Pansus Angket, tentu itu pertanyaan serius," tuturnya.
KPK memilih memprioritaskan penanganan kasus korupsi ketimbang menanggapi tudingan Pansus Angket. Terlebih ini bukan pertama kalinya KPK mendapat serangan.
Ada dua kasus besar yang menjadi fokus utama KPK saat ini. Seperti kasus megakorupsi e-KTP yang menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun serta kasus BLBI yang dugaan kerugiannya ditaksir lebih dari Rp 3,7 triliun.
"Tapi kami tidak akan terlalu menghabiskan sumber daya dan energi untuk memikirkan hal itu. Karena kami sadar betul sekarang banyak kasus besar yang harus kita hadapi. Energi KPK akan lebih fokus menangani kasus besar, seperti e-KTP," ucap Febri.
"Kemudian kita juga menangani kasus lain yang lebih besar misalnya indikasi kerugian negaranya, yaitu BLBI. Ada pula sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang kita hadapi. Energi KPK yang terbatas lebih baik di prioritaskan ke sana," lanjutnya.
Pansus Hak Angket KPK sebelumnya mengklaim mengantongi informasi baru terkait dugaan penyimpangan yang dilakukan Agus Rahardjo.
"Kami menerima laporan dan informasi yang sangat akurat dan legitimate. Kami terima info penyimpangan terkait pengadaan alat berat pada penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga DKI tahun 2015," kata anggota Pansus Angket KPK Arteria Dahlan dalam jumpa pers di Hotel Santika, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (20/9).
LKPP terkait pengadaan Pakkat Road Maintenance Truck, menurut Arteria, diduga tidak melakukan evaluasi sebagaimana tugas yang diemban. Ketiadaan evaluasi, sambung Arteria, berdampak pada terjadinya penyimpangan.
"Kami menemukan indikasi pada saat ini adanya penyimpangan yang dilakukan LKPP yang sayangnya pimpinan pada saat itu Pak Agus Rahardjo," ujar politikus PDI Perjuangan ini. (dtc/mfb)"Target Khusus" Pansus Angket KPK
Kamis, 21/09/2017 13:00 WIBPansus Hak Angket KPK DPR telah secara spesifik mengarahkan "bidikannya" pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mempersoalkan kasus dugaan penyimpangan Ketua KPK Agus Rahardjo saat menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Pansus KPK Persoalkan CCTV OTT BPK
Jum'at, 15/09/2017 14:00 WIBAgun tak menampik jika ada hal mencurigakan dalam rekaman soal OTT itu. Namun, dia tak ingin berburuk sangka terlebih dahulu.
MK Tolak Ketok Putusan Sela Gugatan Hak Angket KPK
Rabu, 13/09/2017 20:00 WIBMajelis hakim konstitusi telah mengambil sikap tidak mengeluarkan putusan sela untuk Hak Angket KPK dalam judicial review Pasal 79 ayat 3 UU MD3. Salah satu pemohon gugatan ini mengaku kecewa atas sikap MK yang menolak mengeluarkan putusan sela.
Salah satu pemohon judicial review yang juga peneliti ICW Donald Fariz menyatakan kekecewaannya pada putusan sela tersebut. Dia mempertanyakan majelis konstitusi mengapa mereka tidak menunggu hakim Sadil Irsa pulang pergi haji baru melakukan rapat pemusyawaratan hakim (RPH).
"Ada apa RPH dilakukan Rabu, sementara Saldi sudah datang sejak Senin. Ada jeda 3 hari. Kenapa nggak tunggu RPH dengan jumlah ganjil dan paksakan hakim genap sehingga terbelah," tegas Donald di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Setelah MK menolak putusan sela, Donald mengatakan pihak pemohon akan mengupayakan strategi lain dalam sidang. Namun dia tidak mau menjelaskan apa strategi tersebut.
Sedangkan, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta jangan ada pihak yang menyebut MK tidak pro pemberantasan korupsi karena putusan mereka. "Jangan sampai keluar di sini, diteriakin MK-nya tidak pro dengan anti korupsi karena menolak putusan provisi untuk menghentikan panitia angket," kata Arsul di lokasi yang sama.
Arsul yang juga anggota Pansus Angket KPK mengatakan bila DPR sejak awal akan menghormati apapun putusan sela yang dikeluarkan MK. Termasuk bila ternyata MK mengabulkan putusan sela.
"Saya kira itu kewenangan Mahkamah Konstitusi sepenuhnya. Bagi kami yang di DPR itu, dari awal kita sudah sepakat bahwa proses yang ada di MK ini kita hormati apapun putusannya. Kalau misalnya bagi DPR misalnya mengabulkan (putusan sela) ya patuh saja," ucap Sekjen PPP itu.
Sebelumnya, MK menolak mengeluarkan putusan provisi (sela) untuk Hak Angket KPK. Keputusan tersebut diambil dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH). Dengan adanya putusan sela ini, pansus angket KPK yang dibentuk DPR tetap bisa berjalan.
"Sidang dalam permohonan pengujian UU Nomor 17/2014 terhadap UUD 1945 dilanjutkan tanpa penjatuhan putusan provisi," ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman, Rabu (13/9).
Anwar mengatakan, MK mengadakan rapat untuk mengambil keputusan apakah MK perlu mengeluarkan putusan sela atau tidak, pada Rabu (6/9) lalu. Rapat dihadiri oleh 8 hakim konstitusi yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin Adams, Manahan Sitompul, Maria Farida Indrati, Suhartoyo, I Dewa Gede Palguna. Sementara hakim Saldi Isra tidak hadir karena sedang pergi haji.
"Berhubung dalam rapat permusyawaratan hakim dimaksud, mufakat tidak tercapai, meskipun telah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Maka sesuai dengan ketentuan pasal 45 ayat 7 Undang-undang Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 8/2011 tentang perubahan atas Undang-undang 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya disebut sebagai UU MK. Keputusan diambil dengan suara terbanyak, namun berhubung putusan dengan suara terbanyak tidak dapat diambil, dikarenakan 4 orang hakim berpendapat permohonan putusan provisi ditolak dan 4 orang hakim lainnya berpendapat permohonan putusan provisi beralasan untuk dikabulkan," papar Anwar.
Karena suara sama kuat, maka suara Arief Hidayat yang merupakan Ketua MK menjadi penting. Ternyata, Arief berada di pihak yang menolak adanya putusan provisi. Selain Arief ada 3 hakim lagi yang menolak putusan provisi yaitu Anwar Usman, Aswanto dan Wahiduddin Adams. (dtc/mfb)Komisi III Akan Cecar KPK Soal Temuan Pansus Angket di Forum RDP
Senin, 11/09/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menghadiri undangan Komisi III dalam rapat dengar pendapat yang dijadwalkan berlangsung hari ini, Senin (11/9)
"Kami merencanakan datang hari ini untuk menghormati tugas Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (11/9).
Panggilan hari ini merupakan penjadwalan ulang dari Rabu (6/9) pekan lalu. Saat itu alasan KPK lantaran pimpinan tidak dapat hadir utuh karena sebagian sedang bertugas di luar kota. Sementara hari ini KPK memastikan pimpinan akan hadir.
"Pimpinan tentu akan hadir," ucap Febri.
Beberapa hari belakangan ini diketahui hubungan antara KPK dan DPR seakan berjarak. Terutama menyangkut konflik Pansus Hak Angket KPK yang dibentuk sebagian anggota Komisi III. Pansus sempat beberapa kali mengundang KPK untuk menghadiri forum Pansus menolak hadir dengan alasan KPK masih menunggu status keabsahan Pansus. Hal itu memicu memanasnya hubungan dua lembaga KPK dan DPR.
Namun KPK sepertinya membedakan antara Komisi III dengan Pansus sehingga KOK bersedia hadir dengan undangan Komisi III DPR. Agenda pembahasan rapat dengar pendapat itu akan membahas fungsi KPK dalam penanganan kasus korupsi dan sistem pengawasan terhadap pengelolaan dan manajemen aset hasil tindak pidana korupsi di KPK.
"Materi yang kita siapkan untuk RDP berkisar pada pelaksanaan tugas penindakan dan pencegahan KPK, perlindungan saksi dan pelapor, koordinasi dan supervisi, pengelolaan barang sitaan dan rampasan serta pengelolaan alat bukti," ungkap Febri.
Sebelumnya Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo juga menyampaikan akan mengonfirmasi soal pernyataan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman, saat dimita keterangan oleh Pansus Angket KPK.
"Kemudian kami minta penjelasan juga kepada KPK soal apa yang disampaikan Aris Budiman," ujar Bambang di sela-sela peluncuran bukunya berjudul ´Ngeri-ngeri Sedap´ di cafe Leon, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, Minggu (10/9).
"Termasuk juga statement Agus sebagai Ketua KPK bahwa akan menerapkan Pasal Tindak Pidana Korupsi bagi Pansus," lanjutnya.
Sepertinya forum Komisi III akan dijadikan DPR untuk mengkonfirmasi sejumlah temuan selama proses penelusuran Pansus Angket KPK. Sebab selama ini KPK menolak hadir untuk memberikan keterangan kepada Pansus Angket KPK. (dtc/rm)Pandangan Jaksa Agung soal Fungsi Penuntutan KPK
Minggu, 10/09/2017 20:15 WIBJaksa Agung M Prasetyo menyinggung soal pengalihan fungsi penuntutan yang dimiliki KPK. Menurut Prasetyo, hal itu masih sebatas wacana. "Karena sekarang belum punya putusan, masih wacana, kita lihat saja nanti. Kita belum boleh mendahului itu," kata Prasetyo, Minggu (10/9).
"Ini kan masih wacana ya masih rekomendasikan. Kita baru akan laksanakan apa-apa yang diputuskan undang-undang," kata Prasetyo menambahkan.
Prasetyo menegaskan bila tugas Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak akan tumpang tindih. Menurutnya, masing-masing institusi sudah memiliki pijakan masing-masing.
"Nggak ada, nggak ada (tumpang tindih). Selama masing-masing itu mematuhi regulagi yang ada, undang-undang yang ada. Ya kita harapkan tidak tumpang tindih," kata Prasetyo.
Meski demikian, Prasetyo menyinggung soal peran KPK untuk mendorong kepercayaan publik terhadap penegak hukum lain. Menurutnya, fungsi pencegahan KPK perlu perbaikan.
"Jadi tolak ukur keberhasilan mereka antara lain itu sejauh mana mereka berhasil mendorong penegak hukum yang ada semakin dipercaya masyarakat," ujarnya menambahkan.
"Kita harapkan mereka punya fungsi supervisi, koordinasi dan kita lihat fungsi pencegahan, dan masih perlu perbaikan lagi. Perlu pembenahan," ujar Prasetyo.
Sebelumnya pada Kamis (13/7), Pansus Hak Angket KPK di DPR mendatangi Kejagung. Pansus akan menggali soal fungsi penuntutan KPK dalam satu kasus korupsi.
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengaku berkoordinasi dengan Jaksa Agung soal aturan dan fungsi penuntutan KPK dalam satu perkara korupsi. Dia ingin menanyakan korelasi UU Tipikor dengan UU Kejaksaan soal penuntutan.
"Fungsi penuntutan ada di Kejaksaan Agung, bagaimana korelasinya terkait Pasal 39 UU Tipikor, di mana semua substansi tuntutan ada koordinator. Juga terkait UU Kejaksaan di mana Jaksa Agung penuntut tertinggi," kata Agun di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7). (dtc/mfb)PKS Menolak Ide Pembekuan KPK
Sabtu, 09/09/2017 20:41 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - PKS menyatakan menolak wacana pembekuan keberadaan Komisi Pemberasan Korupsi (KPK), sebagai mana dilontarkan politikus PDIP yang juga anggota Pansus Hak Angket KPK Henry Yosodiningrat. PKS menyatakan menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK.
"PKS sejak awal tegas menolak pelemahan KPK. Ide untuk melemahkan KPK harus ditolak," ujar Wasekjen PKS Mardani Ali Sera, Sabtu (9/9).
Mardani mengatakan, saat ini KPK justru perlu dukungan untuk memberantas pratik korupsi di negeri ini. PKS justru menginginkan adanya penguatan KPK.
Menurut Mardani, KPK justru harus diberikan SDM dan anggaran terbaik. "Insya Allah 10 tahun ke depan kita akan merasakan Indonesia kian dekat pada zero corruption," kata Mardani.
Anggota Pansus Hak Angket KPK Henry Yosodiningrat sebelumnya meminta KPK dibekukan. Wacana itu dilontarkan atas dasar temuan-temuan yang sudah didapat pansus angket selama Pansus tersebut melakukan penyelidikan.
"Rekomendasi dari kita apa misalnya, merevisi (UU KPK). Kalau perlu sementara setop dulu (bekukan) deh misalnya. KPK setop. Ini tidak mustahil," kata Henry, Jumat (8/9).
Namun pernyataan kader PDIP ini justru disanggah Petinggi PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan PDIP tidak dalam posisi merekomendasikan pembekuan KPK.
"Rekomendasi yang dipersiapkan partai tetap bertitik tolak pada tugas KPK di dalam mencegah dan memberantas korupsi," tutur Hasto. (dtc/rm)Pansus Angket Bakal Bekukan KPK?
Sabtu, 09/09/2017 17:42 WIBAnggota Pansus Hak Angket KPK di DPR Henry Yosodiningrat meminta agar KPK dibekukan. Permintaannya dilandasi temuan-temuan yang sudah didapat pansus angket sejauh ini.
Jimly Desak MK Segera Putuskan Keabsahan Pansus Angket KPK
Jum'at, 08/09/2017 12:00 WIB
JAKARTA,GRESNEWS.COM - Mantan Ketua MK yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menganjurkan Mahkamah Konstusi (MK) segera mengeluarkan putusan tentang keabsahan Pansus Hak Angket KPK di DPR. Jimly menilai persoalan KPK adalah masalah genting yang harus segera diselesaikan.
Sebelumnya Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa meminta masukan dari berbagai pihak. Salah satunya, kepada Jimly Asshiddiqie. Sebab kendati kerja Pansus Hak Angket telah menjelang akhir, pimpinan KPK hingga saat belum bersedia memenuhi panggilan Pansus. Alasanya mereka masih menunggu putusan dari MK terkait status keabsahan pansus tersebut.
Dalam hal ini Jimly menganjurkan agar MK segera mengeluarkan putusan. Jimly juga menyarankan agar pansus berkirim surat ke MK untuk meminta prioritas disegerakan putusannya.
"Saya dengar sidangnya sudah, kenapa lama-lama ini kan masalah genting," kata Jimly saat menerima sejumlah anggota Pansus Angket KPK di Kantor ICMI, Jln Proklamasi Jakarta Selatan, Kamis (7/9), seperti dikutip dpr.go.id.
Jimly sendiri menganjurkan KPK dapat menghadiri panggilan Pansus Angket. "Saya menganjurkan KPK nanti kalau dipanggil ya hadir saja. Tapi tentu KPK menunggu proses hukum. Proses yang terjadi sekarang di Mahkamah Kosntitusi sedang memerikasa perkara judicial review yang diajukan beberapa kelompok," tutur Jimly.
Selain Ketua Pansus Angket KPK, kunjungan ini juga dihadiri Wakil Ketua Pansus Masinton Pasaribu, anggota lainnya, dari Fraksi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat, dari Fraksi PPP Anas Thahir, dan dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi. (rm)MK Gelar Uji Keabsahan Pansus Hak Angket KPK
Selasa, 05/09/2017 13:00 WIB
JAKARTA,GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Selasa (5/9) mengagendakan kembali menggelar sidang uji materi terhadap UU MD3 terkait objek keabsahan hak angket terhadap KPK. KPK berharap majelis hakim dapat mengeluarkan putusan sela atau putusan provisi sebelum proses sidang mencapai putusan final. Sehingga KPK memiliki kejelasan tentang keabsahan status Pansus Hak Angket oleh DPR.
"Meskipun undang-undang yang diuji UU MD3, kita siap menjadi pihak terkait dan tentu kita berharap pada ke-9 hakim MK yang sangat kita hormati untuk mempertimbangkan dan memutus seadil-adilnya," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jakarta Selatan, kemarin.
Gugatan itu sebelumnya diajukan oleh sejumlah pegawai KPK secara perorangan dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Dalam hal ini KPK secara lembaga hanya sebagai pihak terkait. Sebagai pihak terkait, menurut Febri, KPK sebenarnya tidak berperan langsung sebagai penggugat. Namun Febri menyampaikan pentingnya putusan sela majelis hakim dalam perkara tersebut.
"Kami lebih dalam posisi menyimak proses persidangan dan hasilnya nanti di MK. Kalau memang ada, putusan sela atau putusan provisi sesuai yang dimintakan para pemohon, itu akan lebih membuat terang persoalan atau perdebatan yang ada saat ini," ujar Febri.
Salah seorang pihak pengugat dari Wadah Pegawai (WP) KPK mengkonfirmasi bahwa sidang lanjutan uji materi tersebut akan digelar pada hari ini. Dia mengaku akan hadir bersama 3 rekannya.
"Uji materi Pansus Hak Angket di MK pukul 11.00 WIB agendanya saksi dan keterangan DPR," kata Lakso Anindito salah satu pihak penggugat.
Pihak penggugat lainnya,dari ICW, juga menyatakan akan hadiran. Dalam persidangan kali ini, direncanakan akan menghadirkan seorang saksi dari eks pimpinan KPK.
"Kami akan menghadirkan Bambang Widjojanto sebagai saksi. Itu sudah ada undangannya," kata peneliti ICW Donal Fariz saat dihubungi terpisah. (dtc/rm)Saling Ancam Antara KPK dan Pansus Angket DPR
Senin, 04/09/2017 20:00 WIB
AKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik antara Pansus Hak Angket dan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) semakin memanas. Setelah
Ketua KPK Agus Rahardjo mengancam akan menerapkan pasal merintangi kerja KPK terhadap anggota Pansus Hak Angket DPR kini, Komisi III DPR sebagai mitra KPK mengancam balik akan membawa pernyataan Agus ke ranah hukum.
"Tentu akan kita persoalkan," ujar anggota Komisi III DPR Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/9).
Arsul menegaskan, internal Komisi III serius menyikapi ucapan Agus. Mereka pun berencana melaporkan Agus ke polisi.
Menurut Arsul dilingkungan internal Komisi tengah berkembang diskusi, membangun wacana untuk melaporkan KPK juga. Komisi III, kata Arsul, rencananya akan melaporkan Agus ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri. "Ke tindak pidana umum ke Polri lah," ujarnya.
Sebelumnya, Agus menyatakan akan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi soal keabsahan Pansus Hak Angket KPK. Setelah ada putusan dari MK ia menyatakan bisa menerapkan Pasal UU Tipikor ke Pansus Angket.
"Kita sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice (merintangi penyidikan) kan bisa kita terapkan. Karena kita sedang menangani kasus yang besar selalu dihambat," ujar Agus di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Kamis (31/8). (dtc/rm)