-
Era Mobil Listrik Menandai Geliat Industri Nikel, Menakar Peluang Indonesia
Sabtu, 16/01/2021 21:34 WIBJonan Optimis 2018 Taget Rasio Elektrifikasi Terlampaui
Sabtu, 13/01/2018 13:01 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan optimis target rasio elektrifikasi sebesar 95,15% pada 2018 akan tercapai. Sebab rasio elektrifikasi pada 2017 juga telah melampai target, yakni sebesar 94,91% akhir 2017 dari target 92,75%.
Jonan mengatakan rasio elektrifikasi akhir 2017 mencapai 94,91% dari target 92,75%. Sementara untuk 2018 ditargetkan 95,15%. "Saya yakin tahun ini melebihi, minimal 97,50%. Dengan begitu saya mau (rasio elektrifikasi) 99,99% pada akhir 2019," kata Jonan di Bali, Kamis (11/1).
Untuk mengejar terget tersebut, Jonan akan melakukan upaya menambah pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) baik off grid dan on grid serta penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).
"Banyak bangun pembangkit listrik EBT yang independen (off grid). ´Kan banyak di daerah-daerah Timur," ungkap Jonan, seperti dikutip esdm.go.id.
Pemerintah, menurut Jonan, akan menugaskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) membangun pembangkit listrik EBT off grid. Pengalihan penugasan ini dimaksudkan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian ESDM bisa dimanfaatkan untuk program-program lain yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti Penerangan Jalan Umum (PJU).
Selain pembangkit EBT off grid, Pemerintah juga gencar menggenjot pembangunan pembangkit on grid. Salah satu pembangkit EBT on grid yang segera beroperasi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap I. Bahkan, pembangkit dengan kapasitas 75 MW dari 30 turbin ini rencananya akan segera diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Januari 2018 ini.
Upaya lain Jonan adalah dengan pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di daerah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar). "Tahun lalu hampir seribu desa dipasang. Tahun ini akan ada sekitar 1.500 desa yang dibagikan LTSHE," ujar Jonan.
Disebutkan Jonan dua program itu akan menjadi prioritas untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional di samping tetap menjalankan program-program normal, seperti listrik perdesaan dan 35.000 MW. (rm)Listrik Sebagian Wilayah Jakarta dan Banten Alami Pemadaman
Selasa, 02/01/2018 12:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemadaman listrik wilayah Jakarta dan sekitarnya warnai awal tahun 2018. Listrik padam sejak pagi ini, Selasa (2/1) di beberapa lokasi. Gangguan aliran listrik itu terjadi diareal yang cukup luas, dari wilayah Jakarta Bagian Barat hingga sebagian Kawasan Banten.Padamnya listrik sempat menyebabkan layanan Kereta Rel Listrik di wailayah Jabotabek mengalami gangguan dan tak berfungsi.
Menurut Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Disjaya, Dini Sulistyawati, gangguan listrik di wilayah Jakarta ini disebabkan adanya gangguan dari subsistem Muara Karang-Gandul pada pukul 07.18 WIB.
"Subsistem Muara Karang-Gandul ada gangguan, tadi pukul 07.18 WIB. Trafo IBT-nya yang bermasalah," ungkap Dini, Selasa (2/1).
Namun Dini mengatakan untuk saat ini, pasokan listrik sudah dialihkan ke subsistem lain. Karena itu, listrik di sebagian wilayah Jakarta sudah mulai kembali normal secara perlahan.
"Saat ini sebagian sudah menyala. Jadi dimanuver ke subsistem lain. Jadi berlangsung mungkin sebentar lagi akan menyala semua," ujarnya.
Disebutkannya bebebrapa wilayah di Jakarta yang masih mengalami gangguan listrik antara lain Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
"Masih ada beberapa titik lagi, sebagian Jakarta barat, sebagian Jakarta selatan. Soalnya Muara Karang-Gandul bukan cuma menyuplai listrik wilayah Jakarta saja," tuturnya. (dtc/rm)Selama Libur Natal-Tahun Baru Pasokan Listrik dan BBM Aman
Rabu, 27/12/2017 08:20 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memastikan pasokan
pasokan listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) selama perayaan Hari Raya Natal 2017, di seluruh Indonesia aman dan terkendali. Sebab Kementerian ESDM telah memastikan proses penyaluran BBM dan LPG saat libur Natal tahun ini berjalan normal.
Posko Nasional ESDM Senin (25/12) melaporkan kondisi stok ketahanan BBM dan LPG aman. Seperti dilaporkan situs resmi Kementerian ESDM, Ketahanan untuk tiap jenis BBM yakni Premium (26,9 hari); Solar/Akrasol (16,79 hari); Pertalite (21,8 hari); Kerosene (47,79 hari); Pertamax/Akra92 (19,46 hari); Pertamax Turbo (26,9 hari); Pertamina Dex (30,4 hari); Dexlite (17,6 hari); LPG (19,51 hari) dan Avtur (28,3 hari).
Untuk mengantisipasi kepadatan arus mudik pada libur panjang Natal dan Tahun Baru, Pertamina dan AKR telah menyiapkan kantong BBM di 4 titik, yaitu SPBU 54.67312, Lumajang; Kiosk Pertamax, Jalan Daendels Purworejo; Jl Raya Semarang-Kendal, Kec. Mangkang; dan SPBU 54.68130, Jember.
Pemudik juga dapat memanfaatkan Kiosk Pertamax/AKR 92 yang terdapat di Rest Area KM 252 (Tol Pejagan-Pemalang); Tol Teluk Mengkudu (Medan); Pos Polisi Cikopo; Tol Krian Rest Area KM 726 Jalur B; Tol Kedung Mlati (Tol Jombang-Kertosono); dan Kiosk Jalan Daendels, Purworejo.
Sementara itu Pertamax Motor juga telah disiapkan setidaknya di 4 lokasi berikut, Jalan Raya Dampyak, Tegal; Jalan Lapangan Merdeka, Pekalongan; Pelabuhan Bakauheni; dan Jalan Raya Kaligangsa, Tegal.
Sedang untuk ketenagalistrikan, secara keseluruhan untuk Nasional tercatat memiliki daya mampu pasok sebesar 33.706,45 MW dan beban puncak sebesar 27.815,92 MW, sehingga kapasitas cadangan daya Nasional sebesar 5.890,53 MW.
Juga dilaporkan hingga hari-H Natal, 2 (dua) Gunungapi masih berstatus AWAS yaitu Gunung Agung di Bali (radius 10 km) dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Sementara 18 (delapan belas) Gunungapi lainnya berstatus WASPADA. (rm)Hipmi: 2017, Tahun Sengkarut Regulasi Kelistrikan
Sabtu, 16/12/2017 12:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dunia usaha menilai tahun 2017 merupakan tahun sengkarut regulasi di sektor ketenagalistrikan nasional. Hal itu ditandai dengan revisi program fasttrack 35ribu Mega Watt (MW), pembiaran terhadap kebijakan penumpukkan utang PLN, regulasi yang acap kali berubah, dan terbengkalainya pembangunan transmisi 35ribu MW serta semakin rendahnya minat investor berinvestasi di ketenagalistrikan.
Hal tersebut diutarakan Wakil Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Yaser Palito dalam keterangannya di Jakarta hari ini, me-review akhir tahun kebijakan di sektor ketenagalistrikan. "Tahun ini tahun sengkarut di sektor ketenagalistrikan, utamanya dihulunya, pengandaan listrik," ujar Yaser dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (16/12).
Yaser mengatakan, akar masalah utama sengkarut tersebut, terletak pada terlalu banyaknya aturan atau kebijakan baru, isi aturan yang salah, tidak konsisten, dan tidak kondusif bagi dunia usaha dan pengusaha lokal. "Tahun ini tahun panen regulasi. Itupun regulasi semakin tidak berpihak kepada iklim usaha," papar dia.
Dia mencontohkan terdapat tiga aturan kontroversial yang kemudian memunculkan perlawanan sengit independent power producer (IPP) yakni Permen ESDM Nomor 49 tahun 2017, revisi atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, dan Permen ESDM Nomor 45 tahun 2017. Kemudian revisi atas Permen ESDM 11/20117 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik dan terakhir, serta Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017 yang merupakan hasil revisi kedua Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Selain itu, terdapat wacana dari Direktur Jenderal ESDM yang meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN meninjau ulang kontrak (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta yang ada di Jawa. Hal ini tertuang dalam surat yang dikirimnya ke Direktur Utama PLN Sofyan Basir tertanggal 3 November 2017.
Yaser juga menyoroti kian kuatnya investasi asing di ketenagalistrikan, sedangkan pengusaha lokal semakin dipersulit dengan macam-macam aturan. "Misalnya banyak pengusaha lokal antusias masuk ke Energi Baru Terbarukkan (EBT). Namun regulasi di sektor energi baru dan terbarukan ini sering sekali berubah-ubah. Kita masih ingat di tahun 2009, Pemerintah menetapkan harga listrik feed in tariff untuk menarik investasi di EBT. Dan sampai sekarang sudah beberapa kali direvisi. Ini tentu menimbulkan ketidakpastian bagi investor," ucap Yaser.
Kementrian ESDM juga dinilai tahun ini gagal mengawasi utang PLN yang membesar dan membuat Menkeu Sri Mulyani Indrawati turun tangan mengingatkan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Surat itu terkait kekhawatiran soal utang PLN serta program 35.000 MW hingga berisiko pada keuangan negara akibat gagal bayar.
"Sebab PLN berambisi besar untuk membangun pembangkitnya sendiri-sendiri. Padahal, swasta siap membantu pemerintah membangun pembangkit agar bebannya terbagi, berikut risikonya. Nah, ESDM gagal melakukan pengawasan. Risiko utang PLN berdampak pada APBN," ujar Yaser.
Selain itu, terdapat juga salah kaprah kebijakan kelistrikan lainnya adalah dioperasikannya delapan pembangkit listrik bertenaga minyak mobile power plant (PLTG/MPP) total 500 MW dan menjadi bagian dari program 35.000 MW. Padahal, arah kebijakan energi nasional mestinya semakin meninggalkan energi fosil dan memperbesar porsi energi baru terbarukan. Namun, MPP ini berbahan bakar fosil yang sangat boros dan gas yang harganya terus melonjak.
Hipmi menilai, sengkarut regulasi inilah yang membuat target-target pemerintah di proyek 35ribu MW susah tercapai dan kemudian direvisi, termasuk rendahnya kemampuan PLN dalam membangun transmisi. "Beberapa pembangkit sudah bangun tapi transmisi tidak ada. Makanya kemudian diklaim jadi over supply, sebab ritelnya lambat. Diberbagai daerah byarpet masih jalan," papar dia.
Dengan kinerja kelistrikan ini, Hipmi menilai, ancaman kenaikkan tarif daftar listrik (TDL) tahun depan juga meningkat. Namun dia berharap, kenaikkan tersebut dikomunikasikan dulu ke parlemen, sebab menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Ancaman kenaikkan ini sebagai dampak dari inefisiensi pembangkit-pembangkit fosil dan beban utang PLN yang akan dia bebankan ke konsumen dan IPP. Tapi, komunikasikan ke DPR dulu. Jangan asal naik saja," ucap dia.
Yaser menilai, berbagai kontroversi regulasi di atas sebagai dampak dari kesalahan regulator membaca tren disektor energi, utamanya kelistrikan. Regulator justru melakukan pengetatan (tight policies) aturan disaat negara membutuhkan investasi swasta.
"Energi fosil kian ditinggalkan ke EBT dan subsidi energi oleh negara terus menurun. Mestinya peran swasta diperbesar. Aturan mestinya mengalami relaksasi. Swasta itu kan sederhana rumus, kalau secara komersil tidak feasible dan banyak tetek bengek aturan, dia tidak masuk," ujar Yaser.
Hipmi mengatakan, awalnya, masuknya Jonan dan Archandra ke dalam ESDM memberi harapan baru bagi investasi kelistrikan. Namun berbagai regulasi yang dirilis dalam satu tahun ini membuat dunia usaha merasakan adanya anti klimaks dan melakukan wait and see lagi. "Reputasi keduanya bagus. Tapi entah kenapa di listrik kok jadi antiklimaks," tutup dia. (mag)DPR Kritik Menteri ESDM Soal Rencana Penyederhanaan Golongan Daya Listrik
Rabu, 06/12/2017 15:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VII DPR RI mengkritik rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan menyederhanakan golongan daya listrik tanpa melalui pembahasan dengan DPR. Kritik tersebut disampaikan Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu saat digelar rapat kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Ignatius Jonan di ruang rapat Komisi VII, Senayan, Jakarta, Selasa (05/12).
Gus Irawan, menegaskan sesuai UUD 1945 Pasal 33, Cabang produksi yang mengurusi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan seutuhnya untuk kepentingan rakyat. "Artinya kalau ada sesuatu kami (DPR-red) diajak ngomong dulu," ujarnya saat memimpin rapat kerja tersebut.
Namun Gus mengatakan, pihaknya justru mengetahui rencana pemerintah itu dari media masa yang kemudian mencoba meminta konfirmasinya. Karena tidak pernah mendengar rencana tersebut sebelumnya, Gus pun mengatakan tidak tahu rencana tersebut. Menurut politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini, seyogyanya Menteri ESDM mendiskusikan hal itu terlebih dahulu kepada DPR, sebelum akhirnya mempublikasikan ke media massa.
"Bahkan saat saya reses dan mencoba mempertanyakan ke masyarakat tentang penyederhanaan golongan listrik yang artinya bagi masyarakat yang akan menambah daya listrik, tidak akan dikenai biaya tambah daya alias gratis. Penilaian masyarakat justru hal itu disebutnya hanya sebagai akal-akalan yang ujung-ujungnya untuk menaikan tariff listrik. Sebagaimana yang terjadi pada premium dan pertalite kemarin," ujar Gus.
Menggapi kritik tersebut, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan bahwa rencana tersebut baru sebatas diskusi, testing the water, apakah rakyat akan menerima atau tidak. "Dengan kata lain itu menjadi bagian dari sebuah sosialisasi. Bahkan ketersediaan listriknya juga belum ada," katanya, seperti dikutip dpr.go.id.
Jawaban Jonan itu justru memancing reaksi keras dari beberapa anggota Komisi VII lainnya seperti Bambang Haryadi yang tidak setuju dengan ungkapan testing the water. Menurutnya rakyat bukan "kelinci percobaan" yang bisa seenaknya dilakukan uji coba.
"Saya kurang sependapat dengan ungkapan testing the water, rakyat jangan dijadikan kelinci percobaan, seperti nge-test suara politik, kita hargai rakyat Indonesia. Ini masalah ekonomi rakyat. Saya harap pak menteri mencabut ucapannya tadi, testing the water," tegas Bambang.
Menteri ESDM menjelaskan bahwa kementeriannya dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memang berencana melakukan program penyederhanaan golongan listrik. Rencana penyederhaan golongan pelanggan listrik hanya berlaku bagi pelanggan rumah tangga 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA, dan 4.400 VA akan naik menjadi 5.500 VA.
Penyederhanaan itu dipastikan Jonan tidak akan merubah tarif listrik per kWh, yang saat ini seharga Rp 1.467,28 per kWh. (rm)Kadin: PPA Dievaluasi, Pengusaha KTI Was-Was
Rabu, 29/11/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA). Permintaan tersebut dinilai berpotensi memunculkan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha dan investor di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Wakil Ketua Umum Kadin Kawasan Timur Indonesia H.Andi Rukman Karumpa mengatakan, meski evaluasi kontrak tersebut di lakukan untuk pembangkit di Pulau Jawa, namun sudah cukup membuat pengusaha atau investor di KTI menjadi was-was. "Ada laporan, muncul rasa takut dan was-was, kalau evaluasi itu menjalar sampai ke pembangkit di KTI. Yang bukan investor listrik pun khawatir," ujar Andi, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (29/11).
Dia mengatakan, kekhawatiran para pengusaha itu sangat beralasan. Pasalnya, biaya produksi listrik di KTI sangat tinggi sehingga investasinya pun tidak seefisien di Jawa atau bagian barat Indonesia. "Kalau dia sudah investasi besar-besaran, trus margin dia dikaji lagi, makanya semua pada was-was," ujar Andi.
Dikatakannya, evaluasi kontrak PPA disejumlah pembangkit di Pulau Jawa dapat menjadi inspirasi untuk membuat langka serupa di wilayah lain. Sebab itu, pihaknya menolak evaluasi tersebut.
Andi mengatakan, pihaknya mengapresiasi dan mendukung banyaknya kemajuan dan terobosan Presiden Jokowi untuk mendorong perbaikan investasi di Indonesia Timur, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur dan kemudahan perizinan. Dampak dari terobosan tersebut, kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia Timur meningkat dari waktu-waktu sebelumnya.
Namun dengan evaluasi tersebut menimbulkan kegelisahan baru di kalangan pengusaha. Sebab itu, dia meminta semua pihak untuk menjaga kondusifitas iklim berinvestasi yang telah diperjuangkan oleh pemerintah pusat sampai ke Indonesia Timur dengan menjaga konsistensi regulasi.
Dia mengatakan, evaluasi kontrak tersebut dapat berdampak buruk pada ketidakpastian investasi. "Dampaknya sangat buruk bagi iklim investasi. Nanti investor luar tanya ke kita, ‘kesucian kontrak’ (sanctity of contract) di negara Anda itu dimana," ujar Andi.
Andi mengatakan, evaluasi tersebut menjadi diinsentif psikologis bagi pengusaha listrik di wilayanya. "Padahal yang kita tunggu adalah insentif bagi pelaku usaha. Ini kok malah disinsentif bagi pengusaha listrik," pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, Dirjen Ketenagalisttrikan menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kementerian ESDM meminta agar PLN meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa. Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini hanya untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan. (mag)Rusak Iklim Investasi Jokowi, Hipmi Sesalkan Surat Dirjen Ketenagalistrikan
Kamis, 23/11/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dunia usaha menyesalkan surat Dirjen Kenagalistrikan yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan pengusaha pembangkit listrik. Peninjauan itu, dinilai dapat merusak iklim investasi secara keseluruhan di Tanah Air yang sudah dirintis susah payah oleh Presiden Joko Widodo selama ini.
"Kita melihat, surat itu berpotensi besar merusak iklim investasi yang sudah membaik dirintis oleh Bapak Presiden, sehingga peringkat kita di Bank Dunia naik signifikan," ujar Wakil Ketua Umum BPP Hipmi Yaser Palito dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (23/11).
Yaser mengatakan, dalam dua tahun terakhir ada affirmative action dari pemerintah pusat untuk memperbaiki iklim investasi telah membaik. Hal itu terbukti dari naikknya peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia (Ease of doing business/EODB) Indonesia.
Sebagaimana diketahui Indonesia berada pada peringkat ke-72 dari seluruh negara dalam hal kemudahan berbisnis atau berdasarkan laporan Indeks Kemudahan Berbisnis 2018 yang dirilis oleh Bank Dunia. Indonesia telah melakukan reformasi di sejumlah lini yang membuat peringkat kemudahan berbisnis naik, dari yang sebelumnya berada di peringkat ke-91.
Namun Yaser mengatakan, membaiknya peringkat tersebut tercederai oleh surat dirjen tersebut. Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kementerian ESDM pun meminta agar PLN meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa.
Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan. Menurut PLN, ada dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni ke PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW.
Yaser mengatakan, peninjauan itu dinilai oleh dunia usaha dan investor sebagai bentuk rendahnya komitmen regulator terhadap kontrak yang sudah ditandatanganinya sendiri. "Apa sih yang dipegang oleh dunia usaha itu ketika dia berinvestasi? Jawabannya kontrak. Kontrak di PPA itu juga sudah disetujui oleh Kementrian ESDM, kemudian dia teken sendiri dan dia langgar sendiri. Jangan sampai Kementerian merusak kesepakatan yang dia sendiri sudah setujui," ujar Yaser.
Yaser khawatir, evaluasi atau kajian kontrak PPA ini akan dapat berdampak luas sampai ke investor luar dan mengurangi kepercayaan terhadap iklim investasi di Tanah Air. Tak hanya itu, peninjauan itu bakal menyasar pembangkit milik usaha kecil dan menengah (UKM) dan pengusaha lokal. "Pengusaha listrik kecil-kecil di daerah juga ketar-ketir. Kalau yang besar saja ditinjau ulang apalagi yang kecil-kecil dan UKM (usaha kecil, menengah)," ucap dia.
Berkaca pada surat tersebut, Yaser pesimistis target investasi nasional tahun 2018 akan sesuai harapan. Sebab surat tersebut membawa preseden buruk ke sektor lainnya. "Investasi di sektor lain bisa terpengaruh. Ternyata, komitmen kita kepada kontrak dan regulasi selalu berubah-ubah. Risiko investasi meningkat dan lembaga keuangan juga menilai yang sama, sehingga interest rate juga bisa naik," ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menarget investasi diperoleh di 2018 secara nasional sebesar Rp863 triliun. Target investasi tersebut naik dari target awal yang hanya sebesar Rp792 triliun. Dengan demikian di 2018, target investasi naik sekitar 27%. (mag)PLTU Besar Ditinjau Ulang, Pembangkit Kecil Terancam
Rabu, 22/11/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) bakal menimbulkan kekhawatiran dunia usaha. Peninjauan itu dinilai dapat berdampak luas ke mana-mana termasuk mengancam pembangkit milik usaha kecil dan menengah (UKM).
Salah satunya, evaluasi dapat berdampak ke pembangkit-pembangkit kecil, milik pelaku usaha kecil dan lokal. "Yang besar saja bisa dievaluasi, apalagi cuma yang kecil," ujar Pengamat Energi Listrik Fabby Tumiwa dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (22/11).
Fabby mengatakan, peninjauan ini memberikan kesan yang buruk terhadap masa depan investasi kelistrikan di Tanah Air. Pasalnya, peninjauan atau evaluasi ini juga akan berdampak pada pelaku usaha kelistrikan yang kecil. "Yang gede saja bisa digituin, apalagi yang kecil," pungkas dia.
"Bakal memunculkan masalah baru. Dengan evaluasi ini, kesucian kontrak ternodai. Risiko kredit bagi debitor energi, utamanya listrik akan meningkat," ujar Wakil Bendahara Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Rizka Armadhana menanggapi rencana pemerintah untuk mengevaluasi PPA di sejumlah pembangkit.
Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kementerian ESDM pun meminta agar PLN meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa. Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini hanya untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, imbauan tinjauan ulang itu dimaksudkan agar tarif tenaga listrik semakin terjangkau bagi masyarakat dan kompetitif bagi industri.
Sebelumnya, Wakil Bendahara Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Rizka Armadhana mengatakan, evaluasi itu berpotensi memunculkan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha di sektor perlistrikan. Ketidakpastian itu membuat risiko kredit untuk pembangkit listrik menjadi meningkat.
"Sebab regulasi berubah-ubah. Return of investment-nya menjadi tidak jelas. Tentu lembaga keuangan akan buat perhitungan dengan menaikkan cost of fund bagi debitur pembangkit listrik di program ini," ujar Rizka.
Padahal, menurut Rizka, awalnya lembaga keuangan sangat optimistis dengan pembiayaan di power plant utamanya program 35ribu MW. Namun kemudian, apetite-nya menurun seiring dengan munculnya berbagai regulasi yang kerap berubah dan meningkatkan risiko kredit. Sehingga ke depan, ujar Rizka, kenaikkan cost of fund akan berdampak pada harga jual listrik yang tiba ke konsumen. "Ujung-ujungnya konsumen yang kena," ucap dia.
Sebagaimana diketahui, PLN siap mengevaluasi sejumlah PPA yang dibangun di Pulau Jawa dan belum memasuki tahap konstruksi atau belum mendapatkan surat jaminan Kelayakan Usaha (SKJU) dari Kementerian Keuangan. Ada dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni ke PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW. PLN melobi agar IPP pembangun pembangkit menjual listriknya dengan harga di bawah US$6 sen per kWh. (mag)APLSI Ingatkan Bahaya Risiko Kredit di Proyek 35Ribu MW
Selasa, 21/11/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah yang meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang seluruh kontrak yang sudah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) bakal memunculkan masalah baru dalam pendanaan proyek pembangkit listrik 35ribu MW. "Bakal memunculkan masalah baru. Dengan evaluasi ini, kesucian kontrak ternodai. Risiko kredit bagi debitor energi, utamanya listrik akan meningkat," ujar Wakil Bendahara Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Rizka Armadhana, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (21/11).
Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kementerian ESDM pun meminta agar PLN meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa.
Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini hanya untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, imbauan tinjauan ulang itu dimaksudkan agar tarif tenaga listrik semakin terjangkau bagi masyarakat dan kompetitif bagi industri.
Rizka mengatakan, evaluasi itu berpotensi memunculkan ketidakpastian baru bagi pelaku usaha di sektor perlistrikan. Ketidakpastian itu membuat risiko kredit untuk pembangkit listrik menjadi meningkat.
"Sebab regulasi berubah-ubah. Return of investment-nya menjadi tidak jelas. Tentu lembaga keuangan akan buat perhitungan dengan menaikkan cost of fund bagi debitur pembangkit listrik di program ini," ujar Rizka.
Padahal, menurut Rizka, awalnya lembaga keuangan sangat optimistis dengan pembiayaan di power plant utamanya program 35ribu MW. Namun kemudian, apetite-nya menurun seiring dengan munculnya berbagai regulasi yang kerap berubah dan meningkatkan risiko kredit.
"Kedepan, kenaikkan cost of fund akan berdampak pada harga jual listrik yang tiba ke konsumen. Ujung-ujungnya konsumen yang kena," ucap dia.
Pada bagian lain Rizka mengatakan, evaluasi kontrak tersebut dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan investor kepada pemerintah. Padahal, pemerintah sedang berupaya memperbaiki iklim investasi, termasuk di ketenagalistrikan.
Rizka mengatakan, evaluasi tersebut menimbulkan ketidakpastian di dalam kontrak kerjasama dengan PLN. "Pihak investor tentu akan meragukan komitmen regulator kita. Aturan selalu berubah dan dikaji sewaktu-waktu. Tentu sentimennya menjadi kurang elok," pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, PLN siap mengevaluasi sejumlah PPA yang dibangun di Pulau Jawa dan belum memasuki tahap konstruksi atau belum mendapatkan surat jaminan Kelayakan Usaha (SKJU) dari Kementerian Keuangan. Ada dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni ke PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW. PLN melobi agar IPP pembangun pembangkit menjual listriknya dengan harga di bawah US$6 sen per kWh. (mag)APLSI: Sudah Diteken, PLN Tak Bisa Tinjau Ulang Kontrak IPP
Jum'at, 17/11/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menegaskan kontrak jual-beli yang telah diteken tidak bisa ditinjau ulang. Sebab, kontrak tersebut memiliki landasan hukum. Hal tersebut diutarakan Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang di Jakarta hari ini.
"Kontraknya sudah punya landasan hukum. Kalau proyek sudah ditandatangani kontraknya, seharusnya tak bisa ditinjau ulang. Karena kontrak sudah sah secara hukum," ujar Arthur dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Jumat (17/11).
Lebih lanjut, dia mengatakan, kontrak jual-beli pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang telah diteken dengan PT PLN (Persero) telah menjadi kesepakatan kedua belah pihak antara PLN dan produsen (IPP/Independent power producer). Bila kontrak tersebut ditinjau kembali akan berdampak pada iklim investasi.
Sebab bakal memberikan ketidakpastian investasi kepada perusahaan swasta atau investor yang menggarap PLTU tersebut. Dengan begitu, penunjauan ini akan menimbulkan kesan aturan dan perjanjian yang mudah berubah-ubah.
Dia mengatakan, peninjauan kontrak semestinya dilakukan sebelum perjanjian jual-beli (PPA/Power Purchase Agreement) diteken. Sehingga perjanjian tersebut dapat dipegang oleh kedua pihak. "Pertanyaannya, kenapa tidak dikaji atau tinjau sebelum PPA diteken? Ya, buat apa ada kontrak PPA kalau sewaktu-waktu bisa diubah," ujar Arthur.
Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyurati Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Kementerian meminta agar PLN meninjau kembali kontrak jual beli PLTU berskala besar yang berlokasi di Jawa.
Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini hanya untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengungkapkan, imbauan tinjauan ulang itu dimaksudkan agar tarif tenaga listrik semakin terjangkau bagi masyarakat dan kompetitif bagi industri. (mag)Soal Penyeragaman Daya Listrik Jadi 5500 VA, DPR Minta Penjelasan Pemerintah
Jum'at, 17/11/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah menghapus alokasi daya listrik 900 VA, 1300 VA dan 2200 VA untuk diseragamkan menjadi 5500 VA, mengundang pertanyaan dari banyak pihak. Banyak yang menduga ini merupkan manuver pemerintah menyelamatkan keuangan PT PLN (Persero) yang menanggung beban utang dalam proyek pembangunan pembangkit listrik dan terjadinya oversupply listrik.
Komisi VII DPR pun mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Direksi PLN untuk menjelaskan rencana tersebut agar tidak membingungkan masyarakat. Anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengatakan, perubahan alokasi daya itu bagi masyarakat secara otomatis akan menaikkan biaya pembayaran listrik setiap bulannya.
"Ini bikin gaduh, jangan membuat kegaduhan baru, kami akan panggil Menteri ESDM dan Dirut PLN untuk meminta penjelasan program ini," tegas Eni dalam acara Dialektika Demokrasi ‘Penyederhanaan Listrik: Manfaat Atau Mudharat?’ di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (16/11) seperti dikutip dpr.go.id.
Eni menambahkan, program penyederhaan golongan listrik tersebut perlu dilakukan pengkajian secara mendalam, apakah masyarakat benar-benar butuh penambahan daya atau tidak. Menurutnya, jika pemerintah mengklaim alokasi daya listrik ini tidak membebani masyarakat, maka Menteri ESDM harus menjelaskan.
"Kenapa pemerintah buat program ini, apa tujuannya, kalau untuk kepentingan rakyat tidak masalah, tapi kalau program ini buat gaduh, tolong lebih berhati-hati. Padahal, yang dibutuhkan adalah listrik murah," tegas Eni.
Eni melihat, pernyataan Jonan yang menilai masyarakat akan lebih leluasa menggunakan listrik jika ditambah dayanya, hal ini belum tentu benar karena kebutuhan listrik masing-masing rumah tangga berbeda. "Rakyat ini bertanya-tanya, biasa pakai 1.300 VA atau 900 VA non subsidi disuruh ke golongan 4.000 VA, masyarakat galau, abodemennya lebih mahal," kata Eni.
Politisi F-PG itu memaparkan, saat ini masih 18 juta rakyat yang masih membutuhkan subsidi listrik (900 VA), dan sebanyak 2.500 desa yang belum menikmati listrik. "Jadi, sebaiknya dana perubahan alokasi daya listrik dialokasikan untuk subsidi dan desa yang belum ada listriknya," ungkap politisi asal dapil Jatim itu.
Tapi, lanjut Eni, kalau alokasi daya itu untuk mobil dan kompor listrik, maka pemerintah harus mengkaji terlebih dulu dan menyiapkan infrastrukturnya dengan baik. "Mobil listrik itu mahal, dan kompor listrik harus disiapkan infrastrukturnya," imbuh Eni.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR M.Kurtubi memastikan alokasi daya itu sendiri untuk memberi kebebasan kepada masyarakat untuk konsumsi daya listrik, dan pemerintah mendorong investasi industri untuk meningkatkan lapangan kerja. "Alokasi penambahan dan pembebasan konsumsi daya listrik itu tidak dikenai biaya. Itu terserah masyarakat. Sebab, konsumsi listrik terus meningkat, dan agar lebih produktif dan mencerdaskan," kata politisi F-Nasdem itu. (mag)Pemerintah Jamin Penyederhanan Golongan Listrik Tidak Akan Ubah Harga
Rabu, 15/11/2017 12:01 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah menjamin tak ada perubahan harga dalam rencama kebijakan penyederhanaan kelas golongan pelanggan listrik, rumah tangga non-subsidi. Seluruh golongan pelanggan akan tetap mendapatkan harga tarif listrik sesuai harga saat ini. Pemerintah justru berharap penyederhanaan golongan pelanggan listrik ini, listrik akan lebih bisa diakses seluruh masyarakat Indonesia.
"Tidak ada perubahan harga kalau kebijakan ini (nantinya) berjalan. Kebijakan ini masih dalam proses pengkajian oleh Pemerintah dan PLN," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana di Jakarta, seperti dikutip esdm.go.id, Selasa (14/11).
Dadan menambahkan, saat ini masih akan ada fokus group discussion (FGD). Juga ada public hearing yang terbuka bagi masyarakat untuk memastikan bahwa kebijakan ini didukung masyarakat untuk dilaksanakan,
"Dalam satu-dua minggu ke depan Pemerintah bersama PLN juga akan melaksanakan komunikasi dengan publik untuk memastikan bahwa semua masalah-masalah teknis dapat berjalan termasuk biaya yang harus ditanggung akibat kebijakan penyederhanaan tarif ini," paparnya.
Dadan mengatakan pihaknya juga akan melakukan polling untuk menjaring pendapat masyarakat. "Kita akan coba polling dalam satu-dua minggu ke depan. PLN akan mengkoordinasikan polling melalui berbagai media. Jika hasilnya meyakinkan, dan secara teknis kita juga siap maka akan segera (ditetapkan)," ujarnya.
Dijelaskannya bahwa kebijakan penyederhanaan hanya berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA (nonsubsidi), untuk didorong menjadi 1.300 VA, kemudian untuk yang 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA akan naik menjadi 5.500 VA dan tarifnya tetap. "Untuk tarif di atas 5.500 VA itu akan menjadi 13.200 VA, itu juga tarifnya sama (tidak berubah), kemudian di atas itu (13.200 VA) akan loss stroom," ujar Dadan.
"Semua biaya penggantian MCB (Miniature Circuit Breaker) akan ditanggung oleh PLN, masyarakat tidak menanggung apapun. Karena kebutuhan MCB yang sangat banyak, maka kebijakan ini akan berjalan secara bertahap," jelasnya.
Namun Dadan menampik, jika kebijakan ini merupakan upaya terselubung Pemerintah dan PLN untuk menaikkan listrik sehingga mendapat penolakan dari sebagian masyarakat. Menurutnya pemerintah akan menjelaskan kepada masyarakat apa manfaatnya jika kebijakan ini diterapkan dan jika saat ini masih ada penolakan, pemerintah memahaminya bahwa kebijakan ini belum dipahami dengan baik sehingga perlu dijelaskan terus-menerus.
Meurut Dadan kebijakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik selain untuk memberikan keleluasaan terhadap akses listrik yang lebih luas kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kebijakan tersebut, juga diharapkan masyarakat yang memiliki Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan diuntungkan. Hal itu karena selama ini UMKM rata-rata adalah pelanggan golongan 1.300 VA hingga 3.300 VA. "Dengan kenaikan daya tanpa tambahan biaya dan tanpa kenaikan tarif per kWh, UMKM dapat berkembang karena bisa memperoleh daya listrik yang lebih besar tanpa mengeluarkan biaya tambahan," jelas Dadan. (rm)Penyeragaman Golongan Listrik Rumah Tangga Beratkan Konsumen
Selasa, 14/11/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah menghapus golongan listrik 900 VA, 1300 VA dan 2200 VA dan diseragamkan menjadi 4.400 VA untuk golongan konsumen rumah tangga dinilai akan memberatkan konsumen. "Penyeragaman tarif dilakukan bersamaan dengan kenaikan tarif yang telah dijalankan oleh PLN setiap triwulan di tahun 2017. Bisa dibayangkan bagaimana beratnya konsumen menerima kebijakan ini," kata anggota DPR Rofi Munawar seperti dikutip dpr.go.id, Senin (13/11).
Rofi memaparkan, saat ini golongan 900 VA-RTM membayar listrik Rp1.352 per KWh. Sedangkan golongan 1300 dan 2200 per KWh membayar listrik Rp1.467. Meski Pemerintah beralasan kenaikan ini selisihnya relatif kecil antar golongan, namun sudah dipastikan akan menambah konsumsi rutin.
"Skema ini dilakukan untuk memaksa pelanggan menaikan daya ke 1300 dan 2200. Dengan kenaikan tersebut pelanggan dipaksa juga agar lebih efisien terhadap penggunaan listrik," ujar Rofi.
Rofi juga beralasan langkah penyeragaman tarif sesungguhnya sedang menunjukan bahwa kinerja PT PLN tidak efisien. Permasalahan utama skema ini pada akhirnya justru pada kemampuan elektrifikasi dari PLN. Karena ruang penggunaan listrik akan lebih besar, daya pasang tersambung harusnya lebih besar lagi.
"Ironisnya saat ini PLN saja sering tidak mampu memenuhi daya pasang tersambung, kondisi listrik sering ´byarr pett´. Di sisi lain masyarakat belum terlatih dengan cara-cara untuk menghemat listrik," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menghapus daya listrik di bawah golongan 4.400 Volt Ampere (VA). Sehingga, pelanggan rumah tangga hanya akan menjadi satu golongan. (mag)Pemerintah Hapus Listrik Golongan Menengah
Senin, 13/11/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akan menghapus golongan pelanggan listrik rumah tangga non subsidi dari golongan 1.300 VA, 2.200 VA, serta 3.300 VA. Pemerintah bakal menyederhanakannya dengan menaikkan golongan menjadi 4.400 VA.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, penyederhanaan golongan dengan menaikkan daya akan membantu masyarakat. Termasuk bila ingin menggunakan kendaraan listrik.
"Dengan daya yang mencukupi, sepanjang tarif tidak naik, masyarakat akan memiliki opsi untuk menggunakan kendaraan listrik sehingga bisa mengisi baterai kendaraan listrik di rumah masing-masing," kata Jonan, Minggu (12/11).
Penyederhanaan hanya berlaku bagi pelanggan dengan golongan tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.300 VA. Semua golongan tersebut akan dinaikkan dan ditambah dayanya menjadi 4.400 VA.
Sementara golongan 4.400 VA hingga 12.600 VA dinaikkan dan ditambahkan dayanya menjadi 13.000 VA, dan golongan 13.000 VA ke atas dayanya akan di-loss stroom. Dengan demikian golongan pelanggan listrik rumah tangga hanya akan terbagi dalam:
1. Pelanggan listrik dengan subsidi (450 VA dan 900 VA subsidi)
2. Pelanggan listrik non-subsidi 4.400 VA dan 13.000 VA.
3. Pelanggan listrik non-subsidi 13.000 VA ke atas (loss stroom).
Kenaikan dan penambahan daya tersebut tidak akan berpengaruh pada pengeluaran biaya listrik masyarakat karena tidak akan dikenakan biaya apa pun, dan besaran tarif per KWH tidak akan berubah.
Dengan penyederhanaan golongan pelanggan listrik tersebut, tenaga listrik lebih bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Karena visi besar pemerintah dalam bidang kelistrikkan adalah menaikkan kapasitas listrik, pemerataan layanan listrik dengan target elektrifikasi nasional 97% hingga tahun 2019, dan keterjangkauan masyarakat dalam mengakses listrik.
Sementara itu, golongan 450 VA dengan pelanggan sebanyak 23 juta rumah tangga dan golongan 900 VA dengan pelanggan 6,5 juta rumah tangga yang disubsidi oleh pemerintah, tidak mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018. (dtc/mag)