-
Korban Terorisme Sibolga Terima Kompensasi Rp1,7 Miliar
Jum'at, 07/02/2020 15:44 WIBPermohonan Perlindungan Naik, Kekerasan Seksual dan Tindak Pidana Lain Mendominasi
Rabu, 08/01/2020 12:59 WIBButuh Penegak Hukum Berperspektif Korban untuk Pembuktian Tindak Pidana Asusila
Rabu, 20/11/2019 09:10 WIBPN Jakarta Timur Kabulkan Kompensasi bagi Korban Terorisme Cirebon
Sabtu, 12/10/2019 10:22 WIBPansus RUU Terorisme Hingga Supriyadi Widodo Eddyono Dapat Penghargaan LPSK
Rabu, 28/08/2019 22:26 WIBLaporkan ke Polisi Penyebab Kematian Anggota Paskibraka
Rabu, 07/08/2019 01:46 WIBJawa Barat Terbanyak Perdagangan Orang
Senin, 05/08/2019 18:39 WIBLPSK: Restitusi dan Kompensasi Jadi Catatan Positif 2017
Kamis, 11/01/2018 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM – Dikabulkannya ganti kerugian bagi korban tindak pidana maupun keluarganya dari pelaku kejahatan (restitusi) serta keberhasilan para korban terorisme Samarinda mendapatkan kompensasi (ganti kerugian dari negara) melalui proses peradilan, menjadi catatan positif pemenuhan hak korban pada tahun 2017. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan, sepanjang tahun 2017, LPSK telah memfasilitasi restitusi bagi 55 orang korban tindak pidana.
Sebanyak 54 orang di antaranya merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan sisanya satu orang lagi merupakan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jumlah restitusi yang difasilitasi sebesar Rp1,082 miliar. Jumlah tersebut masih akan bertambah dengan pembayaran restitusi bagi satu orang terlindung yang rencananya hari ini (Rabu, 10/1-2018) baru akan diserahkan di Lombok Tengah, sebesar Rp33.000.000 (tiga puluh tiga juta rupiah).
Menurut Semendawai, torehan keberhasilan dalam memfasilitasi restitusi yang dilakukan LPSK bagi para korban tindak pidana perlu mendapatkan perhatian. "Ini penting untuk semakin memasyarakatkan bahwa korban tindak pidana sebenarnya memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian dari pelaku (restitusi). Bahkan untuk korban TPPO, hal ini sudah diatur khusus dalam UU Pemberantasan TPPO," ujar Semendawai, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (11/1).
Hak lain yang dimiliki korban, lanjut Semendawai, khususnya dalam tindak pidana terorisme yaitu kompensasi, atau ganti kerugian yang diberikan kepada para korban dan keluarganya dari negara. Pada tahun 2017, LPSK memfasilitasi korban aksi terorisme di Samarinda, Kalimantan Timur. Hasilnya pada November 2017, tuntutan kompensasi yang diajukan korban terorisme Samarinda dikabulkan majelis hakim Pengadilan Jakarta Timur yang menyidangkan perkara tersebut.
Jika menarik ke belakang, akhir tahun 2016, LPSK juga memfasilitasi kompensasi bagi korban terorisme di Jalan MH Thamrin Jakarta, namun karena belum seragamnya pemahaman penegak hukum, dalam hal ini jaksa penuntut umum terkait hak korban mendapatkan kompensasi, menyebabkan pengajuan kompensasi yang difasilitasi LPSK tidak masuk dalam tuntutan jaksa (requisitoir). "Putusan kasus (terorisme Samarinda) memperlihatkan sudah ada kesatuan cara pandang terhadap hak korban (kompensasi) di antara penegak hukum," katanya.
Untuk tren permohonan kasus yang dimintakan perlindungan ke LPSK, selama tahun 2017, LPSK menerima sebanyak 1.901 permohonan, atau naik sekitar 10% dibanding tahun sebelumnya sebanyak 1.720 permohonan. Ini merupakan sesuatu yang bisa dinilai positif dimana menunjukkan adanya peningkatan pemahaman soal keberadaan LPSK, baik dari masyarakat langsung maupun aparat penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya.
"Kenapa kami turut kemukakan soal pemahaman aparat dikarenakan ada beberapa permohonan perlindungan yang diajukan untuk saksi dan korban, berasal dari instansi-instansi, baik yang terkait langsung dengan penegakan hukum maupun tidak, seperti kepolisian, BNN, pemerintah daerah dan LSM," tutur Semendawai.
Dia berharap ke depan, kondisi seperti ini bisa terus berlanjut. Untuk jumlah saksi dan korban yang menjadi terlindung LPSK selama tahun 2017, menurut Semendawai, mencapai 2.490 orang terlindung. Jumlah tersebut termasuk terlindung yang perlindungannya diperpanjang (carry over) dari tahun sebelumnya (2016) sebanyak 1.392 orang terlindung.
Mengenai serapan anggaran, lanjut Semendawai, pada tahun 2017, alokasi anggaran LPSK mencapai Rp74.589.002.000. Dari total anggaran tersebut, realisasinya mencapai Rp73,77 miliar atau 98,90 persen."Bukan hanya angka serapannya yang tinggi, tetapi penyerapan itu tepat sasaran dan terpenting harus dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya. (mag)
LPSK: Ancam Saksi, Bisa Dipidana!
Senin, 18/12/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan, sekarang bukan zamannya lagi mengancam-ancam saksi karena tindakan itu bisa dipidanakan. Saksi memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan bisa memberikan keterangan tanpa tekanan seperti diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, perlindungan atas keamanan saksi dan keluarga, termasuk harta bendanya dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya, disebutkan secara jelas dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Begitu pula dengan hak saksi untuk memberikan keterangan tanpa tekanan.
"Kami mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak mengancam saksi atau keluarga mereka terkait keterangan yang akan diberikan kepada penegak hukum karena hak-hak saksi sudah sangat jelas diatur dalam UU. Bahkan, UU juga mengatur hukuman pidana bagi mereka yang berani menghalangi-halangi saksi dan keluarganya untuk memberikan kesaksian yang benar di persidangan," ujar Hasto, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (18/12).
Hal tersebut ditegaskan Hasto menyikapi adanya pemberitaan di sejumlah media massa mengenai dugaan ancaman yang diterima tersangka kasus dugaan suap ketuk palu APBD Jambi Tahun Anggaran 2018. Ancaman diduga diterima tersangka dari salah satu pejabat di Provinsi Jambi. Bahkan, KPK juga telah mengingatkan pihak-pihak tertentu agar tak menghalangi proses hukum di lembaga antirasuah tersebut.
Hasto menjelaskan, jika memang ada saksi yang mengaku mendapatkan ancaman agar tidak memberikan kesaksian yang benar kepada penegak hukum, termasuk dalam kasus dugaan suap ketuk palu APBD Jambi Tahun Anggaran 2018, diimbau untuk segera mengajukan perlindungan ke LPSK. Untuk itu, LPSK berencana berkoordinasi dengan KPK untuk mencari tahu tentang dugaan ancaman yang diterima saksi dan keluarganya.
"Kita akan proaktif berkoordinasi dengan KPK untuk mencari tahu tentang hal ini. Jika benar ancaman itu nyata, kita imbau saksi untuk dapat kita lindungi. Begitu pula dengan pihak keluarganya di Jambi, LPSK akan segera ke lapangan untuk memastikan hal itu, sehingga potensi ancaman bisa diminimalisir dan saksi dapat memberikan keterangan dengan kepada penegak hukum tanpa takut terjadi apa-apa dengan keluarganya," ujar Hasto.
Kepada para saksi, Hasto juga mengatakan untuk tidak perlu takut akan ancaman-ancaman tersebut karena negara sudah menjamin perlindungan bagi mereka. Khusus yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, mereka masih berpeluang untuk membantu penegak hukum dalam hal ini KPK, dengan memberikan keterangan sebenar-benarnya dan mengungkap siapa dalang dari balik kasus tersebut.
Kepada para tersangka yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum, lanjut Semendawai, kepada mereka berpeluang disematkan status sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau lebih dikenal dengan sebutan justice collaborator (JC). Khusus bagi JC, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban juga mengatur mengenai penanganan khusus bagi mereka seperti disebutkan dalam Pasal 10A.
Penanganan khusus dimaksud antara lain dalam proses pemeriksaan dan pemberian penghargaan, berupa pemisahan tempat penahanan dengan terdakwa yang diungkap pidananya, pemisahan berkas perkara, serta memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. Sedangkan penghargaan yaitu keringananan pidana dan peluang mendapatkan pembebasan bersyarat. (mag)LPSK Perpanjang MoU dengan Polri
Kamis, 14/12/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memperpanjang Nota Kesepahaman (MoU) dengan Polri. Penandatanganan MoU oleh Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dan Kapolri yang diwakili Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Ari Dono Sukmanto dilaksanakan di Aula Lantai 6 Gedung LPSK Jakarta Timur, Rabu (13/12).
Beberapa hal yang diatur dalam MoU tersebut, antara lain administrasi pengamanan perlindungan saksi dan/atau korban, perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan/atau korban, pengamanan perlindungan saksi dan/atau korban, pertukaran data dan/atau informasi dan peningkatan kemampuan dalam perlindungan saksi dan korban.
Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, MoU ini kali ketiga yang merupakan perpanjangan dari MoU sebelumnya. MoU berlaku untuk masa waktu lima tahun ke depan. "Kerja sama LPSK dan Polri sudah terjalin sangat baik selama ini, khususnya dalam upaya pengamanan perlindungan saksi dan/atau korban," kata Semendawai, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com.
Sebagai informasi, kata dia, untuk tahun 2017 saja, terhitung dari Januari-November, tercatat ada 113 orang saksi dan korban yang dilindungi LPSK yang merupakan rekomendasi dari Polri, terbari atas perdagangan orang 81 orang, seksual anak 14 orang, terorisme 7 orang, sengketa lahan 5 orang, pembunuhan 4 orang, illegal fishing 1 orang dan sumpah palsu 1 orang.
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, sebelum ada MoU pun, kerja sama antara Polri dan LPSK sudah berjalan. "Kerja sama Polri-LPSK sudah tidak bisa diganggu gugat lagi karena kedua lembaga sudah satu langkah dan tindakan dalam memberikan perlindungan saksi dan korban," ujar Ari Dono.
Ari Dono menjelaskan, keterkaitan Polri dan LPSK khususnya dalam hal pembuktian. Karena salah satu alat bukti dalam pengungkapan tindak pidana adalah keterangan saksi dan korban. Jika saksi dan korban tidak bisa ditampilkan dalam persidangan, akan susah untuk membuktikan suatu tindak pidana.
Karena itulah, menurut dia, diperlukan upaya perlindungan bagi saksi dan korban tindak pidana. Namun, terkadang masyarakat belum banyak memahami bagaimana cara mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. "Ada peran penyidik untuk menginformasi hal tersebut (perlindungan)," katanya.
Selain penandatanganan MoU antara LPSK dan Polri, LPSK juga mengundang perwakilan dari 17 K/L dalam seminar membahas pengelolaan WBS Terintegrasi yang diberi nama “WBS TEGAS” (terintegrasi antarsistem). Masing-masing K/L mendapatkan sosialisasi mengenai pengamanan WBS yang ditandai dengan pembagian "Sertifikat Digital" dan penggunaannya.
WBS Online sendiri merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014; Inpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015; dan Inpres Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan 2017.
Asisten Deputi Koordinasi Materi Hukum Kemenko Polhukam Heni Susila Wardoyo mengatakan, salah satu butir nawacita Presiden Jokowi adalah memperkuat kehadiran negara dalam menciptakan pemerintahan yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Apa yang menjadi harapan presiden tersebut, menurut Heni, hanya dapat terwujud apabila seluruh aparatur terkait penegakan hukum meningkatkan kapasitasnya masing-masing dan bersatu dalam mewujudkan visi tersebut. "Kemenko Polhukam akan coba membantu mengurai semua sumbatan bagi LPSK dalam menjalankan tugas," tutur dia. (mag)LPSK: Keran Menjadi Pelapor Makin Terbuka
Sabtu, 09/12/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM – Keran bagi masyarakat untuk berperan aktif sebagai pelapor suatu tindak pidana makin terbuka. Kali ini, inisiasi tersebut datang dari komunitas media yang berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat.
Dewan Pengawas LBH Pers Wahyu Dhyatmika menuturkan, pihaknya berencana meluncurkan sebuah portal bernama "Indonesialeaks" dalam waktu dekat. "Indonesialeaks" ini merupakan sebuah website yang diperuntukkan agar masyarakat bisa berkirim dokumen secara anonim perihal penyimpangan atau suatu tindak pidana yang diketahuinya.
Selanjutnya, menurut dia, penyimpangan atau dugaan tindak pidana yang dimaksud dalam dokumen itu akan diinvestigasi bersama demi kepentingan publik. "Rencananya ´Indonesialeaks´ akan diluncurkan tanggal 14 Desember mendatang oleh LBH Pers yang merupakan gabungan 15 organisasi, terdiri dari 10 media dan 5 NGO," ungkap Wahyu dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (9/12).
Irvan yang juga dari LBH Pers menambahkan, jurnalisme investigasi penting untuk membongkar dugaan penyimpangan demi kepentingan publik. Kegiatan investigasi bersama sampai saat ini belum pernah ada. Apa yang akan dilakukan "Indonesialeaks" menjadi yang pertama.
"Sebagai antisipasi jika terdapat ancaman terhadap pelapor dalam prosesnya nanti, itulah hubungannya dengan LPSK," kata Irvan.
Irvan mengatakan, pihaknya berharap dapat menjalin kerja sama dengan LPSK, khususnya dalam memberikan perlindungan dan hak lainnya bagi pelapor maupun mereka yang melakukan jurnalisme investigasi. "Di awal, pelapor juga akan diberitahu tentang potensi risiko mereka berhadapan dengan hukum," tuturnya.
Sementara itu, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan, LPSK aktif menginisiasi pelaporan dugaan penyimpangan melalui whistleblowing system (WBS). Bahasa yang dipergunakan bagi para whistleblower ini memang bermacam-macam, akan tetapi di LPSK, whistleblower dimaksudkan sebagai pelapor yang memberikan keterangan kepada penegak hukum.
"LPSK punya WBS, hampir mirip dengan ´Indonesialeaks´. Tapi, WBS, informasinya tidak dipublikasi, berbeda dengan ´Indonesialeaks´. Untuk itu, perlu didalami lebih lanjut untuk mencari titik temu dengan layanan yang disediakan LPSK. Tapi, bagi wartawan yang mendapat ancaman saat melaksanakan tugas dan telah melapor ke penegak hukum, mereka bisa mendapatkan perlindungan," kata dia. (mag)Pemenuhan Hak Korban Tanggung Jawab Bersama
Kamis, 30/11/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pertanggungjawaban negara terhadap mereka yang menjadi korban kejahatan terus disuarakan, meski sesungguhnya layanan yang tersedia dianggap sudah cukup memadai. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, apakah semua korban kejahatan bisa mengakses semua layanan yang sudah tersedia tersebut.
Demikian terungkap dalam seminar bertema, "Integrasi Layanan bagi Korban Kejahatan" yang digelar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam rangkaian HUT ke-9, bertempat di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (29/11). Ada empat narasumber yang dihadirkan pada acara yang dipandu Pangeran Ahmad Nurdin tersebut, yaitu ahli hukum pidana Harkristuti Harkrisnowo, mantan Komisioner Komnas HAM Hesti Armiwulan, Direktur ICJR Supriyadi Widodo Eddyono dan Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani.
Ahli hukum pidana yang juga guru besar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo mengingatkan para pemangku kepentingan di lingkungan LPSK untuk aktif membangun komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait demi kepentingan pemenuhan hak korban kejahatan. Menurut Harkristuti, pengembangan public relation menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan integrasi layanan bagi korban.
Karena harus diakui, sulit bagi LPSK jika harus bekerja sendiri dalam melaksanakan pemenuhan hak korban kejahatan karena dibutuhkan kerja sama lintas kementerian/lembaga (K/L). "Harus ada pembagian tugas dari pimpinan (LPSK) untuk rutin menjalin komunikasi dan koordinasi dengan K/L lain. Ini menjadi tugas dari para pimpinan (LPSK) sebagai pembuat kebijakan," ujar dia.
Narasumber lain, Hesti Armiwulan juga menyoroti sinergi LPSK dengan K/L lain agar dalam pelaksanaan tugas masing-masing tidak saling tumpang tindih. "Mungkin bisa dijadwalkan pertemuan rutin, semisal di awal tahun untuk mencocokkan program, dilanjutkan pertemuan berkala beberapa bulan sekali, dan di akhir tahun dilakukan evaluasi. Untuk itu, kita memang harus menurunkan ego sektoral," katanya.
Koordinasi seperti yang dicontohkan tersebut, ujar Hesti, saat ini memang seperti mati suri sehingga ada peluang bagi LPSK untuk menginisiasi dan membangkitkannya kembali. "LPSK representasi negara bukan pemerintah. Bangun komunikasi dengan banyak pihak, termasuk pihak asing seperti kedutaan besar dan lainnya," imbau Hesti.
Sementara itu, Direktur ICJR Supriyadi menuturkan, banyak layanan yang sudah dipersiapkan negara bagi korban kejahatan, seperti perlindungan fisik, bantuan medis, psikologis, psikososial, pendampingan hukum, restitusi dan kompensasi. "Berbagai jenis layanan dari negara memadai, namun masih ada gap besar, apakah semua korban mendapatkan layanan tersebut," kata pria yang akrab disapa Supi tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya mencoba menyusuri layanan dari LPSK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan paling kuat dalam memberikan layanan bagi korban kejahatan. Karena harus diakui, hingga kini belum ada data secara nasional tentang berapa banyak pemberian layanan, semuanya sangat tergantung tupoksi masing-masing institusi.
Masih menurut Supi, dari data layanan LPSK, pemberian bantuan medis menjadi layanan dengan jumlah tertinggi yang dinikmati para korban dari berbagai tindak pidana, di antaranya pelanggaran HAM berat, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Layanan lain yaitu rehabilitasi psikologis. Sedangkan pemenuhan hak prosedural mengalami penurunan.
Kabar menggembirakan, menurut Supi, yakni dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme di Samarinda. Ini merupakan kemajuan dan membawa angin segar dalam pemenuhan hak korban. "Bagaimana dengan korban (kejahatan) lain, mereka juga butuh kompensasi karena restitusi macet," ujarnya.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengatakan, pemenuhan hak korban sulit jika dilakukan secara parsial melainkan dibutuhkan layanan terintegrasi dari berbagai penyedia layanan dan pihak terkait. Lies mengimbau khususnya penegak hukum tidak ragu apalagi takut memperjuangkan hak korban kejahatan. "Contoh restitusi, kami harap penuntut umum tidak usah ragu karena itu memiliki dasar hukum yang jelas, baik undang-undang maupun peraturan pemerintahnya," tutur Lies.
Dia juga menggarisbawahi tentang pemberian layanan psikososial. Karena tujuan dari layanan ini adalah bagaimana mengintegrasikan kembali korban ke masyarakat sehingga dibutuhkan peran kementerian/lembaga lain, termasuk pemerintah daerah. "Akan sulit jika LPSK bekerja sendirian dalam pemenuhan hak psikososial bagi korban," ujarnya. (mag)LPSK Siapkan Langkah Buka Perwakilan di Daerah
Sabtu, 18/11/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Agar lebih mendekatkan layanan kepada masyarakat, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mulai menyiapkan langkah-langkah untuk merealisasikan pembentukan perwakilan di daerah. Medan menjadi salah satu daerah yang dijajaki.
Sehubungan dengan rencana tersebut, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dan tim melakukan pertemuan intensif dengan beberapa pihak di Kota Medan, antara lain dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan, pada Kamis (16/11) dan Jumat (17/11).
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban sudah membuka peluang LPSK untuk membuka perwakilannya di daerah. Hal itu kembali dipertegas dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Sekretariat Jenderal LPSK.
"Struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) sudah terbentuk, termasuk perwakilan daerah. LPSK sudah menyiapkan beberapa alternatif lokasi, termasuk Medan, sambil menunggu izin prinsip dari Kemenpan RB," ujar Semendawai dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (17/11).
Menurut Semendawai, rencana pembentukan LPSK perwakilan daerah sengaja dikoordinasikan dengan Kanwil Kemenkumham, mengingat latar belakang sejarah dan kerja sama antarkedua pihak yang terjalin cukup lama. "Kita berharap dapat dukungan dari berbagai aspek, seperti dukungan selama ini," katanya.
Adapun sejumlah persiapan yang sudah dilakukan LPSK, kata Semendawai, baik sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana serta anggaran yang rencana dimulai tahun 2018 dan diajukan ke DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Soal SDM, LPSK perwakilan daerah akan dipimpin pejabat setingkat eselon III.
Sementara terkait sarana dan prasarana, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan KPKNL di bawah Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, untuk menjajaki apakah ada asset pemerintah pusat di daerah yang bisa dimanfaatkan LPSK. "Dari KPKNL kita mendapatkan dukungan positif," ungkap Semendawai.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sumut Liberti Sitinjak mengatakan, selain membantu menegakkan keadilan, pihaknya juga bertugas menolong masyarakat yang terzolimi. Hanya saja, Kanwil Kemenkumham tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk itu. "Dengan hadirnya LPSK di daerah, kita bisa saling mengisi," ujarnya.
Begitu pun soal SDM LPSK perwakilan daerah. Liberti berujar, sesuai konstruksi LPSK, perwakilan nantinya akan diisi PNS aktif. Untuk itu, pihaknya berpeluang membantu, mengingat tugas dan fungsi keduanya senada. "Terpenting, bagaimana aturan mainnya sehingga tidak merugikan PNS bersangkutan," kata Liberti.
Sedangkan untuk sarana seperti kantor, jika memang dibutuhkan dan mendesak, untuk awal, lanjut Liberti, Kanwil Kemenkumham Sumut siap memberikan pinjaman salah satu ruangan yang tersedia untuk dimanfaatkan sebagai kantor LPSK perwakilan daerah. "Intinya kita siap support dan bantu LPSK," tukasnya. (mag)Perkuat Teknologi Informasi, LPSK Gandeng Lemsaneg
Kamis, 19/10/2017 12:00 WIBJAKARTA , GRESNEWS.COM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjalin kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam hal pemanfaatan teknologi informasi berikut peningkatan keamanannya guna menunjang fungsi perlindungan saksi dan korban. Perjanjian kerja sama ditandatangani Sekretaris LPSK Armein Rizal dan Kepala Balai Sertifikasi Elektronik Lemsaneg Anton Setiyawan di kantor LPSK, Jakarta, Rabu (18/10).
Penandatanganan disaksikan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta dan Sekretaris Utama Lemsaneg Syahrul Mubarak. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, layanan publik berbasis elektronik menjadi suatu keniscayaan dan makin sering digaungkan, termasuk dari Presiden Jokowi terhadap semua sektor pelayanan publik."Begitu pula LPSK, harus meninggalkan cara lama dimana masyarakat harus berhadapan langsung dengan petugas LPSK. Kini, kita berupaya memudahkan layanan bagi masyarakat dengan memanfaatkan teknologi," ujar dia.
Menurut Semendawai, LPSK sangat erat berhubungan dengan masyarakat karena pemohon yang mengajukan perlindungan berasal dari seluruh penjuru Indonesia. "Kalau pemohon harus datang ke LPSK di Jakarta hanya untuk mengajukan permohonan, tentu akan membutuhkan biaya dan tenaga yang besar. Namun, dengan memanfaatkan teknologi informasi, pelayanan publik tidak lagi terikat akan ruang dan waktu," jelas Semendawai.
Masih kata dia, keuntungan memanfaatkan teknologi informasi sangat besar karena mampu menghemat waktu, biaya dan tenaga. Tidak itu saja, LPSK juga bisa lebih cepat merespons permohonan yang masuk.
"Teknologi informasi mempermudah kerja kita. Tantangannya pada keamanan data agar tidak bocor. Apalagi, LPSK bertanggung jawab atas kerahasiaan identitas saksi dan korban," tutur Semendawai.
Karena itu dia menilai kerja sama dengan Lemsaneg diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengamanan data dan informasi di LPSK. Kerja sama dimaksud tidak hanya sebatas pada penandatanganan saja, melainkan kepada tataran kerja atau teknis sehingga lebih kongkrit dan kerja-kerja LPSK bisa sangat terbantu.
Sekretaris Utama Lemsaneg Syahrul Mubarak mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya LPSK memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi. Keamanan teknologi informasi tidak saja terfokus pada kerahasiaan data, melainkan juga keutuhan data dan otentikasi.
"LPSK sudah memanfaatkan layanan Lemsaneg. Ini menggambarkan kesadaran akan keamanan teknologi informasi sudah tumbuh," katanya.
Lemsaneg, menurut Syahrul, siap memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan LPSK dan berharap penandatanganan kerja sama yang sudah dilakukan antara LPSK dan Lemsaneg menjadi langkah awal untuk hal-hal lainnya. "Inovasi pelayanan publik diperlukan. Tapi, jangan terlalu banyak membuat aplikasi baru karena akan boros. (Aplikasi) yang sudah ada sebaiknya dimanfaatkan dan diadopsi," kata Syahrul. (mag)Pelapor Korupsi Harus Dimudahkan dan Dilindungi
Kamis, 28/09/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM – Siapa saja yang memiliki informasi mengenai penyimpangan atau dugaan korupsi dan berniat melaporkannya, sudah selayaknya dipermudah dan identitasnya dilindungi. Pelapor harus dijauhkan dari ancaman pelaporan balik atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam acara peluncuran Whistleblowing System (WBS) Online "TEGAS" (Terintegrasi Antar Sistem) di Aula Lantai 6 kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (27/9). Selain peluncuran WBS Online "TEGAS" yang terintegrasi dengan 17 kementerian/lembaga dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga dilaksanakan penandatanganan pedoman kerja sama antara LPSK dan KPK, serta 17 kementerian/lembaga dan KPK.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, WBS Online "TEGAS" dapat menjadi shortcut bagi pelapor sehingga tidak terbebani saat melaporkan kecurangan atau potensi korupsi yang diketahuinya. "Dalam pemberantasan korupsi, partisipasi masyarakat sangat berperan," ujar dia.
Masih kata Semendawai, kehadiran WBS Online "TEGAS" harus diikuti upaya menciptakan suatu kondisi dimana pelapor yakin laporannya tidak menimbulkan risiko bagi dirinya sendiri. "Harus ada komitmen bersama agar tak ada dampak bagi pelapor," tutur Semendawai.
Lebih dari dari, lanjut Semendawai, dalam konteks pencegahan korupsi, tidak saja diukur dari output laporan melainkan juga terciptanya tata pemerintahan yang bersih. "Diharapkan jika tidak ada laporan berarti tidak ada korupsi, bukannya tidak ada laporan karena orang takut melapor," katanya.
Peluncuran WBS Online "TEGAS" dihadiri Deputi Informasi dan Data KPK Harry Budiarto, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Bimo Wijayanto, perwakilan Bappenas Fredolin Berek, Wakil Ketua LPSK Teguh Soedarsono, Hasto Atmojo Suroyo dan Lies Sulistiani serta Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta. Turut hadir sejumlah Irjen dari kementerian/lembaga yang terkoneksi dengan TEGAS.
Deputi Informasi dan Data KPK Harry Budiarto mengungkapkan, pemerintah sudah mengeluarkan dua inpres terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, namun poin pelaksanaan WBS belum jalan. "Sejak hari ini (kemarin), poin itu dimulai. Konsekuensinya kita melaksanakan sistem ini," kata dia.
Menurut Harry, pekerjaan tidak selesai sampai sistem WBS Online "TEGAS" ini diinstal, tetapi memanfaatkannya agar pencegahan dan pemberantasan korupsi sukses. "Banyak OTT justru membuat kita sedih, karena banyak pejabat yang sudah tandatangan pakta integritas malah tertangkap," ujarnya.
Selain itu, Harry mewanti-wanti para pengelola WBS Online "TEGAS" di tiap kementerian/lembaga agar data pelapor tidak bocor karena terkait dengan keselamatan mereka. Sebab, para pelaku korupsi akan menggunakan berbagai cara agar pelapor mengurungkan niatnya. Karena itu diperlukan asistensi selanjutnya agar sistem ini bisa berjalan baik.
Sementara Wakil Ketua LPSK Teguh Soedarsono mengungkapkan, ke-17 kementerian/lembaga yang WBS Online-nya terkoneksi dalam jaringan ini, adalah Kementerian ESDM, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Selain itu, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian PU dan PR, Kementerian Pendidikan dan Kebudaya serta kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Lalu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Polri, Kejaksaan Agung serta Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan. "Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2016 dan 2017 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi menjadi panduan dasar LPSK melakukan ini," katanya. (mag)