-
Rustam Terjerat Hukum Akibat Membersihkan Pekarangan Rumah
Rabu, 08/07/2020 15:43 WIBPeran Kunci Sektor Perbankan ASEAN Terhadap Target Pemerintah untuk Perubahan Iklim dan SDGs
Rabu, 04/10/2017 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Selasa (3/10, WWF dan Pusat Tata Kelola, Institusi dan Organisasi (CGIO) The National University of Singapore (NUS) meluncurkan laporan bertajuk "Perbankan Berkelanjutan di ASEAN: Mengatasi Isu Hutan, Lansekap, Iklim, Air dan Masyarakat". Laporan ini menilai tingkat pengungkapan 34 bank terhadap aspek Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dan integrasi Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST) yang mengacu pada kerangka kerja internasional dan nasional.
Direktur Kebijakan, Keberlanjutan dan Transformasi WWF-Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, laporan ini menjadi tolok ukur kemajuan integrasi LST masing-masing bank dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Dalam laporan disebutkan bahwa bank-bank di Indonesia dan Singapura lebih unggul dalam hal pengungkapan kebijakan pembiayaan berkelanjutan sektoral dibandingkan di negara-negara ASEAN lainnya, yaitu dua bank nasional Indonesia yakni BRI dan BNI, dan bank DBS Singapura.
"Laporan ini juga menyatakan bahwa Indonesia adalah yang terdepan dalam pengembangan produk LST dan portfolionya se-ASEAN," kata Aditya dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (4/10).
Tujuh bank berkomitmen sukarela dalam inisiatif keuangan berkelanjutan, empat diantaranya adalah bank di Indonesia, yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri dan BCA. Keempatnya berkomitmen menjadi First Movers untuk perbankan berkelanjutan di Indonesia, dan BNI merupakan satu-satunya bank di dalam laporan ini yang merupakan anggota UNEP Financial Institution.
Dua puluh satu bank di ASEAN mengakui bahwa kegiatan yang mereka biayai dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial. Tetapi belum ada bank yang memahami bagaimana mereka mengelola risiko iklim dan keberlanjutan dimaksud pada tingkat portofolio.
Sebagai penandatanganan kesepakatan perubahan iklim Paris, Indonesia telah mengumumkan komitmen pencapaian target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 26 persen pada tahun 2020 dan 29 persen pada tahun 2030. Target perubahan iklim Indonesia dibangun diatas komitmen pemerintah mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk memastikan aspek–aspek ketahanan pangan, pengelolaan berkelanjutan untuk hutan, laut, dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati dan permasalahan lainnya dapat diatasi.
Menyadari pentingnya peranan sektor jasa keuangan, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan No 51 Tahun 2017 untuk mendorong akuntabilitas penerapan keuangan berkelanjutan di Indonesia. Aditya menegaskan, sektor perbankan sebagai penggerak sektor riil, berperan penting dalam menyukseskan upaya pemerintah Indonesia memenuhi target penurunan emisi dan mewujudkan SDGs.
"Perbankan di Indonesia selayaknya segera menerapkan peraturan OJK untuk menerapkan prinsip-prinsip integrasi lingkungan, sosial dan tata kelola secara utuh dan mendemonstrasikan kontribusinya," terangnya.
"WWF-Indonesia, siap bekerja sama dengan bank nasional untuk membangun kapasitas integrasi LST dan memperbaiki pemahaman tentang isu-isu penting LST seperti iklim, air, deforestasi dan kaitannya dengan bisnis," pungkasnya. (mag)
Cegah Karhutla, KLHK Gelar Patroli Terpadu di Kalbar
Minggu, 13/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berkomitmen menggalakkan ´Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan´ dengan berbagai pihak, untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). KLHK belakangan ini kembali menjadi permasalahan serius di beberapa wilayah di Indonesia.
Program yang berperan penting dalam menekan potensi kejadian karhutla di tingkat tapak ini telah digalakkan sejak 2016 dengan melibatkan unsur dari Manggala Agni KLHK, TNI, POLRI, dan masyarakat desa. KLHK kembali melaksanakan kegiatan ini dengan menambah jangkauan kerja dan mengoptimalkan upaya pencegahan kebakaran di tingkat tapak sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2017 di Istana Negara. KLHK sendiri telah meresmikan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat pada Selasa (8/8) kemarin.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Raffles B Panjaitan menjelaskan, kegiatan Patroli Terpadu ini diinisiasi dan didanai oleh KLHK. "Kegiatan ini adalah upaya optimalisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan mengedepankan prinsip deteksi dini, kemutakhiran data, serta kehadiran petugas di tingkat tapak serta sinergitas antar lembaga dan masyarakat tingkat desa," ujarnya, Sabtu (12/8).
Tim Patroli Terpadu melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat setiap harinya serta melakukan deteksi dini tingkat kerawanan kebakaran dengan basis desa. Hasil pelaksanaan kegiatan setiap harinya dilaporkan secara berjenjang mulai dari satgas desa, satgas kabupaten/provinsi, sampai ke tingkat pusat.
Laporan disampaikan melalui jejaring komunikasi aplikasi smartphone (WhatsApp). "Tujuannya agar lebih mudah dimonitor dan ditindaklanjuti dalam waktu yang lebih singkat, terutama pada saat kejadian karhutla," terang Raffles.
Raffles menambahkan, untuk tahun ini kegIatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan ini sudah dimulai sejak 11 Mei 2017 di Provinsi Riau (65 posko desa) dan Sumatera Selatan (50 posko desa). Sedangkan untuk Kalimantan Barat sudah dimulai pada 18 Juli 2017 dan akan berlangsung sampai November 2017.
Di Provinsi Kalimantan Barat, kegiatan Patroli Terpadu dilaksanakan di 60 posko desa dengan basis wilayah kerja Daop Manggala Agni meliputi Daops Pontianak 13 posko desa, Daop Singkawang 11 posko desa, Daop Sintang 15 posko desa, Daop Ketapang 13 posko desa, dan Daop Semitau 8 posko desa. Dari 60 posko desa tersebut dapat dijangkau sekitar 120 desa rawan karhutla.
"Menindaklanjuti kondisi yang semakin rawan, saat ini juga sedang dipersiapkan kegiatan patroli terpadu di Provinsi Sumatera Utara (15 posko desa), Jambi (20 posko desa), Kalimantan Tengah (55 posko desa), Kalimantan Selatan (20 posko desa), dan Kalimantan Timur (15 posko desa) yang rencananya akan dimulai pada minggu kedua dan ketiga Agustus ini," ujarnya,
Khusus untuk kegiatan patroli terpadu, KLHK menargetkan dapat menjangkau 731 desa rawan kebakaran hutan dan lahan di 8 provinsi rawan. Raffles menjelaskan secara umum kondisi hotspot saat ini untuk deteksi dari Satelit NOAA memperlihatkan kenaikan apabila dibandingkan tahun 2016 ke 2017. Pada periode 1 Januari-8 Agustus 2016 terdeteksi 1.295 hotspot di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pada periode 1 Januari - 8 Agustus 2017 terdeteksi 1.345 hotspot atau naik sebesar 8%.
Untuk deteksi satelit Terra/Aqua (NASA) dengan tingkat kepercayaan lebih dari 80%, untuk periode 1 Januari - 8 Agustus 2016 terdeteksi 2.171 hotspot, sedangkan pada tahun ini pada periode yang sama terdeteksi 348 titik atau terjadi penurunan sebesar 84%.
Khusus untuk Kalimantan Barat, perbandingan antara 2016 dan 2017 baik deteksi satelit NOAA 19 maupun Terra/Aqua menunjukkan kenaikan. Deteksi satelit NOAA untuk periode 1 Januari-8 Agustus 2016 terdeteksi 99 hotspot di Kalimantan Barat, periode yang sama untuk tahun 2017 telah terdeteksi 201 hotspot. Untuk satelit Terra/Aqua pada periode 1 Januari - 8 Agustus 2016 terdeteksi 10 titik. Pada periode yang sama untuk tahun ini terdeteksi 72 titik.
Raffles mengingatkan kembali tentang arahan Jokowi pada Rakernas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan terutama pada sisi pentingnya pencegahan sampai di tingkat tapak yang melibatkan masyarakat dan sinergi antarpusat dan daerah. "Semua pihak harus mengambil peran dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan untuk mewujudkan Indonesia Bebas dari Asap Kebakaran Hutan dan Lahan," tegasnya. (dtc/mag)
Jumlah Titik Api di Kalbar Semakin Melebar
Senin, 07/08/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah titik panas (hotspot) kebakaran hutan dan lahan semakin melebar di Kalimantan Barat. Padahal, kata dia, sudah ada upaya pemadaman, kebakaran hutan dan lahan di provinsi tersebut.
"Berdasarkan pantauan satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN pada Minggu (6/8/2017) pagi terdeteksi 150 hotspot di Kalimantan Barat," ujar Sutopo dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (6/8).
Dari 150 hotspot itu, 109 hotspot kategori sedang (tingkat kepercayaan 30-79 persen) dan 41 hotspot kategori tinggi (tingkat kepercayaan tinggi lebih dari 80 persen). Jumlah hotspot ini jauh lebih banyak daripada daerah lainnya. "Secara nasional terdeteksi ada 282 hotspot," ucapnya.
Sebaran 282 hotspot tersebut yakni 7 hotspot di Papua, 12 di NTT, 150 di Kalimantan Barat, 9 titik di Lampung, 5 titik di Jawa Timur, 6 titik di Jawa Tengah, 5 titik di Jawa Barat, 2 titik di Papua Barat, 3 di NTB, 11 di Babel, 4 titik di Kepri, 2 titik di Maluku, 1 titik di Sulteng, 1 titik di Gorontalo, 23 titik di Sumsel, Kalteng 1, Riau 16, Sumut 9, Jambi 2, Sumbar 2, Sulsel 18, dan Malut 1.
"Di lapangan jumlah hotspot ini kemungkinan lebih banyak karena adanya daerah-daerah yang tidak terlintasi satelit saat ada kebakaran hutan dan lahan," ungkapnya.
Sementara itu, di 5 Provinsi lainnya, yakni Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalbar dan Kalsel telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan. Di Kalimantan Barat sendiri terdapat 5 kabupaten yang telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan, yaitu Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, Sekadau, Melawi, dan Bengkayang.
"Namun justru daerah yang banyak hotspotnya, seperti Kapuas Hulu, Sanggau, Sintang dan Landak, belum menetapkan siaga darurat saat ini," lanjutnya.
Hingga Minggu (6/8) pagi, sebaran hotspot kebakaran hutan dan lahan di Kalbar terdapat di Bengkayang 1, Kapuas Hulu 23, Ketapang 10, Kubu Raya 19, Landak 13, Melawi 7, Pontianak 8, Sanggau 45, Sekadau 2, dan Sintang 22 titik.
"Lokasi hotspot kebakaran hutan dan lahan berada pada lahan perkebunan swasta, lahan milik masyarakat dan di taman nasional," sambungnya.
Selama tiga tahun terakhir ini, kebakaran hutan dan lahan ada yang selalu berulang, seperti di Taman Nasional Tesso Nelo, OKI, daerah perbatasan antara Riau dan Jambi, dan beberapa daerah lainnya. Ada juga daerah-daerah yang baru yang sebelumnya tidak terbakar.
"Kebakaran hutan dan lahan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Jambi makin ke arah timur atau makin mendesak ke hutan untuk perluasan kebun," tuturnya. (dtc/mag)
Presiden Instruksi Penundaan Izin Kehutanan di Perpanjang
Rabu, 26/07/2017 15:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor: 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Langkah tersebut diambil presiden agar upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut yang tengah berlangsung bisa terlaksana. Penyempurnaan dan perbaikan hutan dan lahan gambut itu dalam rangka menurunkan emisi dan tingkat deforentasi degradasi hutan selain untuk perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut
Instruksi Presiden yang ditandatangani 17 Juli 2017 itu ditujukan kepada: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN); 4. Menteri Pertanian; 5. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; 6. Sekretaris Kabinet; 7. Kepala Badan Informasi Geospasial; 8. Para Gubernur; dan 9. Para bupati/walikota.
"Menginstruksikan untuk melanjutkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan hutan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi yang meliputi hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonvensi, serta areal penggunaan lain sebagaimana tercantnm dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru," bunyi diktum KESATU Inpres tersebut, seeprti dikutip setkab.go.id.
Inpres tersebut juga menyebut penundaan pemberian izin baru sebagaimana dimaksud, berlaku bagi penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut, dengan pengecualian diberikan pada: a. permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan sebelum Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut;
b. Pelaksanaan pembangunan nasional yaitu panas bumi, minyak ketenagalistrikan, dan lahan untuk program kedaulatan pangan nasional antara lain padi, tebu, jagung, sagu, dan kedelai;
c. perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku; dan
d. Restorasi ekosistem.
Sementara kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden Jokowi menginstruksikan khusus untuk: a. Melanjutkan penundaan terhadap penerbitan izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi yang meliputi hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian lzin Baru;
b. Melanjutkan penyempurnaan kebijakan tata kelola bagi izin pinjam pakai dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam; c. Melanjutkan peningkatan efektivitas pengelolaan lahan kritis dengan memperhatikan kebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut yang baik antara lain melalui restorasi ekosistem;
d. Melakukan revisi terhadap Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada kawasan hutan setiap 6 (enam) bulan sekali; e. Menetapkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru hutan alam primer dan lahan gambut pada kawasan hutan yang telah direvisi; dan e. Melakukan upaya pengurangan emisi dari hutan alam primer dan lahan gambut melalui perbaikan tata kelola pada kegiatan usaha yang diusulkan pada hutan alam primer dan lahan gambut yang ditetapkan pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru melalui izin lingkungan.
Sedang kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Presiden menginstruksikan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap gubernur dan bupati/wali kota dalam pelaksanaan Instruksi Presiden ini.
Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Presiden menginstruksikan untuk: a. Melanjutkan penundaan terhadap penerbitan hak-hak atas tanah antara lain hak guna usaha dan hak pakai pada areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru; dan b. Melakukan percepatan konsolidasi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru ke dalam revisi peta tata ruang wilayah sebagai bagian dari pembenahan tata kelola penggunaan lahan melalui kerja sama dengan gubernur dan bupati/wali kota.
Kepada Menteri Pertanian, Presiden menginstruksikan untuk: a. Melakukan penyempurnaan kebijakan tata kelola bagi izin pertanian dan izin usaha perkebunan; b. Melakukan peningkatan efektivitas pengelolaan lahan kritis dengan memperhatikan kebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut yang baik antara lain melalui restorasi ekosistem; dan c. Melakukan penundaan terhadap penerbitan izin pertanian dan izin usaha perkebunan baru pada kawasan hutan, lahan gambut, dan areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru.
Presiden kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menginstruksikan untuk melakukan penundaan pembangunan atau konstruksi bangunan pada areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian lzin Baru, kecuali telah berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, gubemur, dan bupati/wali kota sebelum berlakunya Instruksi Presiden ini.
Presiden juga menginstruksikan kepada Kepala Badan Informasi Geospasial agar melakukan validasi dan integrasi peta tutupan hutan dan lahan gambut sesuai Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain setiap 6 (enam) bulan sekali melalui kerja sama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuanan serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Kepada para Gubernur, Presiden menginstruksikan untuk melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan, lahan gambut, dan areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian lzin Baru.
Instruksi yang sama ditujukan kepada para Gubernur, kepada para Bupati/Walikota untuk melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan, lahan gambut, dan areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian lzin Baru.
Disebutkan dalam Inpres ini, Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada areal penggunaan lain, yang merupakan hasil validasi dan integrasi sebagaimana dimaksud, ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Perpanjangan penundaan pemberian izin baru, rekomendasi, dan pemberian izin lokasi sebagaimana dimaksud dilakukan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini dikeluarkan,” bunyi diktum KELIMA Inpres tersebut.
Selain itu presiden juga dinstruksikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melaporkan pelaksanaan Inpres tersebut setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
Sedangkan kepada Sekretaris Kabinet, Presiden menginstruksikan untuk melakukan pemantauan pelaksanaan Instruksi Presiden ini dan melaporkan hasilnya kepada Presiden. (rm)Putusan Setengah Hati MK untuk Masyarakat Adat
Jum'at, 11/12/2015 09:00 WIBAndi mengatakan, putusan MK untuk masyarakat adat ini merupakan putusan setengah hati karena tidak didasari dengan alasan-alasan rasionalitas dan konstitusionalitas yang cukup kuat, karena tidak dilandaskan pada fakta-fakta dan keterangan yang muncul di persidangan Mahkamah Konstitusi.
Indonesia Darurat Asap
Minggu, 06/09/2015 12:00 WIBDalam catatan BNPB kata Sutopo, saat ini sekitar 80 persen wilayah Sumatera hampir tertutup dengan asap. Jambi dan Pekanbaru paling parah karena hanya memiliki jarak pandang 500 meter.
Jejak Pasal Pidana UU Perkebunan
Minggu, 30/08/2015 19:00 WIBPasal-pasal dalam UU ini justru malah memberikan kemudahan akses dan fasilitasi pengusaha perkebunan skala besar untuk mengambil alih lahan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Praktik Monopoli Hutan Timbulkan Konflik
Senin, 03/08/2015 14:01 WIBEdo mengungkapkan, pola monopoli dan perampasan kawasan (tanah) yang terjadi saat ini sebenarnya justru malah "dilegalisasi" pemerintah sendiri.
FOTO: Pembalakan Hutan di Gunung Kerinci
Senin, 15/06/2015 03:00 WIBLuasan kawasan hutan di Gunung berapi tertinggi di Sumatera yang menjadi ikon wisata provinsi itu terus berkurang akibat lemahnya penegakan hukum, pembalakan liar dan alih fungsi lahan yang diperkirakan mencapai 20 hektar per tahun.
Walhi Minta Polda Jabar Lanjutkan Penyidikan Atas 12 Perusahaan Tambang yang Ekplorasi di Kawasan Hutan
Jum'at, 12/06/2015 17:30 WIBWahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta Polda Jawa Barat melanjutkan proses penyidikan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Perhutani Jabar atas pengelolaan hutan di KPH Bogor. Menyusul dikabulkannya gugatan praperadilan Walhi atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Polda Jawa Barat atas pengusutan 12 perusahaan tambang.
Payung Hukum Jadi Kendala Penindakan Kasus Penyerobotan Lahan Hutan
Rabu, 10/06/2015 19:00 WIBKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai kasus penyerobotan lahan hutan telah sampai pada tahap yang tidak bisa ditolerir. Sehingga kasus tersebut harus menjadi perhatian serius semua pihak. Oleh karena itu kementerian mendukung sepenuhnya langkah pembentukan Panitia Kerja (Panja) DPR RI.
Modus Land Banking Dapat Hancurkan Hutan
Sabtu, 06/06/2015 10:00 WIBWalhi mengkhawatirkan dinamika yang berkembang dalam agenda pengelolaan sumber daya alam yang akan dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Bentuk Ditjen Penegakan Hukum, Menteri Lingkungan Siap Perangi Korporasi Nakal
Minggu, 31/05/2015 23:00 WIBBanyaknya permasalahan hukum yang dilakukan korporasi terkait lahan hutan membuat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membentuk kebijakan baru. Diantaranya membentuk Direktorat Jenderal Penegakan hukum di institusi yang dipimpinnya.
Menteri LHK Mengaku Proses Korporasi Pelanggar UU Kehutanan
Minggu, 31/05/2015 22:00 WIBMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan sedang memproses berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh berbagai korporasi terkait alih fungsi hutan. Sejumlah korporasi yang sedang diprosesnya itu berada di kawasan Sumatera, termasuk Riau.