-
Kades di Cirebon Gunakan Dana Desa Buat Investasi
Selasa, 26/09/2017 14:49 WIBPolres Cirebon limpahkan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan salah seorang Kepala Desa Curug Wetan, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumber. Polisi juga mengimbau agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bermain-main dengan anggaran negara.
Berkas perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepala Desa Curug, Ucu Suara (56) itu dinyatakan sudah lengkap. Sehingga penanganannya dilimpahkan Kejari Sumber.
"Berkasnya sudah P.21, sehingga kita limpahkan tersangka beserta barang buktinya ini ke Kejari Sumber," ucap Kasat Reskrim Polres Cirebon, AKP Reza Arifian usai melimpahkan perkara kasus korupsi di Kejari Sumber, Selasa (26/9).
Dikatakan Reza, tersangka merupakan pensiunan PNS. Saat menjabat sebagai Kepala Desa Curug Wetan, tersangka pernah mencairkan anggaran yang bersumber dari Dana Desa tahun 2015 sebesar Rp 235.000.000 melalui Bank BJB. Pencairan tersebut dilakukan secara dua tahapan, pada Agustus dan Oktober.
Namun, sambung Reza, Dana Desa yang seharusnya digelontorkan untuk pembangunan fisik desa sebagian malah dimanfaatkan secara pribadi.
"Tetapi ada dana sebesar Rp129.140.000 digunakan untuk kepentingan pribadi oleh tersangka. Dari pengakuan tersangka ini untuk kebutuhan sehari-hari dan investasi. Ini kita jadikan sebagai kerugian negara. Maret lalu kita naikkan statusnya menjadi tersangka dan sekarang berkasnya sudah lengkap akan kita limpahkan ke Kejari," katanya. (dtc/mfb)Alibi KPK Turut Usut Penyelewengan Dana Desa
Rabu, 09/08/2017 17:26 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gerah mendapat kritikan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah hingga membeberkan sejumlah alasan hingga perlu menindaklanjuti laporan penyelewengan penggunaan dana desa. KPK mencatat, selama Januari-Juni 2017, ada 459 laporan terkait dengan dana desa. Laporan itu disampaikan ke KPK melalui telepon, SMS, surat elektronik, atau datang langsung.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan laporan tersebut berasal dari sejumlah desa di Indonesia. "Laporan dari masyarakat untuk dana desa Januari sampai Juni 2017 saja ada 459. Umumnya terkait pengelolaan dana desa," kata Pahala, Rabu (9/8).
Isi laporan terkait dengan dana desa itu bermacam-macam. Namun, jika dikelompokkan, ada 10 jenis penyimpangan pengelolaan dana desa yang dilaporkan.
Kesepuluh penyimpangan yang dilaporkan tersebut adalah tidak adanya pembangunan di desa; pembangunan/pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi/RAB; dugaan adanya mark up oleh aparat desa; tidak adanya transparansi; masyarakat tidak dilibatkan; penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi; dan lemahnya pengawasan dana desa oleh inspektorat.
Ada juga penyimpangan dalam bentuk kongkalikong pembelian material bahan bangunan, proyek fiktif, serta penggelapan honor aparat desa.
Menurut Pahala, dari ke-459 laporan tersebut, belum tentu ada penyelewengan dana desa. Beberapa di antaranya hanya karena kesalahan administrasi atau proses yang tidak transparan.
KPK, kata Pahala, meneruskan laporan tersebut kepada Kementerian Desa untuk ditindaklanjuti. Kebetulan di Kementerian Desa saat ini sudah dibentuk Satgas Dana Desa, yang dipimpin mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto.
Sebelumnya, Bibit mengakui ada potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu, Satgas Dana Desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran.
"Kalau ada pelanggaran pidana, kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kemudian menyindir KPK soal ´masuk desa´. "Itu namanya KPK masuk desa, dulu ABRI masuk desa, sekarang KPK masuk desa, hehehe," ujar Fahri di Kediaman Idrus Marham, Jalan Kavling DPRD, Cibubur, Jakarta, Minggu (6/8).
"Baca undang-undang buat apa KPK dibuat, untuk apa dibuat namanya Muhammad Ali tiba-tiba ke Indonesia lawan Ellyas Pical. Karena Muhammad Ali buat kelas berat dan Ellyas Pical dibuat untuk junior. Pasti kalah," sambung Fahri.
Fahri meminta KPK untuk mengurus kasus dugaan korupsi yang bernilai kerugian negara cukup besar. Kasus tersebut yakni Rumah Sakit Sumber Waras dan proyek Reklamasi.
"Ada dikasih meriam masuk hutan tembak gajah, setiap hari bawa burung perkutut yang ada penangkapan juga," ujar Fahri.
Selain itu, Fahri menyatakan KPK tidak usah melakukan supervisi terhadap dana desa. Menurut dia, supervisi dana desa bisa dilakukan oleh inspektorat pemerintah daerah.
"Ada 37 ribu desa apa mau supervisi semua dan apa mau bilang hanya di Pamekasan kasusnya. Kalau setiap uang hari-hari orang mengucapkan terima kasih terjadi, maka konsern negara bukan moral pejabat tapi ada kerugian negara atau tidak. Dan kerugian negara pasti ditemukan audit BPK itu sistem negara jangan mau jadi pahlawan tembak sana sini dan tangkap sana sini," jelas Fahri. (dtc/mfb)Alasan KPK Incar Korupsi Kepala Desa
Jum'at, 04/08/2017 11:00 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah turun kasta lantaran untuk pertama kalinya menjerat seorang kepala desa terkait kasus suap Dana Desa. Padahal selama ini KPK banyak menyisir korupsi di tingkat pusat dan daerah dalam tingkat minimal bupati.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan langkah KPK ini menunjukkan bila urusan korupsi tak hanya berada di level elite birokrasi tetapi merambah pula di tingkatan bawah.
"Kalau melihat kasus yang pernah ditangani KPK, memang korupsi terjadi hampir di semua lapisan. Dengan berbagai ragam bentuk dan modusnya, korupsi bisa melibatkan anggota DPR, pemerintah tingkat pusat, swasta hingga lapisan terbawah dari tingkatan birokrasi," kata Febri, Jumat (4/8).
Febri mencontohkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Sri Hartini yang saat itu menjabat sebagai bupati Klaten. Suap yang diterima Sri saat itu terkait jual beli jabatan yang melibatkan banyak jabatan hingga level terbawah.
"Kasus Klaten tidak hanya menjerat bupati, tetapi juga mengkonfirmasi korupsi dalam pengisian sejumlah jabatan di daerah. Bahkan sampai ke urusan jabatan terkait sekolah-sekolah di sana," ujanya.
Sedangkan dalam OTT terakhir di Pamekasan, Jawa Timur, KPK seolah kembali menegaskan bila korupsi sangat nyata dari level rendah seperti lurah atau kepala desa hingga pucuk pimpinan daerah yaitu bupati. Keseluruhannya diseret KPK untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pada OTT di Pamekasan, bahkan kasusnya berawal dari laporan indikasi penyimpangan Dana Desa yang diduga dilakukan di level kepala desa. Namun merembet sampai ke bupati dan kepala kejaksaan negeri setempat," kata Febri.
"Dalam sebaran yang lebih luas sebenarnya kegiatan Saber Pungli juga mengkonfirmasi korupsi di pelayanan publik," sambung Febri menambahkan.
Pakar hukum pidana Universitas Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho menilai OTT KPK itu menjadi bukti bila pengawasan di daerah sangat lemah. Hibnu menyebut inspektorat yang seharusnya menjadi pengawas internal malah ikut-ikutan bermain rasuah dan itu sangat memprihatinkan.
"Memang di daerah sana tidak ada suatu pengawasan yang cukup di daerah karena jaksa pun kena, bupati kena, sekarang siapa yang mau diharapkan, kecuali instansi eksternal seperti KPK atau kajati paling tidak," ujar Hibnu saat dihubungi terpisah. (dtc/mfb)Salah Kelola Dana Desa Menjadi "Bom Waktu"
Kamis, 03/08/2017 09:01 WIBApalagi dalam pengelolaan dana desa mempunyai kelemahan empat aspek yakni regulasi, tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa.