-
Fungsi Pengawasan Tidak Berjalan, Komisi Yudisial Berfungsi Sekadar Event Organizer Rekrutmen Hakim
Kamis, 19/03/2020 14:45 WIBHukum tentang Invensi dan Paten
Kamis, 05/04/2018 11:33 WIBVideo ini menjabarkan pengertian invensi dan paten menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penting terutama bagi para pelaku industri kreatif.
Rahasia dalam Dagang yang Perlu Anda Perhatikan
Senin, 05/03/2018 07:30 WIBDalam perdagangan, ada rahasia-rahasia yang perlu Anda simpan rapat-rapat. Itu dilindungi oleh hukum. Apa saja bentuknya?
Simak dalam video ini.
Nasir Jamil: Dualisme Posisi Hakim Harus Diatasi
Sabtu, 16/12/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil meminta agar dualisme posisi hakim harus segera diatasi. Selama ini seorang hakim di satu sisi adalah seorang pejabat negara. Namun di sisi lain dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dalam praktiknya hakim juga masih berstatus seperti Aparatur Sipil Negara (ASN).
Karena itu, kata politisi PKS ini, dengan adanya RUU Jabatan Hakim yang sedang disusun oleh Komisi III, selain mengatur badan peradilan di Indonesia, juga akan mengelaborasi soal pengangkatan pembinaan, pengawasan, perlindungan dan juga pemberhentian seorang hakim.
"Poin-poin tadi penting, kalau kita kaitkan dengan regenerasi para hakim, sehingga nantinya ada standarisasi mulai dari hakim tingkat pertama, banding, sampai Hakim Agung," kata Nasir seperti dikutip dpr.go.id, Jumat (15/12).
Di sisi lain, Nasir berharap RUU Jabatan Hakim ini mampu mengangkat derajat, martabat dan keluhuran hakim-hakim di Indonesia. Dengan demikian, epercayaan publik terhadap peradilan akan semakin baik. Ia pun berharap, DPR dan Pemerintah agar tidak berlama-lama untuk menyelesaikan RUU jabatan hakim ini,
"Hal ini agar dualisme yang selama ini ada, tidak membingungkan para hakim. Karena seorang PNS itu kan berkarir sampai dia pensiun, tetapi kalau pejabat negara itu ada pemilihan kembali setelah masa jabatan selesai," tutupnya. (mag)Klarifikasi Komisi III DPR Bertemu Hakim MK
Kamis, 07/12/2017 20:50 WIBAnggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan pertemuan komisinya dengan Arief Hidayat terkait fit and proper test calon hakim MK. Pertemuan tersebut lebih membahas jadwal fit and proper test.
"Pertama ditanya kesediaan dan kalau mau fit and proper, kapan senggangnya. Pak Arief katakan tanggal sekian sampai sekian mau ke luar negeri. Sudah sampai di situ. Hanya, karena tidak semua anggota itu ada, akhirnya disepakati, masuk masa sidang Bapak diundang lagi supaya formal begitu masa sidang," ujar Arsul, Kamis (7/12).
Selain itu, sebagian anggota Komisi III DPR sekaligus menyampaikan pendapatnya terkait usulan Arief diajukan kembali untuk ikut fit and proper test. Namun, Arsul membantah keras apabila terjadi lobi.
"Apakah kayak begitu disebut lobi? kalau lobi di ruang tertutup. Ini ada ruang di LG hotel, terus di ruang rapat ada meja untuk makan dan istirahat," jelas Sekjen PPP ini.
Pertemuan ini digelar di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta Pusat saat reses. Saat itu, Komisi III tengah membahas RKUHP sekaligus membahas agenda rapat Komisi III ketika sudah memasuki masa sidang.
"Jadi yang namanya Panja RKUHP sedang kebut selesaikan RKUHP. Nah, karena itu sebagian masa reses digunakan untuk rapat. Kalau reses rapat di DPR dan ruang komisi III dibersihkan, sterilisasi, maka diputuskan rapat sambil refreshing di Hotel Ayana," papar Arsul sekaligus menjelaskan alasan mereka menggelar pertemuan di hotel.
Arsul, yang saat itu diwakili koleganya Hasrul Azwar, menjelaskan pertemuan sebagian anggota Komisi III dengan Arief berlangsung singkat.
"Paling 15-20 menit, ngobrol yang lain saja. Kalau itu lobi, kan fraksi di DPR tak semua setuju angket. Nah, yang ikut di situ yang fraksi kontra-angket, katakanlah kalau mau lobi angket kan partai yang itu saja kan? faktanya PKS, PD, PKB yang tak ada dalam angket dukung Arief," imbuh Arsul.(dtc/mfb)
Mengaku Tak Temukan Pelanggaran MA Hentikan Pemeriksaan Hakim Cepi
Kamis, 07/12/2017 19:55 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) akhirnya menghentikan pemeriksaan terhadap hakim Cepi Iskandar pengabul praperadilan Ketua DPR Setya Novanto atas penetapannya terkait kasus e-KTP. MA berdalih tak menemukan pelanggaran etik oleh hakim Cepi saat menyidangkan praperadilan Setnov.
"Ya harus, harus dihentikan karena tidak ada data yang membuktikan bahwa dia melanggar etik," kata Kabiro Hukum dan Humas MA Abdullah, di gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (7/12).
Dituturkan Abdullah, MA telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pemeriksaan terhadap hakim Cepi. Pemeriksaan dilakukan oleh badan pengawas (Bawas). Namun menurutnya tidak ditemukan bukti pelanggaran yang dilakukan hakim Cepi.
"Ya harus di hentikan karena akan kasihan yang digantung," katanya.
Abdullah menegaskan, bahwa Bawas tidak akan tinggal diam jika ada hakim melanggar kode etik dan perilaku pedoman hakim. Hanya saja untuk kasus Cepi, Bawas tak menemukan pelanggaran itu.
"Jadi itu tidak bisa diidentifikasi sebagai pelanggaran, sampai hari ini Bawas tidak memberikan apa apa hasil pemeriksaan berarti tidak ada pelanggaran etik. Kalau ada dari dulu langsung tindak," ujarnya.
Diketahui gugatan praperadilan yang diajukan Setya Novanto terkait penetapan sebagai tersangka kasus e-KTP oleh KPK jilid I diperiksa oleh Hakim tunggal Cepi. Dalam putusanya Hakim Cepi mengabulkan seluruh permohonan praperadilan Novanto termasuk membebaskan Novanto dari status tersangka.
Putusan tersebut menuai kontroversi dikalangan penggiat anti korupsi hingga mereka melaporkan hakim Cepi ke Mahkamah Agung. Sementara KPK yang dalam hal ini dikalangkah oleh praperadilan pun tak menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka untuk kasus yang sama dan menahannya. Bahkan perkara saat ini telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Jakarta untuk segera disidangkan. Sementara Setya Novanto bersama kuasa hukumnya merespon penetapan kliennya kembali menjadi tersangka dengan mengajukan gugatan praperadilan ke II. (dtc/rm)ICW Sesalkan MA yang Bina Hakim yang Beri Kritik
Jum'at, 13/10/2017 13:42 WIB
JAKARTA, GRESNEWS. COM - Langkah Mahkamah Agung (MA) yang membertikan pembinaan seorang hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi yang mengkritik pengadilan melalui akun Facebook, disesalkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW menyesalkan tindakan Mahkamah Agung (MA) yang membina hakim yang lantaran mengkritik pengadilan di Facebook. "Seharusnya yang dibina itu pimpinan MA dan pimpinan pengadilan, bukan hakim pengkritiknya," kata penggiat ICW, Emerson Yuntho saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/10).
Sebelumnya dalam akunnya, hakim PN Jambi itu justru meminta keteladanan dan gaya hidup sederhana dari pimpinan MA. Hakim itu menulis di status Facebook terkait kritikan terhadap Mahkamah Agung (MA). Ia menyatakan yang dibutuhkan lembaga pengadilan bukanlah Maklumat, tetapi keteladanan. Hakim PN Jambi itu juga meminta MA menghentikan iuran tenis hingga fasilitas mobil mewah saat kunjungan ke daerah.
"Status Facebook ini buat introspeksi diri. Bawas juga harus mengeluarkan rekomendasi agar tidak ada kejadian yang berulang (pembinaan hakim yang melakukan otokritik)," ujar Emerson.
Diberitakan, sebelumnya MA telah memeriksa hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi yang mengkritik pengadilan di akun Facebook. Namun MA menegaskan tidak akan memberikan sanksi kepada hakim tersebut, karena sifatnya pembinaan. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, pihaknya hanya memberikan pembinaan sesuai Perma Nomor 8 tahun 2016.
"Mahkamah Agung mencermati fenomena semacam itu. Ini akan melakukan pembinaan. Pembinaan jangan diartikan diberikan sanksi, itu salah. Pembinaan itu melakukan proses penyadaran, memberikan pengertian," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah.
Abdullah setuju semua orang punya hak yang sama untuk menyampaikan pendapat melalui media sosial. Namun para hakim tidak bisa berperilaku seperti masyarakat umum karena risiko dimanfaatkan orang lain.
"Hakim tidak boleh memberikan banyak pernyataan karena itu pada saatnya nanti akan menjerat dirinya sendiri. Kalau nanti pendapatnya dimanfaatkan orang untuk menuntut sesuai dengan pendapatnya hakim, nah," kilah Abdullah. (dtc/rm)KPT Manado Ditangkap Karena Dugaan Suap Pengurusan Perkara Korupsi
Sabtu, 07/10/2017 21:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penangkapan terhadap Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Manado Sudiwardono dan politikus muda Golkar, Aditya Moha, diduga terkait penanganan kasus korupsi di daerah Sulawesi Utara. Selain dua orang itu KPK juga menyebut mereka telah mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (6/10) malam.
"Tim menemukan adanya indikasi transaksi penerimaan sejumlah uang pada hakim terkait dengan penanganan kasus korupsi di daerah Sulawesi Utara," ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Sabtu (7/10).
Hanya saja, Febri enggan merinci kasus korupsi apa yang Ketua Pengadilan Tinggi Manado itu. Febri hanya menyebut selain lima orang yang tertangkap OTT, KPK juga mengamankan uang ribuan dolar Singapura.
"Malam ini akan dilakukan konferensi pers pengumuman hasil kegiatan OTT yang dilakukan tim KPK di Jakarta. Sejauh ini sekitar 5 orang diamankan dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar Febri.
Febri menyebut Konferensi pers ini akan dilakukan oleh pimpinan KPK bersama pejabat di bidang pengawasan dan humas Mahkamah Agung.
Sebelumnya, KPK menggelar OTT pada Jumat (6/10) malam di Jakarta. Dugaan suap terkait kasus hukum di Manado, Sulawesi Utara. Dua dari lima orang yang ditangkap adalah Kepala Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Aditya Moha.
"Jumat tengah malam, KPK lakukan OTT di Jakarta terkait dengan kasus hukum di Sulawesi Utara. Ada penegak hukum dan politisi yang diamankan," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. (dtc/rm)KY Sebut Hakim Cepi Sebelumnya Telah Dilaporkan Sejumlah Kasus
Minggu, 01/10/2017 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Yudisial menyatakan tengah mempelajari laporan terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar. Cepi yang merupakan hakim penyidang perkara praperadilan Setya Novanto itu dilaporkan atas dugaan pelanggaran, karena tidak memutar bukti rekaman yang diajukan KPK dalam praperadilan Novanto.
"Kita akan melihat sikap itu apakah menolak rekaman, kita akan lihat. Dalam pertimbangan hakim menilai, penilaian itu kan kemandirian hakim. Dalam konteks KY akan melihat sifat profesional. KY akan melihat apakah hakim ini masih profesional atau tidak," ujar Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari kepada wartawan di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat (30/9).
Menurut Aidul, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut, pekan depan. Prosesnya sendiri akan memakan waktu 2 minggu hingga 2 bulan ke depan. Dalam pemeriksaan nantinya, KY akan meneliti bukti yang ada. Namun sebelumnya KY akan terlebih dahulu menggelar sidang panel.
"Pertama, kita sudah mengumpulkan saksi dan bukti, nanti kita akan konfrontir satu sama lain. Kalau memang ditemukan dugaan pelanggaran, nanti kita akan memeriksa Pak Cepi sendiri," ujar Aidul.
Aidul mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi mulai dari sanksi ringan hingga berat. Misalnya, jika terbukti melanggar profesional, akan dinonpalukan hingga sanksi terberat dicopot.
Aidul juga mengungkapkan, berdasar catatan KY hakim Cepi, pernah dilaporkan atas sejumlah dugaan pelanggaran kode etik. Laporan pertama terjadi pada 2014 di Pengadilan Negeri Purwakarta.
"Pertama di PN Purwakarta pada 2014. Laporan diteruskan ke Bawas, berarti Bawas yang menyelesaikan. Ini aspek non-yudisial," kata Aidul.
Laporan kedua, terjadi pada 2015 di PN Depok. Laporan terkait keberatan atas pertimbangan penafsiran penilaian hakim dan fakta persidangan. Namun, Aidul menyebut perkara ini tidak terbukti.
Ketiga, laporan pada 2016 di praperadilan PN Jaksel Nomor 110. Hanya saja, Aidul mengatakan putusannya menyatakan tidak ada pelanggaran kode etik. Untuk tahun 2017 ini menurut Aidul, laporan terhadap Hakim Cepi ada dua yakni soal praperandilan dan soal perkara perdata yang penganan perkaranya masih dalam proses pemeriksaan. (dtc/rm)Komisi III Loloskan 5 Calon Hakim Agung
Kamis, 14/09/2017 16:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lima calon hakim agung yang disodorkan Komisi Yudisial kepada DPR disetujui Komisi III DPR RI melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Kelima calon hakim Agung itu adalah Gazalba Saleh (Kamar Pidana), Muhammad Yunus Wahab (Kamar Perdata), Yasardin (Kamar Agama), Yodi Martono Wahyudi (Kamar Tata Usaha Negara) dan Hidayat Manao (Kamar Militer).
Anggota Komisi III Muhammad Syafi’i meyakini pilihannya terhadap 5 calon hakim agung tersebut. Alasannya kelima calon hakim agung tersebut, dianggap mampu menjawab tantangan penegakan hukum di masa mendatang, apalagi dalam waktu dekat akan berlangsung Pilkada 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019.
Menurut Syafi´i dalam uji kelayakan mereka dilihat basis pemahaman tentang hukum. Spesifikasi mereka sesuai dengan bidang kamar yang dipilih. "Dari hasil uji kelayakan dan kepatutan kita konfirmasi dari makalah yang dibuat. Kami menilai mereka punya kualifikasi yang cukup," jelas Syafi’i, seperti dikutip dpr.go.id.
Politisi Gerindra ini menegaskan pihaknya mengharapkan proses penegakan hukum dilakukan se-independen mungkin dan tidak bisa diintervensi. Kini harapan besar ada dipudak lima hakim agung terpilih ini terlebih menghadapi pemilu 2019.
"Yang penting mereka punya tekad penegakan hukum harus independen. Tidak bisa diintervensi kepentingan pribadi. Kita harap yang mereka lakukan itu independen dan objektif," tandasnya. (rm)Lagi, KPK Tangkap Hakim Saat Transaksi Suap di Bengkulu
Kamis, 07/09/2017 13:17 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kembali, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap seorang hakim di Bengkulu dalam sebuah operasi tangkap tangan yang dilakukan Rabu hingga Kamis (7/9).
Selain hakim ang belum diungkap identitasnya itu, KPK juga menangkap sejumlah panitera pengadilan dan pihak penyuapnya. Bersama mereka KPK juga mengamankan duit ratusan juga dalam penangkapan tersebut.
"Iya ada uang ratusan juta," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Kamis (7/9).
Para pelaku hingga Kamis siang masih diamankan digedung Direskrim Mapolda Bengkulu. KPK belum mengungkap secara detil perkara suap yang dilakukan para pelaku. Komisi antirasuh tersebut juga menetapkan status orang-orang tersebut.
"Dalam waktu paling lambat 24 jam, KPK akan tentukan status hukum pihak-pihak yang diamankan tersebut," ujar Febri.
Sementara itu Direskrim Sus, Polda Bengkulu, Kombes Herman kepada wartawan membenarkan adanya penangkapan seorang hakim dan sejumlah orang oleh KPK.
"Iya KPK melakukan OTT saat ini pelaku sudah diamankan sementara di Polda Bengkulu," kata Kombes Herman, di Mapolda Bengkulu, Kamis (7/9).
Ia mengakui beberapa orang yang diamankan itu menjabat hakim, beberapa orang panitera dan pihak penyuapnya. Herman juga menyebut para pelaku yang diamankan itu terlibat dalam perkara suap terkait putusan pengadilan dengan terpidana Wilson.
Wilson adalah Pelaksana Tugas (Plt) kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Pemerintah Kota Bengkulu. Wilson merupakan terpidana kasus korupsi pengelolaan anggaran rutin dan kegiatan fiktif di BPKAD. Wilson sendiri telah divonis pengadilan selama 1 tahun 3 bulan pada 14 Agustus 2017. Wilson dinyatakan bersalah dan telah merugikan negara hingga Rp 590 juta dalam perkara tersebut.
Beberapa waktu lalu KPK juga sempat melakukan OTT yang melibatkan hakim di Bengkulu pada Senin, 24 Mei 2016. Saat itu KPK menangkap 2 hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Janner Purba dan Toton. Keduanya ditangkap karena diduga menerima dari mantan kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus, Syafri Syafii, senilai Rp150 juta.
Dua hakim itu belakangan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara pada 8 Desember 2016. Jika ditotal aksi OTT KPK di Kota Raflesia itu telah dilakukan sebanyak 4 kali.(dtc/rm)KY Terbanyak Terima Laporan Hakim Bermasalah dari Jakarta
Rabu, 26/07/2017 19:40 WIBKomisi Yudisial (KY) menerima 712 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik hakim pada kuartal pertama 2017. Dalam pelaporan ini, hakim yang paling banyak dilaporkan yaitu dari DKI Jakarta. Disusul Jatim, Jabar, Sumut, lalu di posisi terakhir Sulsel.
"DKI Jakarta menempati posisi teratas yang menyampaikan laporan dugaan pelanggaran KEPPH dengan jumlah 167 laporan. Kemudian diikuti Jawa Timur 94 laporan, Jawa Barat 62 laporan, Sumatera Utara 60 laporan, dan terakhir Sulawesi Selatan 34 laporan" kata Juru Bicara KY, Farid Wajdi dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (26/7).
Farid menjelaskan jumlah tersebut menurun bila dibandingkan pada periode yang sama Januari-Juni 2016. Rinciannya yaitu 830 laporan masyarakat dan 964 surat tembusan pada periode Januari-Juni 2016. "Kemungkinan tren ini disebabkan karena pemahaman masyarakat tentang pelanggaran KEPPH semakin baik dan berkualitas," katanya.
Dari jumlah itu, kasus perdata mendominasi laporan yang diterima oleh KY, Namun dari 712 laporan yang diterima tersebut, hanya 46 laporan yang berhasil ditindaklanjuti oleh KY sampai ke tingkat sidang panel.
"Berdasarkan jenis perkara, perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY. Dari 172 laporan pada Januari-Juni 2017, berdasarkan sidang panel, laporan yang dapat ditindaklanjuti oleh KY sebanyak 46 laporan," ujar Farid.
Selanjutnya untuk memutuskan apabila laporan tersebut terbukti atau tidak melanggar kode etik, harus dilakukan sidang pleno terlebih dahulu. Selanjutnya KY mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada MA.
Berdasarkan hasil sidang pleno KY, jumlah register laporan yang terbukti melanggar sebanyak 14 dengan rincian 33 orang hakim terlapor. Selanjutnya mereka akan menerima sanksi mulai dari yang paling ringan dengan teguran sampai ke yang paling berat pemberhentian dengan tidak hormat.
"Berdasarkan sidang pleno KY, laporan yang terbukti melanggar sebanyak 14, dengan rincian 33 orang hakim terlapor. Sanksi ringan 27 hakim terlapor, sanksi sedang 5 hakim, untuk sanksi berat diberikan kepada 1 hakim terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat," kata Farid. (dtc/mfb)Panitera Rohadi Akui Uang Suap Saiful Jamil untuk Hakim
Kamis, 08/06/2017 13:15 WIB
JAKARTA, GRESNEWS. COM - Panitera Pengadilan Negeri Jakut Rohadi akhirnya membuka fakta sebenarnya dan mengakui bahwa uang suap dari pedangdut Saiful Jamil memang diperuntukkan bagi hakim Ifa Sudewi. Ifa adalah ketua majelis perkara pencabulan Saiful Jamil.
Sebelumnya dalam sejumlah persidangan Rohadi selalu membantah jika uang tersebut ditujukan untuk Ifa, baik saat persidangan dengan terdakwa Samsul Hidayatullah, Kasman Sangaji, Berthanatalia Kariman maupun dalam persidangan dirinya.
Namun ia akhirnya membeberkan bahwa uang tersebut ditujukan untuk hakim Ifa. Tindakannya berbohong dan menyembunyikan fakta yang sebenarnya itu diakui karena suruhan Karel Tuppu. Karel Tuppu diketahui adalah suami dari Berthanatalia. Karel Tuppu yang saat ini merupakan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Bandung itu sebelumnya pernah berdinas sebagai hakim di PN Jakarta Utara.
"Karena disuruh oleh Pak Karel Tuppu, supaya nggak bawa-bawa hakim," ujar Rohadi, saat ditanya wartawan alasannya bersedia berbohong.
Namun ia menyatakan saat ini telah buka-bukaan soal kasusnya. Serta mengakui keterangannya selama ini bohong jika uang tidak untuk hakim Ifa. "Saya terbuka (sekarang) karena beban di penjara. Bohong saya kemarin itu," ujar Rohadi.
Kini ia mengakui jika uang suap yang diberikan Saipul Jamil diperuntukan bagi ketua majelis hakim, Ifa Sudewi. Kini, Ifa telah dipromosikan menjadi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
"Jadi uang untuk Bu Ifa?" tanya wartawan kepada Rohadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (7/6/2017) malam. Yang dijawab Rohadi, "Betul".
Rohadi juga mengungkapkan, jika uang suap itu salah satunya untuk persiapan acara pisah sambut Ifa Sudewi sebagai Ketua PN Sodiarjo. Alur uang tersebut dari Saipul Jamil diserahkan ke kakaknya, Samsul Hidayatullah. Lalu dari Samsul, uang berpindah ke pengacara Kasman. kemudian dari Kasman ke pengacara Berthanatalia. Selanjutnya dari Berthanatalia uang diserahkan ke Rohadi. Saat serah terima dari Bertha ke Rohadi itulah, KPK menangkap keduanya.
"Semuanya Rp250 juta," ujar Rohadi.
Namun hingga berita ini turun, hakim Ifa belum bisa dikonfirmasi. Dalam kasus ini Saipul Jamil hanya dihukum 3 tahun penjara, 4 tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Namun di tingkat banding, hukuman Saipul dinaikkan menjadi 5 tahun penjara. (dtc/rm)Upaya Memulihkan Martabat Lembaga Peradilan
Jum'at, 31/03/2017 19:00 WIBSaat ini, tanggung jawab bersama antara MA dan KY baru sebatas pada rekrutmen calon hakim. Dahnil berharap ke depan KY bisa dilibatkan dalam kegiatan lain yang selama ini terkesan dimonopoli sepenuhnya oleh MA.
Pamungkas Kaligis Mencari Keadilan
Senin, 06/03/2017 19:01 WIBKaligis memang kerap menuding Gary sebagai aktor utama dalam perkara ini. Ia mengklaim sama sekali tidak pernah meyuruh Gary untuk melakukan pertemuan dengan para hakim serta memberikan uang kepada para pengadil.