-
JPPI: Perpres Full Day School tak Bergigi dan Rawan Pungli
Jum'at, 08/09/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter atau yang beken disebut Perpres "Full Day School" tal bergigi dan rawan pungli. Disebut yak bergigi lantaran, Perpres itu tak tegas mengatur penerapan sekolah sehari penuh selama 5 hari seminggu.
Itu terlihat dari aturan pada Pasal 9 yang menyatakan: "Penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) minggu".
"Jadi, boleh 5 hari, boleh juga 6 hari," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Jumat (8/9).
Ubaid menegaskan, JPPI mempunyai beberapa catatan terkait dengan perpres ini. Pertama, tidak ada terobosan gagasan tentang apa itu pendidikan karakter dan bagaimana penerapannya. Semua isi Perpres adalah normatif dan tidak ada bedanya dengan konsep dan muatan kurikulum yang selama ini sudah sering dibicarakan dan dipraktikkan di sekolah.
Misalnya, integrasi pendidikan karakter melalui Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam struktur kurikulum 2013. "Semua gagasan tentang Pendidikan karakter yang termaktub dalam Perpres itu tidak ada yang baru dan dinilai terobosan. Jadi, buat apa sebenarnya Perspres ini dilahirkan?" ujar Ubaid.
Kedua, Perpres ini akan melegitimasi Permendikbud 23 tahun 2017. Sekilas, Perpres Pasal 9 memberikan angin segar bagi sekolah untuk memilih penerapan berapa hari sekolah dalam seminggu. Tapi perlu diingat, Perpres ini dalam implementasi teknisnya diatur dalam peraturan Menteri, sebagaimana diamanhkan pasal 14.
Sementara, kalau dicermati, Permendikbud 23 tahun 2017 yang kontroversial itu tdk bertentangan dg Perpres ini yang memperbolehkan sekolah untuk memilih 5 atau 6 hari. "Demikian pula dalam Permendikbud, sebenarnya tidak ada paksaan tapi penerapan secara bertahap," kata Ubaid.
Ketiga, orientasi Perpres dan Permendikbud juga masih sama, soal pemenuhan beban kerja guru. "Pahami saja Perpres pasal 6, disebutkan bahwa penyelenggaraan PPK merupakan tanggung jawab kepala satuan Pendidikan Formal dan guru, dan tanggung jawab itu ditunaikan sebagai pemenuhan beban kerja guru. Jadi, ujung dari PPK adalah pemenuhan beban guru, bukan atas dasar kebutuhan siswa," paparnya.
Keempat, bila Kemendikbud sudah punya Permendikbud 23 tahun 2017, maka Kementerian Agama harus mengeluarkan payung regulasi yang mengakomodir kebutuhan siswa dan santri, serta karakteristik pendidikan keagamaan. Jika tidak, maka protes akan kembali marak, karena banyak juga SD/SMP yang berdiri di lingkungan pesantren dan itu bersinggungan dengan waktu dan pendidikan diniyah.
"Sebab, Perpres 87/2017 ini tidak bicara jam belajar sehingga ketentuan tentang jam belajar dari mendikbud bisa masih diberlakukan. Karena itu, Kemenag harus mengeluarkan Permenag untuk melindungi madrasah diniyah dari gerusan durasi jam sekolah," terang Ubaid.
Kelima, pemberlakuan PPK berdasarkan Perpres ini akan sangat rawan pungli di sekolah. Sebab, pada pasal 15 ada keterangan yang menyebutkan bahwa selain dari APBN dan APBD, pendanaan atas pelaksanaan PPK dapat bersumber dari masyarakat.
"Di sinilah letak pungli akan sangat mudah dimainkan oleh sekolah dan komite sekolah. Yang sudah jelas-jelas dilarangan ada pungutan saja masih terjadi, apalagi ada lampu hijau. Atas dasar PPK, maka dengan mudah wali murid akan dikenakan beragam iuran untuk menunjang kegiatan PPK di sekolah," tegasnya.
Karena itu, JPPI mengimbau kepada masyarakat dan juga wali murid untuk turut serta mengontrol implementasi perpres ini. Misalnya, soal potensi dugaan praktik pungli dan juga penerapan kebijakan 5 hari seminggu. Semua itu tidak bisa diterapkan oleh pihak sekolah tanpa adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan dalam Perpres 87/2017. "Bila ada penyelewengan dan penyalahgunaan, maka masyarakat dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang," pungkas Ubaid. (mag)
Jokowi Tandatangani Perpres Full Day School
Kamis, 07/09/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo mengaku, dirinya telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dengan ditandatanganinya Perpres ini, Presiden berharap polemik yang menyangkut pelaksanaan waktu belajar di sekolah segera berakhir.
"Saya sangat berbahagia sekali bahwa semuanya memberikan dukungan penuh terhadap Perpres Penguatan Pendidikan Karakter ini," kata Presiden dalam jumpa pers di Ruang Kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (6/9) siang, seperti dikutip setkab.go.id.
Menurut Jokowi, Perpres ini akan menjadi payung hukum bagi menteri, gubernur, bupati, wali kota dalam menyiapkan anggaran untuk penguatan pendidikan karakter di sekolah, madrasah, mau pun dalam masyarakat. "Nantinya akan ditindaklanjuti dengan membuat petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis. Sehingga penerapan implementasi di lapangan betul-betul segera bisa kita laksanakan," ungkap Jokowi.
Sebelum menandatangani Perpres tersebut, Jokowi mengatakan, dia terlebih dahulu berdikusi dengan perwakilan dari lembaga maupun organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan di Istana Merdeka. Tampak hadir di antaranya perwakilan dari PBNU, MUI, Muhammadiyah, ICMI, Al Irsyad Al Islamiyah, Dewan Dakwa Islam Indonesia, dan PP Persis.
Menurut Presiden, dalam pertemuan dengan perwakilan atau pimpinan Ormas Islam itu mereka memberikan masukan terkait Perpres Nomor: 87 Tahun 2017. "Semuanya memberikan masukan, sehingga Perpres tersebut betul-betul komprehensif," jelas Jokowi.
Dengan terbitnya Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter itu maka Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah otomatis tidak berlaku lagi.
Dalam Perpres ini disebutkan, Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
PPK, menurut Perpres ini, memiliki tujuan: a. membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; b. mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan c. merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.
"PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab," bunyi Pasal 3 Perpres ini.
Ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendidikan Karakter ini meliputi: a. penyelenggaraan PPK yang terdiri atas: 1. PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal; 2. PPK pada Nonformal; 3. PPK pada Informal, b. pelaksana dan c. pendanaan.
Penyelenggaraan
Ditegaskan dalam Perpres ini, Penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan: a. Intrakurikuier; b. Kokurikuler; dan c. Ekstrakurikuler, dan dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lingkungan Satuan Pendidikan Formal.
PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah, dan merupakan tanggung jawab kepala satuan Pendidikan Formal dan guru.
Ditegaskan dalam Perpres ini, penyelenggaraan PPK dalam kegiatan Intrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan penguatan materi pembelajaran, metode pembelajaran sesuai dengan muatan kurikulum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penyelenggaraan PPK dalam kegiatan Kokurikuler, menurut Perpres ini, merupakan penguatan nilai-nilai karakter yang dilaksanakan untuk pendalaman dan/ atau pengayaan kegiatan Intrakurikuler sesuai muatan kurikulum.
Dan penyelenggaraan PPK dalam kegiatan Ekstrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian Peserta Didik secara optimal.
Kegiatan Ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, meliputi kegiatan krida, karya ilmiah, latihan olah bakat/olah minat, dan kegiatan keagamaan, serta kegiatan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan paling sedikit melalui pesantren kilat, ceramah keagamaan, katekisasi, retreat, dan/atau baca tulis Alquran dan kitab suci lainnya," bunyi Pasal 7 Ayat (5) Perpres ini.
Perpres ini juga menyebutkan, bahwa penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) minggu.
"Ketentuan hari sekoiah sebagaimana dimaksud diserahkan pada masing-masing Satuan Pendidikan bersama-sama dengan Komite Sekolah/ Madrasah dan dilaporkan kepada Pemerintah Daerah atau kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama setempat sesuai dengan kewenangan masingmasing," bunyi Pasal 9 Ayat (2) Perpres ini.
Dalam menetapkan 5 (lima) hari sekolah sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, Satuan Pendidikan dan Komite Sekolah/ Madrasah mempertimbangkan: a. kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan; b. ketersediaan sarana dan prasarana; c. kearifan lokal; dan d. pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah.
Adapun penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Nonformal, menurut Perpres ini, dilaksanakan melalui satuan Pendidikan Nonformal berbasis keagamaan dan satuan Pendidikan Nonformal lainnya, dan merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui materi pembelajaran dan metode pembelajaran dalam pemenuhan muatan kurikulum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ditegaskan dalam Perpres ini, pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hari sekolah dan pendidikan karakter yang bertentangan dengan Peraturan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku.
"Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 September 2017 itu. (mag)
Jokowi: Full Day School Bukan Keharusan
Minggu, 13/08/2017 15:29 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kebijakan sekolah 5 hari selama 8 jam bukanlah keharusan. Presiden mempersilahkan, sekolah yang tidak ingin melaksanakan kebijakan full day school tersebut, diperbolehkan menjalankan kebijakannya seperti biasa.
"Perlu saya sampaikan, perlu saya tegaskan lagi bahwa tidak ada keharusan untuk 5 hari sekolah. Jadi tidak ada keharusan full day school. Supaya diketahui," ujar Jokowi menanggapi banyak penolakan untuk menerapkan full day school, saat berada di SMPN 7, Jember, Jawa Timur, Minggu (13/8).
Menurut Jokowi, bagi sekolah yang selama ini menjalankan proses belajar 6 hari dalam seminggu, tidak perlu harus mengubah ke 5 hari. Begitu pula sebaliknya.
"Yang sudah 5 hari dan itu kalau memang diinginkan oleh semua pihak ya silakan diteruskan. Kalau diinginkan oleh masyarakat dan ulama silakan," ujar Jokowi.
Diakui presiden, pihaknya saat ini tengah menggodok Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur tentang sistem sekolah pendidikan karakter tersebut.
"Jadi Perpres sedang kami godok dengan pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nanti selesai akan kita umumkan," katanya.
Seperti diketahui Jokowi memperoleh banyak curhatan sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Jember, Jawa Timur. Mereka keberatan dengan sekolah 5 hari karena dinilai akan mematikan Madrasah Diniyah yang sudah ada (Madin).
SEuingga pemerintah pun memberi kebebasan kepada daerah. Sistem seperti apa yang kira-kira pas dalam kegiatan belajar-mengajar.
Namun agar segera memiliki sandaran hukum, peraturan presiden (perpres) tentang pilihan sistem pembalajaran ini menurutnya sedang dalam proses. Oleh karena itu, jokowi meminta agar semua pihak bisa bersabar.
"Buat perpres kan nggak mungkin seminggu dua minggu. Nanti keliru lagi kalau cepet cepetan," ujarnya.
Menurutnya pemerintah sebenarnya ingin memasukkan pendidikan yang diajarkan di pesantren menjadi bagian dari ekstrakurikuler. "Justru kita ini ingin memperkuat ke sana. Karena dulu dulunya kan tidak dimasukkan," jelas Jokowi.
Presiden mengatakan, tidak ingin capaian keberhasilan pendidikan hanya diukur dengan angka-angka. Ada beberapa aspek lainnya yang perlu diperhatikan.
"Kita ingin membangun budi pekerti dan nilai-nilai yang baik," ujar presiden.
Menurutnya nilai budi pekerti yang baik itu lah yang dibutuhkan. Nilai-nilai seperti itu menurutnya ada di lingkungan pesantren. Dengan demikian, dalam rapor siswa nanti tidak hanya berisi nilai mata pelajaran yang bersifat mengedepankan kecerdasan otak. Namun juga tingkat perilaku. (dtc/rm)Polemik Full Day School Terpantik Lagi
Jum'at, 11/08/2017 11:00 WIBRencana pemerintah untuk memberlakukan kebijakan 5 hari sekolah dengan 8 jam waktu sekolah dalam satu hari kembali memantik kontroversi.
Pemerintah Tegaskan Kebijakan Lima Hari Sekolah Tidak Dibatalkan
Rabu, 21/06/2017 14:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menegaskan bahwa kebijakan lima hari sekolah atau full day school tidak dibatalkan tapi akan diperkuat. Terutama pelaksanaanya akam diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Penegasan itu menyusul adanya kesimpangsiuran informasi terkait kebijakan tersebut. "Kemarin kan ada salah paham beberapa mengatakan dibatalkan, seperti itu, sebenarnya tidak dibatalkan tapi diperkuat," ujar Pramono kepada wartawan usai Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/6) sore.
Menurut Pramono intinya, saat ini kebijakan tersebut belum diberlakukan. Seskab juga mengungkapkan bahwa soal gagasan full day school atau sekolah lima hari yang dipenuhkan atau dipadatkan, sudah dilaporkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Rapat Terbatas (ratas) pada bulan Februari tahun 2017, "Secara prinsip sudah dilaporkan oleh Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)," ujarnya, seperti dikutip setkab.go.id.
Namun saat Permendikbud keluar ternyata menimbulkan berbagai pro dan kontra, karena ternyata banyak daerah yang belum siap terhadap kebijakan tersebut, Untuk itu, menurut Parmono, Presiden Jokowi secara langsung telah memerintahkan kepada Mendikbud untuk mengevaluasi hal tersebut.
Menurutnya kalau memang harus diterapkan, karena ini mempunyai pengaruh cakupan yang sangat luas kepada seluruh anak didik, maka nantinya diatur dalam peraturan yang lebih kuat.
Presiden juga berpesan untuk langkah-langkah selanjutnya, untuk lebih melakukan pendalaman, pematangan, agar betul-betul gagasan ini kalau memang diterapkan tidak lagi menimbulkan pro dan kontra.
"Supaya bisa diterima oleh seluruh elemen masyarakat," tuturnya.(rm)