-
Jemaah First Travel Berharap Ada Tindakan Nyata DPR
Jum'at, 13/10/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ratusan calon jemaah First Travel kembali rapat dengar pendapat dengan anggota DPR RI, Kamis (12/10) siang. Jemaah kembali menemui anggota dewan atas undangan dari Komisi VIII. Mereka diminta untuk kembali menerangkan persoalan kasus gagalnya keberangkatan ibadah ke tanah suci.
Dalam pertemuan itu, para jemaah berharap ini adalah pertemuan terakhir dengan anggota dewan. Mereka berharap segera ada tindakan nyata dari anggota dewan untuk membantu para jemaah.
Salah satu kuasa hukum jemaah, Riesqi Rahmadiansyah mengatakan tindakan nyata sangat diperlukan dari anggota dewan. "Jangan sampai kami hanya dijadikan komoditas politik," katanya, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com.
Riesqi mengatakan salah satu tindakan nyata yang diharapkan adalah digagasnya pertemuan antara jemaah dan Kementerian Agama. "Kami sangat berharap pertemuan ini bisa dilaksanakan. Karena cuma DPR yang memiliki kewenangan untuk memanggil mereka," kata Riesqi.
Jika pertemuan dengan Kementerian Agama tidak bisa dilakukan, Riesqi mengatakan, akan meminta sikap dari fraksi fraksi di DPR untuk menjadi teman peradilan. "Dalam waktu dekat, kami akan sampaikan gugatan perbuatan melawan hukum ke kemenag. Dan akan akan meminta fraksi fraksi di DPR menjadi teman peradilan dalam kasus ini," kata Riesqi.
Sikap bersedia atau tidaknya para fraksi, akan menunjukan mana fraksi yang mau membantu jemaah mana fraksi yang tidak. "Kami akan Surati semua fraksi," kata Riesqi.
Gugatan ke Kemenag dilakukan karena pemerintah dinilai lalai dalam pengawasan dan pengendalian terhadap First Travel.Menanggapi aspirasi jemaah First Travel itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Noor Achmad mengatakan, skema ganti rugi untuk jamaah para korban First Travel perlu segera dibicarakan. Sampai saat ini Komisi VIII DPR RI belum membicarakannya secara khusus dengan pemerintah. "Skema ganti rugi bagi jamaah perlu melibatkan banyak pihak, seperti Kemenag, Polri, OJK, dan PPATK," kata Noor Achmad.
Dia mengakui, kasus ini memang belum ada formula solusinya. Sementara jamaah korban First Travel menuntut pemerintah mengambil alih ganti rugi tersebut."Kasus ini harus ada formula solusinya. Nanti akan ada pertermuan dengan Polri, PPATK, OJK, dan Kemenag, supaya ada formulanya yang bisa disampaikan kepada jamaah. Usulan diambil alih pemerintah itu nanti kita bicarakan dengan tuntas. Kita harapkan regulasi yang akan datang dengan perubahan UU No.13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji nanti harus ada jaminannya bagi jamaah. Kalau mereka berumroh atau haji, harus dipastikan bisa berangkat," tegas Noor.
Skema ganti rugi bagi jamaah juga berlaku bagi kasus jamaah haji yang tidak jadi berangkat. Untuk itu, lanjut politisi Golkar ini, pemerintah dan DPR akan mengawasi mana saja biro travel yang menawarkan biaya termurah dan termahal kepada jamaah. "Jangan sampai biaya termurah dan termahal yang diajukan biro travel itu malah merugikan jamaah," ujarnya.
Pada bagian lain, Noor juga menyatakan bahwa usulan jamaah korban agar First Travel tidak dipailitkan mendapat persetujuan Komisi VIII. Bila dipailitkan, otomatis uang jamaah tidak bisa dikembalikan. "Padahal, uang ini belum ketemu seluruhnya. Uang ini masih disimpan di tempat-tempat tertentu. Kalau dipailitkan, jamaah pasti curiga. Kalau sudah dipailitkan nanti bosnya tetap kaya. Itu yang dikhawatirkan jamaah dan kami sepakat itu," ucap Noor. (mag)Hotman Sebut Syahrini Tak Terima Dana dari First Travel
Kamis, 12/10/2017 13:00 WIBPenyidik Bareskrim Polri tengah menelisik uang Rp 1,3 miliar yang dikeluarkan First Travel untuk perjalanan rombongan Syahrini ke Tanah Suci. Kuasa Hukum Syahrini, Hotman Paris Hutapea mengatakan uang tersebut merupakan biaya peningkatan fasilitas.
"Itu estimasi tambahan fasilitas di atas kelas reguler. Meng-upgrade, misal dijemput di bandara pakai Kijang, di sana dijemput pakai Sedan. Misal hotel bintang tiga, di sana jadi bintang empat," Kata Hotman, Rabu (11/10) malam.
Hotman menyebut pihak First Travel langsung membayar pada pihak pemilik fasilitas. Menurutnya, Syahrini sama sekali tidak menerima uang dari First Travel. Menurut Hotman, hal itu juga tertera dalam perjanjian kontrak antara Syahrini dengan First Travel.
"Rp 5 pun tidak terima uang tunai. Syahrini tidak pernah terima uang. Jadi dalam kontrak itu tidak disebutkan Syahrini menerima uang, hanya disebutkan bahwa fasilitas VVIP itu di atas kelas reguler, kira-kira estimasi Rp 1,3 miliar. Hanya ditulis kira-kira, jangan-jangan First Travel utang di sana," tutur Hotman.
Menurutnya, Syahrini juga tidak mendapatkan endorse maupun menjadi ikon untuk First Travel. Namun, Syahrini mendapatkan fasilitas kelas VVIP dengan hanya membayar dengan harga kelas umrah reguler.
"Kalau dia menerapkan jadi ikon itu kan, itu posting sekali Rp 100 juta, sebagai ikon Rp 1 miliar. Kalau dihitung dia berhak Rp 3,5 miliar. Itu kalau diterapkan normal. Tapi itu tidak diterapkan. Dia bukan ikon, dia tidak di-endorse, dan tidak terima honor, dia hanya upgrade," jelasnya.
"Artinya tidak dikasih uang, cuma dikasih mobilnya lebih mewah ya fasilitas lah, apakah si First Travel menghitung kira-kira tambahan di sana VVIP ini ada sekitar Rp 1,3 M, itu estimasinya. Jadi yang diterima Syahrini di sana adalah fasilitasnya, mobilnya dijemput ke bandara, dijemput sampai ke tangga pesawat. Hotelnya berkelas, ya, nah sebagai imbalan Syahrini harus memposting kegitan dua kali selama berada di tanah suci," imbuhnya.
Hotman menampik jika kliennya disebut menerima uang. Menurutnya, Syahrini malah mengeluarkan uang sebesar Rp 197 juta untuk memberangkatkan umrah rombongannya yang berjumlah 13 orang. Hotman malah balik menuding perusahaan iklan atau media lah yang menerima uang tunai dari pihak First Travel.
"Syahrini nggak pernah terima uang. Kalau memang yang terima uang itu pantas dipenjara harusnya biro iklan sama perusahaan iklan yang telah mengiklankan First Travel selama puluhan tahun," ucapnya.
"Umrahnya itu dia (Syahrini) sama ibunya kelas bisnis, orang-orang sama asistennya ekonomi. Tapi untuk 13 orang dibayarnya kelas biasa reguler. Jumlahnya 13, sebenarnya asalnya 12 orang, ada yang ketiga belas ada asisten ikut akhirnya. Untuk yang rombongan pertama Rp 167 juta, terus yang satu lagi maka langsung First Travel minta Rp 30 juta," kata Hotman. (dtc/mfb)Jemaah First Travel Sampaikan Somasi Terbuka untuk Kemenag
Jum'at, 29/09/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ribuan calon Jemaah First Travel melalui kuasa hukumnya dari Advokat Pro Rakyat menyampaikan somasi terbuka kepada Menteri Agama Lukman Hakim. Somasi terbuka ini disampaikan dalam sela-sela pertemuan ratusan Jemaah dengan Fraksi Partai Amanat Nasional di gedung DPR RI, Kamis (27/9) siang.
"Ini somasi terbuka untuk Menteri Agama. Jika Kementerian Agama masih merasa tidak bersalah dan tidak mau bertanggung jawab, kami akan menggugat kementerian telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Riesqi Rahmadiansyah, koordinator tim kuasa hukum calon Jemaah First Travel, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Jumat (29/9).
Para calon Jemaah memberikan waktu dua pekan kepada Kementerian Agama untuk merespons somasi terbuka ini. Jika tidak ada respons dalam waktu dua pekan, maka dipastikan gugat anakan disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam gugatan, rencananya para Jemaah akan menuntut pertanggungjawaban Kementerian Agama atas kelalaiannya dalam kasus ini. "Kementerian agama adalah regulator yang membiarkan First Travel melakukan tindakan penggelapan. Mereka sudah tahu ada ketikdakberesan di tubuh First Travel tapi tetap memberikan izin untuk First Travel,” kata Riesqi.
Ade Mustafa, salah satu calon jemaah, mengungkapkan kekecewaannya kepada Kementerian Agama. Dia mengatakan sudah berulang kali menemui Kementerian Agama, namun tidak ada tanggapan positif dari Kementerian Agama. "Mereka justeru menyalahkan Jemaah. Mereka bilang sudah tahu murah, tidak masuk akal kok masih dipilih," kata Ade.
Ucapan dari pejabat di Jemenang itu, kata Ade, sangat menyakiti hati Jemaah. Sebab, tidak semestinya Kemenag menyalahkan Jemaah. "Jika saya analogikan, Kemenag adalah institusi yang mengeluarkan halal haram terhadap sebuah daging. Lalu banyak perusahaan yang jualan. Namanya rakyat tentu pilih yang murah dan telah dinyatakan halal.Namun, belakangan kami yang disalahkan, logikanya gimana," kata Ade.
Jemaah First Travel yang hadir dalam pertemuan dengan Fraksi PAN menyatakan keinginan mereka untuk tetap berangkat ke tanah suci. Mereka berharap wakil mereka dari PAN bisa mengupayakan hal itu. "Kami sudah menyampaikan hal ini juga ke fraksi lain beberapa waktu lalu, namun tidak ada respons positif dan cenderung diabaikan. Semoga melalui fraksi PAN akan bisa diperjuangkan," kata Andra, Jemaah lainnya.
Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Sutarno, mengatakan FPAN akan berjuang sekuat tenaga untuk Jemaah First Travel. "Mereka ini korban penzaliman. Dan tidak semestinya, pemerintah mengabaikannya. Presiden harus turun tangan. Masa perusuh presiden mau terima, sementara ini orang-orang baik presiden tidak mau terima," kata Yandri.
Yandri mengatakan dalam waktu dekat, Komisi VIII DPR RI akan menggelar pertemuan tripartit antara Kemenag, First Travel dan Komisi VIII. Pertemuan ini diharapkan akan membawa hasil positif bagi para Jemaah.
Sementara itu Jumat, (2/9) hari ini juga akan dilakukan pengambilan keputusan di Pengadilan Niaga atas kasus ini. Sebelum putusan diambil, First Travel akan mengajukan proposal perdamaian. First Travel mengatakan siap memberangkatkan Jemaah. Namun, hal ini diragukan karena biayanya mencapai 1 triliun rupiah. (mag)
Jemaah First Travel Ajukan Gugatan Perdata ke Kementerian Agama
Minggu, 17/09/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ribuan calon jemaah umroh First Travel yang dinaungi oleh Advokat Pro Rakyat sepakat akan melakukan upaya hukum baru. Upaya hukum baru ini akan menjadikan Kementrian Agama sebagai objek gugatan.
"Kami akan melakukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH) oleh penguasa. Inilah kado spesial yang kami siapkan untuk kemenag," ujar Riesqi Rahmadiansyah,S.H, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Minggu (17/9).
Gugatan PMH dilakukan kepada Kementerian Agama dilakukan karena Kementerian Agama juga memiliki tanggungjawab atas terjadinya kasus ini. "Kementerian adalah pihak yang memberikan izin dan bertugas melakukan pengawasan. Kementerian sudah mengetahui First Travel bermasalah sejak tahun 2015. Namun, diakhir tahun 2016 kementerian tetap melakukan perpanjangan izin," kata Riesqi.
Gugatan PMH ini adalah gugatan yang akan berjalan tanpa berseberangan dengan upaya hukum lain yang sudah berjalan. Diantaranya adalah gugatan ke Pengadilan Niaga dan pidana yang dilakukan polisi.
Gugatan ke Pengadilan Niaga yang dilakukan tim kuasa hukum jemaah lainnya rencananya akan berakhit pada 29 September mendatang. Sebelum putusan diambil sedang dilakukan jalan perdamaian. Jika perdamaian antara jemaah dan First Travel tidak berjalan akan dilakukan votting sikap jemaah menerima atau menolak pailit.
Gugatan di Pengadilan Niaga itu, kini masih berstatus PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) oleh First Travel. Jumat (15/9) sore adalah hari terakhir para calon jemaah memasukan tagihan hutang. Hingga berita ini diturunkan, belum tercatat sepenuhnya total tagihan para jemaah.
"Sebab, belum semua jemaah mendaftarkan tagihan. Mereka terkendala letak geografis, karena tinggal di luar daerah," kata Muhammad Irwan, anggota tim kuasa Advokat Pro Rakyat.
Irwan mengatakan pendataan susulan susulan masih terus dilakukan. "Kami perkirakan akan ada lebih dari 500 orang yg mendaftar melalui kami. Kami masih akan melayani hingga 23 September," kata Irwan.
Para jemaah yang melakukan pendataan susulan akan memiliki hak yang sama dengan jemaah lainnya. Hanya saja, kata Irwan, mereka tidak memiliki hak voting.
Adi asal Semarang, Jawa Tengah menjadi salah satu jemaah yang berafiliasi dengan Advokat Pro Rakyat. "Saya bukan agen, tapi mewakili 19 orang dari Jawa Tengah," katanya.
Adi mengatakan dia berharap agar bisa berangkat ke tanah suci. "Saya mohon kepada semua pihak agar bisa membantu kami," katanya.
Sementara itu, Mukhlisin, anggota DPR dari Fraksi PPP, yang dihubungi secara terpisah mengatakan pihaknya sedang berupaya mencarikan solusi agar bisa memberangkatkan jemaah ke tanah suci. "Segera dicarikan solusi untuk para jemaah dan saya akan mengawasi pihak-pihak yg berikhtiar untuk para korban First Travel dan pastinya akan menghormati langkah yang diambil jemaah untuk membuka upaya jalur hukum baru. karena itu hak jemaah," katanya. (mag)
Jemaah Diimbau Tolak Pailit First Travel
Rabu, 13/09/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Pengadilan Niaga terkait status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) atas First Travel pada 22 Agustus lalu membawa dilema bagi calon jemaah First Travel. Sebab, status PKPU yang nantinya bisa bermuara pada pernyataan kepailitan First Travel bisa merugikan calon jemaah First Travel. Saat ini, verifikasi kreditur calon jemaah masih dilakukan dan rencananya berakhir pada 15 September mendatang.
Sementara itu, jadwal putusan PKPU akan diambil Pengadilan Niaga pada 29 September. Keputusan hasil PKPU akan diambil pengadilan jika tidak tercapai perdamaian antara calon jemaah dan First Travel. "Kemungkinan besar akan terjadi votting para calon jemaah apakah akan menyatakan pailit atau tidak," kata Kuasa Hukum calon jemaah First Travel dari Advokat Pro Rakyat, Riesqi Rahmadiansyah, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (13/9).
Pemungutan suara akan diambil sebagai solusi karena kemungkinan besar perdamaian tidak akan tercapai. Riesqi mengatakan selama ini, kuasa hukum First Travel selalu bicara di media akan memberangkatkan jemaah hanyalah isapan jempol belaka. Hal itu, tidak ada dalam draft tawaran perdamaian First Travel. "Dengan cara apa mereka akan memberangkatkan jemaah," kata Riesqi.
Jika perdamaian tak tercapai, dan para jemaah memilih menyatakan pailit maka akan membawa kerugian lagi bagi jemaah. Status jemaah akan berubah jadi kreditur. Dan tanggungjawab First Travel dilakukan dengan melelang aset First Travel yang disita petugas kepolisian. "Jumlah aset tersita First Travel saat ini tidak seimbang dengan dana puluhan ribu jemaah," kata Riesqi.
Saat ini, nilai aset First Travel yang tersita tak mencapai Rp150 miliar. Sementara dana jemaah yang raib mencapai lebih dari Rp800 miliar. Riesqi Rahmadiansyah mengimbau kepada para jemaah First Travel agar mengambil sikap untuk tidak mempailitkan First Travel. "Kami sudah mendapatkan kurang lebih 1000 jamaah dan mereka sepakat untuk menitipkan suaranya ketika nanti voting adalah agar First Travel tidak pailit, karena mereka masih beranggapan First Travel tidak boleh mati/pailit agar bertanggung jawab," tuturnya.
Riesqi yang membawa sekitar 300-an jamaah pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR dengan Fraksi PPP menyatakan, Advokat Pro Rakyat juga sudah mempersiapkan strategi Litigasi dan Non Litigasi terkait kasus tersebut. Terkait proses hukum pidana yang dijalankan oleh Aniesa dan Andhika otomatis akan berjalan tanpa harus jamaah bertindak lebih dalam. Riesqi Rahmadiansyah menjelaskan, kasus pidana Andika dan Anies sudah pasti akan diproses.
"Saya mewakili 1000 jemaah berterima kasih karena kepolisian sudah memberikan kinerja terbaik dan saya pun yakin kepolisian sudah cukup bukti sehingga pelimpahan tahap 2 sudah bisa berjalan dan mereka pasti akan kena jerat hukum pidana dan vonis yang saya rasa maksimal di pengadilan. Kasus pidana yang menjerat Anisa dan Andhika tidak akan serta merta menghilangkan kewajiban First Travel dalam memberangkatkan calon jemaah," tegasnya.
Riesqi mengatakan dia dan jemaah yang menjadi kliennya juga akan meminta tanggungjawab dari pemerintah melalui kementerian agama. "Saat saya live di salah satu televisi nasional, saya berjanji akan memberikan kado kepada kementerian agama dan kado tersebut sudah jamaah siapkan dan kemungkinan disampaikan pada pekan depan," katanya.
Apakah kado tersebut? Riesqi menjawab itu adalah curahan hati jamaah bukan hanya First Travel. "Tetapi para jamaah yang gagal berangkat dari travel-travel terdahulu sebelum kasus FT mencuat," pungkasnya. (mag)
Ditjen AHU Blokir Perusahaan Milik Bos First Travel
Selasa, 05/09/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) secara resmi memblokir sembilan perusahaan dan satu yayasan dimiliki oleh bos PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel, Andika Surachman. Pembolkiran dilakukan terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang sedang ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.
Direktur Perdata Ditjen AHU, Daulat P. Silitonga mengatakan pemblokiran sembilan perusahaan dan satu yayasan milik bos First Travel tersebut sudah dilakukan atas permintaan Bareskrim Mabes Polri. Pemblokiran tersebut, kata dia, demi kepentingan penyidikan atas dugaan kasus TPPU.
"Ditjen AHU sudah memblokir sembilan perusahaan dan satu yayasan milik bos First Travel sejak 21 Agustus 2017 lalu. Hal ini sesuai dengan surat permintaan dari Bareskrim Mabes Polri," kata Daulat, Senin (4/9).
Dia menjelaskan setelah diblokir sembilan perusahaan dan satu yayasan milik bos First Travel tersebut tidak bisa melakukan perbuatan hukum terkait perubahan anggaran dasar, mengganti direksi dan mengubah susunan pemegang saham. Kendati sudah diblokir, Ditjen AHU tidak bisa menghentikan kegiatan operasional sembilan perusahaan dan satu yayasan milik bos First Travel tersebut.
"Penghentian kegiatan operasional perusahaan milik bos First Travel bukan wewenang Ditjen AHU. Kami hanya bisa memblokir akses perubahan anggaran dasar secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)," ujarnya.
Sembilan perusahaan dan satu yayasan milik bos First Travel yang diketahui milik Andika dan isterinya Anniesa Hasibuan yang sudah diblokir Ditjen AHU yakni PT First Anugrah Karya Wisata, PT Bintang Balindo Semesta, PT Hijrah Bersama Taqwa, PT Yamin Duta Makmur, PT Interculture Tourindo, PT Anniesa Hasibuan Fashion, PT Anugerah Nusantara Mandiri Prima, PT Anugerah Karya Teknologi, PT Anugerah Karya Wisata Mandiri dan Yayasan First.
Sebelumnya, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul kepada media mengatakan Mabes Polri sudah meminta Ditjen AHU untuk memblokir delapan anak perusahan milik Andika dan isterinya Anniesa Hasibuan. Perusahaan yang diminta diblokir adalah PT Interculture Tourindo, PT Yamin Duta Makmur, PT Hijrah Bersama Taqwa, PT Bintang Balindo Semesta, PT Anugerah Nusantara Mandiri Prima, PT Anugerah Karya Teknologi, PT Anniesa Hasibuan Fashion dan Yayasan First.
First Travel sendiri diduga menggelapkan dana senilai Rp848,7 miliar. Dana tersebut adalah tunggakan untuk keberangkatan jemaah sebanyak 35.000 jemaah, utang tiket, pengurusan visa, dan akomodasi di Arab Saudi. (mag)
DPR Minta Keberadaan Biro Perjalanan Haji dan Umrah Dievaluasi
Rabu, 30/08/2017 16:53 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menyusul kasus First Travel yang memperdaya puluhan ribu jemaah umrah. DPR meminta ada evaluasi terhadap keberadaan biro-biro perjalanan haji dan umroh yang kini menjamur.
Menurut Anggota DPR dari Fraksi PAN Sungkono, masyarakat harus waspada dalam memilih biro jasa haji dan umrah. Menurutnya seperti halnya perbankan, kalau memberikan bunga tinggi biasanya banknya mau collaps. "Sama seperti itu biro-biro perjalanan yang memberi harga murah, jangan-jangan juga mau collaps," ujarnya.
Ia menambahkan adanya iming-iming besar, justru hal itu membahayakan. Biro-biro perjalanan yang memberi janji-janji lebih justru perlu diwaspadai. "Mereka umumnya hanya memanfaatkan situasi," katanya seperti dilansir dpr.go.id.
Politisi dari Dapil Jatim ini menyebut bahwa masyarakat Islam yang mayoritas di Indonesia ini menjadi peluang untuk pihak -pihak tertentu berbuat kecurangan. Ia menyebut model perusahaan umroh dan haji semacam multi level marketing (MLM) banyak dijumpai, Karena itu dia berharap masyarakat harus lebih berhati-hati.
Sungkono mengingatkan biro jasa itu bisa saja menampilkan kemasan, dengan berorientasi misi keagamaan seperti umroh tapi pengalaman yang ada di Indonesia seperti MLM dan bentuk lain yang justru merugikan masyarakat. Hal ini menurutnya disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat, dan mereka tergoda dengan rayuan dan janji-janji yang lebih murah.
Ia menambahkan masyarakat mudah tertarik dan senang apabila diiming-imingi haji murah dan cepat, sebab diketahui persoalan haji disini memiliki daftar tunggu yang lama. "Kondisi dan situasi inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang seperti itu," tutur Sungkono.
Pihaknya berharap masyarakat hati-hati, kasus ini menjadi pengalaman dan informasi yang bisa diambil hikmahnya. "Jangan mudah mendengar atau mempercayai promo-promo yang tidak masuk akal," tandasnya.
Sedang pemerintah, dia mengharapkan selain mempersiapkan regulasi juga pelaksanaan pengawasan yang lebih ketat. Pengawasan dan evaluasi kepada biro-biro perjalanan harus lebih ketat, bila kajian menemukan hal yang berpotensi merugikan masyarakat harus segera ditindak tegas.
Ia pun menyatakan menyambut baik rencana Komisi VIII membentuk Panja Umroh-Haji sebagai upaya mencari jalan terbaik mengatasi kasus-kasus umroh dan haji yang banyak merugikan umat. (rm)PPATK Temukan Data Aliran Dana First Travel
Senin, 28/08/2017 20:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku telah menemukan aliran dana calon jemaah umrah First Travel yang disebut-sebut mencapai triliunan. Data itu segera diserahkan kepada Bareskrim Polri.
"Polisi sudah minta ini (data aliran) dananya. Insyaallah hari ini kami serahkan," ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di kantor Kemenko Polhukam Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (28/8).
Hanya saja Badar enggan merinci terkait laporan yang diserahkan ke Bareskrim itu, termasuk berapa nilai total uang yang terlacak. PPATK menurutnya sudah memastikan bahwa aliran uang tersebut terkait dana calon jemaah.
"Tugasnya PPATK itu adalah melakukan penelusuran dan analisa. Nah itu sudah dilakukan penelusuran dan analisanya, siang ini kami sampaikan ke penyidik Bareskrim," ujarnya.
Sebelumnya disebutkan dari hasil penelusuran diketahui penggunaan duit calon jemaah umrah First Travel. Ada yang digunakan untuk perjalanan umrah, tapi ada juga yang diduga diselewengkan. Diantaranya sekitar 30 peresennya digunakan untuk kepentingan pribadi pemilik First Travel.
Dalam kasus First Travel ini penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan tiga orang tersangka. Para tersangka dijerat pasal penipuan dalam kegiatan paket umrah. Ketiganya yakni Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, dan adiknya Siti Nuraida alias Kiki Hasibuan.
Para tersangka dinilai telah merugikan puluhan ribu orang. Diketahui total jemaah promo yang mendaftar ke First Travel sepanjang Desember 2016 hingga Mei 2017 mencapai 72.682 orang. Sebanyak 14 ribu orang sudah diberangkatkan.
Sedangkan kerugian jemaah dihitung dari paket promo yang dibayarkan, yakni paket Rp 14,3 juta, dikalikan 58.682 orang yang belum berangkat, sehingga total menjadi Rp839 miliar. (dtc/rm)Pemerintah Tak Beri Ganti Rugi Jamaah Korban First Travel
Rabu, 23/08/2017 12:00 WIBKerugian calon jemaah yang tertipu First Travel mencapai Rp 848 miliar. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan ganti rugi uang calon jemaah dibebankan kepada pemilik agen travel dan pemerintah tidak bisa menalanginya untuk ganti kerugian jemaah.
"Ya siapa yang terima duit itu yang ganti kan? Masak Anda yang tidak terima duit mesti ganti," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).
JK mengingatkan agen travel umrah seharusnya terdaftar dan harus ada pengecekan ke setiap agen perjalanan haji dan umrah, termasuk partner yang berada di Arab Saudi.
Dia menilai sistem yang dilakukan First Travel dinilai seperti permainan Ponzi. JK mencontohkan kekurangan uang yang dibayarkan oleh pendaftar jemaah haji pertama akan dibayar oleh pendaftar terbaru.
Dari perhitungannya untuk umrah itu minimum Rp 22 juta namun First Travel hanya mengiming imingi Rp 14 juta. Artinya ada selisih 8 juta yang ditutupi oleh pendaftar baru. Pada akhirnya itu tidak mix-match, tidak bisa lagi jalan dia punya cashflow. "Dia rugi terus tapi cashflow-nya ada, bagus, tapi yang dirugikan orang yang belakang, itu Ponzi itu," ucapnya.
Karena itu, JK meminta masyarakat tidak percaya pada biaya perjalanan umrah yang murah. Dia kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa memberikan ganti rugi kepada masyarakat.
"Umrah kan lebih bebas ya daripada haji, karena itu dia urus travel itu sama saja dengan ke Singapura, Amerika Serikat (AS), dan macam-macam, seperti itu. Maka tanggung jawab tentu siapa yang menerima uang itu," ujarnya.(dtc/mfb)PPATK Ungkap Dana Jemaah First Travel untuk Memborong Aset
Minggu, 20/08/2017 14:00 WIBJAKARTA,GRESNEWS.COM - Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap hilangnya dana ratusan miliar milik calon jemaah umrah First Travel. PPATK menyebut aliran dana calon jemaah selain untuk biaya umroh juga untuk membeli aset pribadi, seperti rumah, mobil, dan barang-barang mahal lainnya.
"Kita sedang telusuri terus semua transaksi ini, dan berkoordinasi dengan Kepolisian untuk seoptimal mungkin mengurangi kerugian nasabah," ungkap Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, kepada media, Sabtu (19/8).
Namun Dian tak merinci berapa nilai uang nasabah yang telah dipakai membeli aset pribadi. PPATK baru akan memastikan apakah aset-aset itu dibeli dengan rekening perusahaan, rekening pribadi, atau campuran keduanya.
"Soal pembelian barang-barang pribadi, memang begitu, tapi kita harus teliti dulu dan mencari tahu apakah ada pencampuran rekening perusahaan dan rekening pribadi," tutur Dian.
Kepolisian telah menetapkan bos First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Devitasari Hasibuan, sebagai tersangka. Menyusul kemudian adik bos First Travel, Kiki Hasibuan, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi juga menyita sejumlah dokumen-dokumen terkait kegiatan usah Firs Travel. Selain juga menyita rumah mewah dan sejumlah mobil milik Andika dan Anniesa. Polisi juga menyegel sebuah rumah di daerah Kebagusan. Rumah bernilai Rp 1,5 miliar tersebut disebutkan merupakan milik Kiki Hasibuan.
Kanit Subdit 5 Jatanwil Dit Tipidum Bareskrim Polri AKBP M Rivai Arvan menyebut, nama Kiki sempat digunakan untuk membeli sejumlah aset, seperti rumah dan mobil.
"Namanya digunakan untuk membeli aset-aset, banyak, ada rumah ada mobil," ungkap Rifai kepada wartawan, Jumat (18/8). (dtc/rm)PPATK: Dana Jemaah First Travel Dibelikan Aset Pribadi
Minggu, 20/08/2017 07:43 WIBPelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah secara proaktif transaksi sejumlah rekening terkait kasus First Travel. Mereka menemukan penyimpangan dalam penggunaan dana, selain untuk memberangkatkan umroh dana jemaah juga dipakai untuk membeli aset pribadi.
"PPATK telah secara proaktif melakukan penelitian terhadap puluhan rekening yang terkait First Travel di beberapa bank," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Sabtu (19/8).
Dian tak merinci berapa besar uang nasabah yang dipakai untuk membeli aset pribadi. PPATK juga masih akan memastikan apakah aset-aset tersebut dibeli dengan rekening perusahaan, rekening pribadi, atau campuran keduanya.
"Soal pembelian barang-barang pribadi, memang begitu, tapi kita harus teliti dulu dan juga mencari tahu apakah ada pencampuran rekening perusahaan dan rekening pribadi," ujarnya.
Sebelumnya sejumlah calon jamaah yang menjadi korban dugaan penipuan First Travel meminta pemerintah turun tangan membantu pengembalian dana jemaah yang sudah disetorkan. Perwakilan jemaah, Asro K Rokan, juga meminta PPATK dilibatkan dalam menelusuri aliran dana nasabah.
"Sebab, sulit diterima akal sehat dana dari rekening Andika tersisa di bawah Rp 5 juta. Padahal jika dihitung puluhan ribu calon jemaah dana bisa ratusan miliar," kata Asro, Sabtu (19/8).
Sulitnya mendapatkan pengembalian dana yang disetorkan dialami Asro dan 12 anggota keluarganya. Pihak Asro sudah mengajukan pengembalian (refund) ongkos umrah sejak 24 Maret 2017 namun hingga kini belum mendapatkan respons dari First Travel,
Asro dan keluarga telah melunasi seluruh ongkos umrah sebesar Rp 186.190.000 pada 14 Juni 2016. Pemberangkatan dijadwalkan pada Desember 2016-Mei 2017.
Belakangan, adik bos First Travel, Kiki Hasibuan, juga dijadikan tersangka. Sejumlah aset disita dari ketiganya. Namun meski diketahui punya rumah dan sejumlah mobil mewah, pasangan suami-istri itu ternyata juga dililit utang.
Sebuah rumah mewah di Sentul, Bogor, milik pasangan tersebut telah disita polisi. Rumah yang bentuknya bak istana tersebut bahkan dijadikan jaminan untuk membayar utang.
"Ya itu (yang dijaminkan) rumahnya dan kantor," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Herry Rudolf Nahak kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/8).
Utang mereka yang harus dibayar lewat penyewaan rumah itu mencapai Rp 80 miliar. Bukan tak mungkin jumlah tersebut akan bertambah. "Persisnya saya nggak tahu (nilai utangnya), tapi di atas Rp 80-an miliar. Ada utang lagi, utang sama orang," lanjutnya.
Setelah izin mereka dicabut, First Travel kini diwajibkan mengembalikan uang jemaah yang belum berangkat. Mereka bisa saja tak melakukan itu jika jemaah diberangkatkan lewat biro perjalanan lain.
Selain itu, First Travel harus membayar utang lainnya. Mereka diketahui belum melunasi pembayaran hotel di Mekah dan Madinah. Berdasarkan informasi dari pihak pelapor, Herry mengatakan utang biaya penginapan mencapai Rp 24 miliar. Utang itu tercatat sejak 2015.
Bareskrim Polri juga membuka posko crisis center untuk menampung laporan para korban. Saat ini tercatat sudah 500 orang yang melapor sebagai korban.
First Travel saat ini memiliki 70.000 orang yang sudah membayar dan hanya 50% jemaah yang sudah berangkat. Ini artinya masih ada 35.000 orang lagi yang masih menunggu janji keberangkatan dan janji pengembalian uang setoran.
Jika dipukul rata Rp 14,3 juta per jemaah yang menyetor, lalu dikalikan 35.000 orang, masih ada sekitar Rp 500 miliar uang yang ada di manajemen First Travel.
Selain menetapkan pasangan suami-istri tersebut sebagai tersangka, polisi menahan adik kandung Anniesa, Kiki Hasibuan alias Siti Nuraidah. Dia dianggap berperan membantu penipuan yang dilakukan kakaknya. (dtc/mfb)
Jemaah First Travel Ramai Ramai Mengadu ke DPR
Jum'at, 18/08/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ratusan jemaah umroh First Travel mengadukan nasib mereka ke Komisi VIII DPR dan Fraksi PPP. Mereka akan meminta kejelasan dan meminta batuan DPR untuk memperjuangkan permasahan mereka.
Salah seorang calon jemaah First Travel, Faizah mengatakan ingin ketemu Komisi VIII dan anggota fraksi dari PPP. "Perwakilannya siapa yang akan menemui, saya juga belum tahu nanti," ujar Faizah (65) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (18/8).
Selain oleh anggota DPR menurutnya mereka juga akan ditemui oleh perwakilan dari Kementerian Agama. Namun dari sejumlah jemaah yang hadir, hanya beberapa orang yang akan ditemui Komisi VIII dan Kemenag.
"1000-an ada kali ya (yang akan datang), tapi mungkin yang akan diterima nggak sebanyak itu. Dari masing-masing perwakilan saja, ada yang 100 orang mau datang ada yang 200 orang mau datang. Kayak saya saja yang mau datang 100 orang tapi belum ketemu dengan jemaah-jemaah lainnya, mungkin sekitar 1000-an ada," ujarnya.
Faizah akan mengadukan First Travel yang dinilai lalai memenuhi janjinya untuk memberangkatkan jemaah yang rata-rata telah membayar belasan juga untuk berangkat umroh ke tanah suci. Ia mengaku saat ini sudah diterlantarkan oleh First Travel.
"Tuntutannya kita ingin diberangkatkan saja, dengan cara apa pun ini. Sekarang kalau berpikir untuk refund, kita tentunya minta dikembalikan secara utuh 100 persen," katanya.
Untuk refund, Faizah mengaku pesimis, sebab saat ini sejumlah aset First Travel telah disita pihak kepolisian.
"Kalau bicara refund ini jauh sekali harapannya itu, karena sekarang kan aset-aset sudah disita kan sebagian," katanya.
Pihaknya justru perharap setelah muncul persoalan ini pihak Kementerian Agama mengambil alih dan mengurus mekanisme pemberangkatan para jemaah. "Menteri Agama yang sudah memutuskan harus diberangkatkan jemaah yang belum diberangkatkan. Jadi sekarang di sini kita menuntut minta diberangkatkan saja, kita di sini tidak menuntut bicara refund," ungkapnya.
Sementara jemaah lainnya, seperti Nega (58) justru meminta uangnya dikembalikan. Ia juga sudah mengajukan permohonan refund.
"Segera kembalikan uangnya, karena janjinya waktu itu setelah refund 3 bulan minimal, ya paling tidak di bawah 2 bulan sudah bisa kembali uangnya. Ternyata kan sudah ditangkap karena sudah ada laporan kepolisian, sampai saat ini sudah 3 bulan yang belum kembali," tandas Nega.
Nega menolak untuk diberangkatkan umrah. "Oh nggak (mau diberangkatkan), saya nggak (mau), minta uang kembali saja," tuturnya. (dtc/rm)Kemenag Sebut Ada 4 Perusahan Biro Ibadah Serupa First Travel
Senin, 14/08/2017 20:48 WIB
JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Agama (Kemenag) memperingatkan masih ada empat biro perjalanan ibadah yang terindikasi melakukan praktik serupa dengan First Travel. Kemenag pun memperingatkan bukan tak mungkin keempat perusahaan akan mengalami kasus serupa First Travel.
"Ada kurang lebih empat. Tapi saya tidak akan sebut nama sebelum SK (Surat Keputusan) berlaku. Ke-4 travel itu kemungkinan akan dikenakan sanksi yang sama dengan Firs Travel. Tidak ada diskriminasi," ujar Kepala Pusat dan Informasi Kemenag Mastuki HS di Cikini Raya, Jakarta Pusat, kemarin.
Mastuki, mengungkapkan dua perusahaan di antaranya telah memenuhi syarat untuk dicabut izin penyelenggaraan perjalanan ibadahnya. Jumlah jemaah yang jadi korban pun bervariasi.
"Sudah kita siapkan SK, sudah kita review. Ada 2 di antaranya sudah memenuhi syarat dicabut. Bervariasi (jamaahnya) ada yang 1500 ada yg 3000," sebut Mastuki.
Sebelumnya Kemenag membekukan izin First Travel pada 1 Agustus lalu. Sebab perusahaan ini hingga dibelkukan izinnya belum juga memberangkatkan 35 ribu calon jemaah umrah.
Sejauh ini dalam kasus First Travel, Polisi telah menetapkan bos First Travel Andika dan Anniesa sebagai tersangka pada Selasa (8/8). Keduanya dijerat Pasal 55 jo Pasal 378 (penipuan) dan 372 (penggelapan) KUHP serta UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Keduannya juga telah resmi ditahan pada Kamis (10/8). Tak hanya soal penipuan, Polri akan menelusuri ada-tidaknya dugaan pencucian uang dalam kasus Firs Travel
Menanggapi pernyataan Kemenag itu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan juga akan menindak biro-biro perjalanan yang diduga menipu dan menggelapkan uang calon jemaah seperti yang dilakukan First Travel. Polisi, menurutnya, akan melibatkan Kementerian Agama dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penindakan itu.
"Kita akan lakukan tindakan penegakan hukum," kata Setyo Wasisto di Mabes Polri, Senin (14/8).
Namun Setyo mengatakan, kewenangan pengawasan biro penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah berada di Kementerian Agama. Sedangkan pengawasan penghimpunan dananya merupakan kewenangan OJK. (dtc/rm)Begini Modus First Travel Pikat Jemaah
Kamis, 10/08/2017 20:16 WIBPolisi telah menetapkan pemilik First Travel Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Desvitasari, sebagai tersangka dengan pasal penipuan dan penggelapan. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak menjelaskan cara First Travel merayu jemaah agar tertarik menggunakan jasa travel-nya.
Herry menjelaskan awalnya First Travel mengadakan seminar tentang perjalanan umrah. "Kemudian mereka tawarkan paket tiga macam. Paket pertama adalah paket yang disebut dengan promo, kedua reguler, ketiga VIP," kata Herry di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (10/8).
Ia memaparkan paket umrah mulai Rp 14,3 juta sampai Rp 54 juta. Gayung bersambut. Animo masyarakat cukup besar terhadap paket yang ditawarkan First Travel.
"Paket promo Rp 14,3 juta, paket reguler Rp 25 juta, paket VIP Rp 54 juta per perjalanan, kemudian ternyata animo cukup besar. Bahkan dia sempat merekrut agen yang merekrut jemaah sampai 1.000 agen, namun yang aktif 500 agen," ungkap Herry.
Herry mengungkapkan First Travel mendapat jemaah umrah dari para agen yang aktif. Namun kenyataannya, sejak 2015 pemberangkatan jemaah mulai tersendat.
Kemudian pada perjalanannya, ternyata banyak yang daftar dan telah membayar mulai tersendat keberangkatannya sejak 2015. Jemaah tidak bisa berangkat, padahal sudah membayar. Itulah yang kemudian dilaporkan ke Bareskrim," tutur Herry. (dtc/mfb)Polisi Bidik Bos First Travel Pasal Pencucian Uang
Kamis, 10/08/2017 19:08 WIBPenyidik Bareskrim Polri menahan bos First Travel Andika Surachman dan istrinya Anniesa Desvitasari terkait kasus penipuan perjalanan umrah. Tak hanya soal penipuan, Polri juga akan menelusuri ada-tidaknya pencucian uang.
"TPPU kita akan sidik. Karena paling gampang temukan aset melalui penyelidikan TPPU-nya," kata Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (10/8).
Polri akan menyelidiki tindak pidana pencucian uang agar lebih mudah menelusuri aset-aset tersangka. "Misal dia punya bank apa saja. Bank A, misalnya, kita blokir, baru kita sita. Itu dengan TPPU. Kalau cuma dengan (pasal) penipuan, penggelapan, tidak bisa," ujarnya.
Nantinya aset kedua tersangka akan disita. Namun hanya aset yang berhubungan dengan tindak pidana penipuan yang akan disita, sedangkan yang berkaitan dengan hasil bisnis lain tidak.
Sementara itu, untuk mengembalikan uang jemaah, Martinus mengatakan hal itu akan diputuskan pengadilan. Polri baru akan menyita aset tersebut sebagai bukti di pengadilan.
"Aset akan kita sita. Misalnya kalau ini penipuan, penggelapan uang jemaah yang disetor, dilihat uang ini jadi apa, kalau dalam bentuk uang kita sita, tapi tidak bisa langsung dikasih ke jemaah. Karena untuk penyidikan, barang bukti, pengadilan nanti yang tetapkan," imbuhnya.
Dalam kasus ini, Polri baru menjerat kedua tersangka dengan Pasal 55 jo Pasal 378 (penipuan) dan 372 (penggelapan) KUHP serta UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Sejumlah agen perjalanan umrah di bawah First Travel mendatangi kantor Bareskrim Polri menolak penetapan tersangka dan penahanan bos First Travel dan istrinya. Salah satu perwakilan agen First Travel, Nurmaemunah, mengatakan dirinya takut terkena dampak atas kasus yang dialami pasangan suami-istri (pasutri) tersebut. Mereka meminta polisi membebaskan keduanya.
"Seluruh agen dan PIC (person in contact) meminta Anniesa dan Andika dibebaskan untuk mengurus jemaah yang akan diberangkatkan pada bulan November 2017," kata Nurmaemunah di Bareskrim Polri, Kamis (10/8).
Perwakilan agen yang datang sekitar 20 orang itu membuat petisi dalam bentuk spanduk yang isinya meminta polisi membebaskan keduanya. Mereka mengaku mewakili 128 agen, 44 PIC, dan 28.000 jemaah.
Di atas spanduk ini, mereka membubuhkan tanda tangan dan akan menyerahkannya kepada penyidik Bareskrim. "Tadi temen-temen bawa (petisi) ke lantai satu. Saya kasih petisi ke polisi yang meminta Andika dan Anniesa dibebaskan," ucapnya. (dtc/mfb)