-
Waspadai Pelemahan Rupiah dalam Waktu Lama Berimbas pada Lonjakan Beban Utang Swasta
Kamis, 19/03/2020 21:30 WIBSolusi Mencegah Krisis, Injeksi Dana Simpanan Bank Indonesia
Senin, 16/03/2020 15:15 WIBDiperlukan Kebijakan yang Berorientasi Solidaritas Sosial Bukan Pertumbuhan Ekonomi
Sabtu, 14/03/2020 17:16 WIBWabah Korona dan Perang Harga Minyak Bisa Picu Resesi Ekonomi Indonesia
Rabu, 11/03/2020 14:18 WIBEmpat Pencapaian Presiden Jokowi Selama Berkuasa
Kamis, 26/12/2019 20:25 WIBJaga Dua Mesin Ekonomi agar Resesi Cepat Berlalu
Senin, 02/12/2019 10:49 WIBINDEF Sebut Indonesia di Ambang Resesi
Selasa, 26/11/2019 20:20 WIBPemerintah Optimistis Tidak Akan Terjadi Resesi Ekonomi
Selasa, 26/11/2019 17:22 WIBIndustri Manufaktur Indonesia dalam Tekanan, Perlu Perbaikan Mendasar
Kamis, 21/11/2019 12:20 WIBResep Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Versi CORE Indonesia
Rabu, 20/11/2019 19:35 WIBResesi Ekonomi Mengancam Indonesia
Kamis, 07/11/2019 22:12 WIBJokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,4 Persen di 2018
Kamis, 07/12/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo menargetkan, pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 bisa mencapai 5,4 persen. Jokowi mengaku, dia optimistis hal ini akan tercapai jika pemerintah mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan terus meningkatkan iklim kemudahan berusaha dan berinvestasi.
"Kita sesuai disampaikan Pak Menko Ekonomi, nanti Januari atau Februari maksimal, kita akan memiliki single submition. Ini saya kira harus menjadi target untuk betul-betul ada sebuah satuan tugas/task force yang mengawal setiap investasi yang masuk ke negara kita," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Sidang Kabinet Paripurna, di Ruang Garuda Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (6/12), seperti dikutip setkab.go.id.
Presiden menekankan, pentingnya tetap menjaga stabilitas ekonomi, baik stabilitas harga, stabilitas keuangan, maupun neraca pembayaran. "Saya mengingatkan hati-hati dengan inflasi, harus bisa kita kendalikan. Kemudian, hati-hati juga dengan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim. Dan, juga hati-hati dengan bencana yang ada di beberapa daerah karena ini juga akan berpengaruh pada stabilitas harga," ujar Jokowi.
Dia menambahkan, pada tahun 2018 pemerintah juga akan memulai program padat karya tunai atau cash for work yang ada di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan yang lain-lainnya. "Ini saya minta nanti awal Januari sudah bisa kita lihat di lapangan sudah dimulai. Karena kita harapkan dengan ini akan ada peningkatan daya beli masyarakat utamanya yang ada di desa," tegas Jokowi.
Jokowi juga mengingatkan Program Beras Sejahtera dan Bantuan Pangan Non Tunai agar betul-betul disalurkan tepat waktu, tidak terlambat. "Sehingga bisa membantu keluarga-keluarga pra sejahtera," pungkasnya. (mag)Kondisi Ekonomi RI Sehat
Jum'at, 24/11/2017 17:25 WIBOtoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan stabilitas sistem keuangan nasional berada dalam kondisi normal. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 yang meningkat sehingga kondisi keuangan juga terus membaik.
Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah menjelaskan, intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) masih dalam level moderat. Dia menyebutkan kredit perbankan nasional per Oktober 2017 tercatat tumbuh 8,18% secara year on year (yoy) tumbuh dibandingkan periode September 2017 7,86%.
"Sistem keuangan nasional masih normal dan sehat," kata Imansyah dalam diskusi di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (24/11).
Dia menyebutkan dana pihak ketiga (DPK) perbankan tercatat di posisi 11,95% lebih rendah dibandingkan periode September 2017 11,69%. Kemudian piutang pembiayaan tercatat 8,15% lebih rendah dibandingkan periode bulan sebelumnya 8,63%.
Lalu penghimpunan dana di pasar modal tercatat Rp 197 triliun atau meningkat dari periode bulan sebelumnya Rp 163 triliun.
Sedangkan dari sisi permodalan, capital adequacy ratio (CAR) perbankan tercatat 23,54% atau tumbuh dibandingkan periode September 2017 23,25%. Kemudian modal perusahaan pembiayaan tercaat 2,98%, risk based capital (RBC) asuransi umum 294% dan RBC asuransi jiwa 487%.
Lalu dari pasar keuangan indeks harga saham gabungan (IHSG) per Oktober ditutup di level 6005,7 atau tumbuh 1,78% dari bulan sebelumnya 0,63%. Lalu untuk surat berharga negara (SBN) jangka menengah tercatat naik 34,2 basis poin (bps) dari bulan sebelumnya minus 14,6 bps. Kemudian untuk nilai tukar rupiah tercatat Rp 13.560 per dolar AS atau melemah 0,67%.
Imansyah menjelaskan kinerja intermediasi LJK masih moderat, dipengaruhi oleh konsolidasi internal LJK, pergerakan harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, kinerja intermediasi sistem jasa keuangan diperkirakan membaik dengan porsi pendanaan dari pasar modal dan industri keuangan non bank yang terus meningkat," ujarnya. (dtc/mfb)Bank Muamalat Bangkit, HIPMI Optimis Perbankan Syariah Semakin Maju
Senin, 09/10/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Saat ini Bank Muamalat tengah bangkit kembali setelah 25 tahun dikuasai oleh pemegang saham asing. Menurut Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Anggawira, momen ini merupakan pendorong majunya perbankan syariah di Indonesia.
"Muamalat ini milik kita, umat Islam di Indonesia. Masuknya PT Minna Padi Investama Sekuritas tbk sebagai investor jadi momentum yang mendorong Muamalat berkontribusi besar untuk kepentingan umat," tutur Anggawira dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (9/10).
Anggawira menjelaskan, PT Minna Padi Investama Sekuritas, Tbk berhasil mengakuisisi saham PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Dalam perjanjian tersebut, Minna Padi bersama mitra konsorsiumnya menjadi pemegang saham dengan porsi sebesar 51 %.
"Ini sekaligus membantah pernyataan dibelinya Muamalat oleh Lippo Group. Malah tidak ada kaitannya sama sekali dengan Lippo Group, Minna Padi ini di support oleh Setiawan Ichlas, pengusaha muda muslim asal Palembang," tegas Anggawira.
Anggawira menyatakan, Bank Muamalat akan tetap pada khittahnya yaitu sebagai sarana perjuangan umat Islam. Terutama dalam membangun perekonomian yang berlandaskan syariah, apalagi saat ini didukung oleh penguatan modal.
"Dengan bertambahnya modal, diharapkan Bank Muamalat dapat membuat terobosan-terobosan inovatif. Sebab di era persaingan seperti sekarang, Muamalat harus menjadi perbankan syariah yang mampu menghadirkan solusi bagi kebutuhan umat," pungkas Anggawira.
Seperti yang telah diwartakan sebelumnya, diketahui Minna Padi yang menjadi pemegang saham terbesar ini akan menaikkan modal Bank Muamalat, yaitu dari sebelumnya berjumlah Rp3,6 triliun, akan membengkak menjadi Rp8,1 triliun. Hal tersebut juga mendorong naiknya kelas Bank Muamalat menjadi Bank kategori Buku III. (mag)
Pertumbuhan Ekonomi Masih Dinikmati Segelintir Orang
Rabu, 13/09/2017 14:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati diakui ekonomi nasional pengalami pertumbuhan, namun pertumbuhan yang ada dinilai masih dibawah ekspektasi. Hal itu terlihat dari melambatnya industri pengolahan dan perdagangan. Konsumsi rumah tangga juga hanya tumbuh 4,95 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan berpendapat pemerintah harus bekerja ekstra keras, jika ingin pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen yang dipatoknya terealisir. "Selain itu
angka konsumsi juga harus dinaikkan di atas 5 persen, investasi harus di atas 6,5 persen, dan kredit perbankan di atas 15 persen," katanya melalui rilisnya, Selasa (12/9).
Keputusan pembahasan asumsi makro RAPBN 2018 antara pemerintah dengan Komisi XI DPR, ditetapkan bahwa pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, nilai tukar Rp13.400, dan suku bunga SPN 5,2. Namun menurut Heri, angka pertumbuhan yang paling realistis dengan kondisi saat ini ada dikisaran 5,3 persen. Hal itu, kata dia, dengan asumsi pemerintah kurang punya etos kerja yang kuat dan perlu jaminan jika pertumbuhan tersebut tidak tercapai. "Jangan sampai ada lagi pemotongan alokasi anggaran daerah," ujarnya.
Politisi Partai Gerindra ini menilai patokan pemerintah pertumbuhan di 5,4 persen, dinilai sebagai bentuk prudent pemerintah. "Ada beberapa risiko yang hampir permanen yang perlu diwaspadai, antara lain proteksionisme perdagangan, rebalancing ekonomi Tiongkok, dollar AS yang cenderung menguat yang memicu pembalikan arus modal di negara berkembang, harga komoditas yang lemah, risiko geopolitik, serta isu-isu struktuktural seperti penuaan populasi," beber Heri, seperti dikutip dpr.go.id.
Heri sediri menilai, pertumbuhan ekonomi harus memiliki multiplier effect. Namun jika melihat indek gini ratio sebesar 0,38, maka pertumbuhan yang ada masih dinikmati oleh segelitir orang. Sementara inflasi yang dipatok 3,5 persen juga dinilai terlampau optimis.
Sementara itu nilai tukar rupiah yang semula diajukan sebesar Rp13.500 dan akhirnya disepakati Rp13.400 juga dipandang Heru masih terlalu tinggi. Menurutnya angka yang dinilai ideal adalah Rp13.300. Begitu juga SPN yang semula diusulkan 5,3 persen dan ditetapkan 5,2 persen dengan asumsi semakin meningkatnya investment grade pemerintah, dapat berpotensi mengakibatkan ketatnya likuiditas.
"Menjadi pertanyaan, saat BI Rate berada di kisaran 4,5 persen, belum berbanding signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Jika itu masih terjadi, maka akan berdampak negatif pada sektor riil. Padahal, pemerintah sedang dalam tahap memperdalam sektor keuangan sebagai tulang punggung pembangunan," tambah Heri.
Lebih jauh Wakil Ketua Komisi VI DPR ini menyoroti soal target ketimpangan ekonomi sebesar 0,38, dinilainya masih terbilang besar dalam RAPBN 2018. Angka tersebut masih tetap lampu kuning. Dengan angka tersebut berarti ketimpangan masih tetap lebar, yaitu 1 persen orang menguasai sekitar 38 persen pendapatan nasional. "Dampaknya kemiskinan masih tetap jadi momok," pungkasnya. (rm)