-
Pemerintah Masih Kesulitan Mencari Pembeli Gas Blok Masela
Kamis, 11/01/2018 15:01 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga saat ini masih kesulitan menemukan calon pembeli gas hasil produksi Blok Masela, Maluku. Pasalnya sejumlah calon pembeli yang berniat memanfaatkan gas produksi blok migas di Laut Arafuru tersebut masih menawar harga di bawah biaya produksi.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, calon pembeli hasil produk gas Blok Masela hingga saat ini belum bisa ditentukan. Sebab tawaran harga yang diajukan para calon pembeli dinilai masih rendah. Ia mengungkapkan beberapa waktu lalu ada ada beberapa calon pembeli, salah satunya perusahaan industri petrokimia dalam negeri yang masih menawarkan harga dibawah USD 6 per MMBTU.
"Hingga alokasi gas melalui pipa, belum ditetapkan siapa pembelinya. Beberapa waktu yang lalu ada yang minat, (tapi) harganya USD 3 (per MMBTU)," ujar Amien.
Menurut Amien, usulan harga USD 3 per MMBTU ini masih belum sesuai keekonomian harga di hulu migas. "Jadi kalau industri dalam negeri memberikan tawaran USD 3 (per MMBTU), ya kita (industri hulu migas) cari sendiri saja. Di Teluk Bintuni (Papua Barat) saja sebesar USD 5 (per MMBTU)", kata Amien.
Kementerian ESDM menyatakan akan kembali mencari pembeli gas hasil Blok Masela. Kementerian ESDM mengaku sudah meminta daftar calon perusahaan kepada Kementerian Perindustrian yang membutuhkan gas pipa dari lapangan migas yang dikembangkan dengan skema onshore (darat) tersebut.
"Kita sedang minta Kemenperin list kira-kira kebutuhan (perusahaan) baik itu pupuk atau semen di luar pembangkit listrik. Proses ini masih berlangsung," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Ego Syahrial, Selasa (9/1).
Langkah ini dilakukan untuk menyelesaikan persoalan harga gas yang belum bisa sesuai dengan kemampuan industri dalam negeri.
Blok Masela sendiri memiliki kapasitas produksi kilang mencapai 150 mmcfd gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG). Saat ini sedang dilakukan proses persiapan Pre-FEED: menganalisa pilihan terbaik terkait jenis dan kapasitas produksi, biaya investasi dan keekonomian, serta jadwal project (revisi POD I). "Diharapkan pertengahan tahun pre-FEEDnya selesai, sehingga akhir tahun revisi POD I bisa selesai," jelas Amien.
Selain persoalan pembeli gas, Blok Masela juga masih menghadapi persoalan tentang pembagian produksi antara yang offshore (dalam bentuk LNG) dan onshore (gas dengan pipa).
Sebelumnya Inpex selaku kontraktor Blok Masela menginginkan Blok Masela bisa memproduksi 9,5 juta ton per tahun (mtpa) untuk gas cair (LNG) dan 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd) untuk alokasi gas pipa bagi industri hilir di kawasan Masela. Namun pemerintah menawar produksi untuk offshore berupa LNG yang akan dikapalkan untuk diekspor ke Jepang hanya 7,5 mtpa, sedang untuk gas pipa (onshore) produksi ditambah 474 mmscfd, sehingga diharapkan bisa mendukung industri dalam negeri.
Untuk itulah pihak pemerintah meminta Inpex membuat kajian pre-feed atau desain awal dengan dua opsi tersebut. Batas waktu yang diperlukan mengkaji itu sekitar enam bulan. Kajian ini penting sebagai acuan untuk membuat keputusan akhir investasi (FID).
Akibat sejumlah persoalan itu pengembangan blok migas di Laut Arafuru itu molor dan dipastikan baru bisa berproduksi tahun 2027 atau mundur dari target awal untuk produksi pada 2024.(rm)Pemerintah Tawarkan Perpanjangan Kontrak Inpex di Blok Masela
Jum'at, 20/10/2017 14:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah tawarkan perpanjangan kontrak hingga 20 tahun ditambah 7 tahun sebagai kompensasi perubahan pengembangan kilang LNG dari skema terapung ke darat kepada Inpex Corp untuk mengelola Blok Masela di Laut Arafura, Maluku. Kesepakatan itu ditawarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan saat berkunjung ke Jepang, pada Senin hingga Rabu (18/10).
Dari kesepakatan pembicaraan menteri ESDM dengan CEO Inpex Corp, Toshiaki Kitamura, di Tokyo, Jepang, Selasa (17/10) setidaknya disepakati tiga hal. Yaitu, Pemerintah tetap meminta Inpex untuk mengembangkan LNG di darat sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo. Kedua, Pemerintah akan memberikan perpanjangan 20 tahun kepada Inpex ditambah dengan 7 tahun sebagai kompensasi atas perubahan pengembangan kilang LNG dari skema terapung menjadi darat. Ketiga, Pemerintah memberikan keleluasaan kepada Inpex untuk memilih sendiri lokasi tempat pembangunan kilang LNG darat tersebut.
"Keputusan terkait Inpex ini, akan memberikan perpanjangan 20 tahun kepada Inpex karena sudah hampir habis masa kontraknya. Ditambah dengan 7 tahun sebagai kompensasi mengubah skema pengembangan kilang terapung menjadi kilang darat," tutur Jonan seusai bertemu dengan Toshiaki Kitamura, tulis rilis Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama ESDM di esdm.go.id.
Disebutkan saat ini, Inpex tengah melakukan kajian prapendefinisian proyek atau pre front end engineering design (pre-FEED) setelah mereka menerima surat perintah kerja dari SKK Migas. Pasca kunjungan Menteri ESDM ke Jepang pada 16 Mei 2017, telah disepakati bahwa pre-FEED dilakukan dengan satu opsi kapasitas produksi dan satu pulau. Adapun, pada surat perintah disebutkan bahwa kapasitas kilang LNG ditetapkan 9,5 mtpa dan produksi gas pipa sebesar 150 mmscfd.
Pra-FEED akan menjadi tahapan penting untuk memformulasikan revisi rencana pengembangan lapangan (PoD). Seperti diketahui, sebelumnya revisi PoD dilakukan untuk menambah kapasitas produksi LNG saat skema masih menggunakan kilang terapung.
Seperti diketahui Inpex memperoleh hak pengelola ladang gas di Blok Masela pada tahun 1998. Inpex menjadi operator dengan kepemilikan saham sebesar 65% dan Shell Upstream Overseas Services sebesar 35%. Pemerintah Indonesia berharap Inpex bisa segera memulai proyek lapangan gas tersebut.
Dalam kunjungannya ke Jepang dan dalam pertemuan dengan LNG Japan Corporation (16/10), Menteri Jonan menyampaikan bahwa kebijakan pembelian gas Indonesia dilakukan dalam jangka waktu kontrak lebih lama dengan volume tetap.
"Bapak Menteri menyampaikan bahwa kita sebisa mungkin menghidari spot cargo, Pertamina diminta untuk berdialog lebih detail terkait pembelian gas ini. Selain itu, kebijakan utama gas Indonesia itu diutamakan untuk pemenuhan dalam negeri, sisanya baru untuk ekspor," ujar Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikas, Layanan Informasi dan Kerja Sama Kementerian ESDM.
Masih terkait pertemuan dengan LNG Japan Corporation, Menteri ESDM juga meminta agar dilakukan diskusi lebih detail dengan SKK Migas untuk penurunan cost pada proyek LNG Tangguh. Demikian halnya untuk LNG Benoa, disebutkan Jonan bahwa harga untuk pengapalan saat ini sangat mahal, untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk penurunan harga.
Sementara itu saat bertemu dengan Tokyo Gas, pihak Tokyo Gas sempat menyampaikan permintaan dukungan Pemerintah Indonesia atas study LNG di Sulawesi termasuk dukungan agar peraturan perundangan di Indonesia dapat mendorong bisnis gas tersebut. Disebutkan saat ini Tokyo Gas, sedang melakukan study pembangunan LNG di Sulawesi dan berkomitmen untuk mempercepat penyelesaian study tersebut.
"Tokyo Gas rencananya akan membangun LNG di Indonesia, sedang dilakukan study untuk di Sulawesi. Saat ini bersama dengan Pertamina, mereka sedang menjalankan proyek pembangunan LNG Bojonegara, Banten. Pada pertemuan dengan Tokyo Gas, Bapak Menteri kembali menekankan pentingnya efisiensi," kata Dadan.
Dalam kesempatan itu Menteri Jonan menyampaikan kepada Tokyo Gas agar jual beli LNG atas gas sebaiknya dilakukan dengan kontrak jangka panjang. Selain itu, pengusahaan gas jangan hanya membangun infrastruktur gas saja, tetapi sekaligus pembangunan pembangkit listrik. "Tantangannya adalah transportation cost yang mahal untuk wilayah Indonesia Timur. Agar biaya lebih efisien dan murah, Jonan meminta agar pembagunan pembangkit listrik dilakukan di dekat sumber energinya, di mulut sumur. Kebijakan gas Indonesia itu diutamakan untuk pemenuhan dalam negeri, sisanya untuk ekspor," ujar Dadan. (rm)Adu Kuat Pemerintah-Inpex di Blok Masela
Jum'at, 06/01/2017 11:00 WIBTerkait permintaan Inpex itu, pemerintah memang sudah menegaskan sikapnya. Soal permintaan perpanjangan kontrak selama 10 tahun, pemerintah sudah menegaskan tak akan memberikan perpanjangan yang diminta.
Pangkas Investasi Blok Masela Harus Diawasi BPK-KPK
Jum'at, 16/09/2016 09:00 WIBKomaidi menegaskan, dalam skema pemangkasan investasi ini jangan sampai tujuannya hanya untuk menekan biaya semurah mungkin. Pemerintah harus bertujuan untuk untuk mencari harga wajar sesuai keekonomian.
Menggantung Nasib Blok Masela
Selasa, 10/05/2016 16:00 WIBMundurnya, penyerahan revisi PoD ini diduga merupakan bentuk kekecewaan Inpex yang sebelumnya sudah mengajukan PoD untuk pengembangan kilang di laut. Namun Taslim membantah hal itu.
Meragukan Komitmen Inpex di Blok Masela
Sabtu, 07/05/2016 09:00 WIBDirektur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan pemerintah masih menunggu pengajuan kembali PoD tersebut dari Inpex.
Langkah Berikut Blok Masela
Sabtu, 26/03/2016 18:30 WIBPemerintah telah memutuskan bahwa fasilitas pengelolaan gas untuk Blok Masela akan dibangun di darat. Keputusan ini tentunya bakal ditindaklanjuti oleh pihak pengelola alias pemegang kontrak pengelolaan Blok Masela yaitu Inpex dan Shell untuk merevisi kembali Plan of Development (POD) mereka.
Menteri ESDM Pastikan Inpex dan Shell Tetap Garap Blok Masela
Jum'at, 25/03/2016 21:00 WIBKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Service Ltd, tak hengkang dari Blok Masela, meskipun pemerintah menetapkan pengembangan fasilitas pengolahan LNG dilakukan di darat.
Babak Akhir Polemik Pembangunan Blok Masela
Rabu, 23/03/2016 16:00 WIBSelama ini Inpex dan Shell telah menyiapkan skenario pembangunan proyek Masela di laut (offshore), dengan alasan biaya investasinya lebih murah.
Menunggu Sikap Tegas Pemerintah Soal Blok Masela
Kamis, 17/03/2016 17:00 WIBMenyikapi fakta ini, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Fadel Muhammad mengatakan, pemerintah harus segera bersikap terkait Blok Masela.
Blok Masela Ribut, Australia Mau Rebut?
Kamis, 03/03/2016 14:00 WIBDirektur Eksekutif Institute of Defense and Security Studies Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, Australia kini tengah mengintip "peluang" untuk "merebut" atau mengambil alih kawasan itu, jika pemerintah hanya fokus pada proses pembangunan kilang dan gagal memperkuat pengamanan di kawasan itu.
Jalan Blok Masela Masih Panjang
Rabu, 02/03/2016 21:00 WIBSementara itu, terkait polemik diantara menteri-menterisoal Blok Masela, pihak Istana Kepresidenan meminta agar dihentikan.
Sarat Polemik, Presiden Undur Putusan Blok Masela
Senin, 29/02/2016 19:24 WIBPresiden Joko Widodo memastikan rencana pembangunan kilang minyak dan gas Blok Masela, di laut Arafuru Maluku akan ditetapkan pada tahun 2018.
Revisi UU Migas Mengurai Kisruh Blok Masela
Senin, 29/02/2016 09:00 WIBPertamina diberi kewenangan terbatas, sedangkan kontraktor diberi keleluasaan dengan membangun pabriknya. Karena itu, dia mengusulkan agar UU Migas direvisi untuk mengurai kisruh blok Masela.
Bingung Putuskan Blok Masela
Selasa, 02/02/2016 15:00 WIBKarena itu, kata Pramono, Presiden Jokowi tidak memutuskan sistem pengelolaan Blok Masela segera pada hari itu.