-
Liku-liku Kontroversi Tersangka Suap Rizal Djalil
Kamis, 26/09/2019 11:23 WIBMasyarakat Sipil Khawatirkan Suap dan Politik Uang Dalam Seleksi BPK
Kamis, 08/08/2019 21:48 WIBJaksa KPK Cecar Istri Auditor BPK
Jum'at, 12/01/2018 19:06 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Istri auditor BPK Ali Sadli, Wuryanti Yustianti seputar pendapatan suaminya. Wuryanti menyebutkan gaji suaminya sekitar Rp 15 juta per bulan ditambah pendapatan dari bisnis angkot.
"Ada tambahan juga Rp 3-5 juta. Kalau gaji suami seluruhnya Anda tahu?" tanya jaksa kepada Wuryanti dalam sidang dengan terdakwa Rochmadi Saptogiri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/1).
Wuryanti mengaku tak mengetahui pendapatan pasti dari sang suami. Jaksa menanyakan soal sumber pendapat lain dari Ali. Wuryanti menyebut ada usaha angkot yang sudah sejak 2005 dimiliki suaminya.
Selanjutnya, jaksa menanyai soal deretan mobil mewah yang dimiliki Ali. Wuryanti pun membenarkan ada sekitar 3 mobil yang biasanya diparkir di carport rumahnya. Mobil dirinya, anak dan suaminya.
Ia menyebut mobil yang dipakainya Mercedes Benz C250, sedangkan Mercedes Benz lainnya dipakai anaknya. Selain itu, Wuryanti menyebut Rubicon dibeli Ali secara kredit.
Sebagai informasi, selain auditor BPK Rochmadi Saptogiri, jaksa KPK juga menyebut auditor BPK Ali Sadli melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) saat menerima gratifikasi uang Rp 10,5 miliar. Uang tersebut dibelikan tanah, bangunan dan kendaraan bermotor.
Selain mobil, jaksa menanyakan harga rumah yang dimiliki Ali di Kebayoran Symphoni Blok J/03 Bintaro. Wuryanti menyebut rumah itu senilai Rp 3,8 miliar. (mfb)Jaksa Ungkap Percakapan soal Akom dan Novanto di Sidang Suap BPK
Senin, 08/01/2018 20:31 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama dua politikus Partai Golkar, Ade Komarudin (Akom) dan Setya Novanto (SN), muncul dalam persidangan perkara suap terkait opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kemendes PDTT. Nama keduanya muncul dalam hasil sadapan KPK.
Awalnya, jaksa KPK menanyakan tentang kata ´umpetin´ dalam sadapan rekaman percakapan antara Apriyadi Malik alias Yaya (Dirut PT Ragta Dra Advertising). Kemudian, ada nama Akom dan SN yang muncul.
"Ini Akom itu siapa?" tanya jaksa KPK pada Yaya dalam sidang lanjutan terdakwa auditor BPK Ali Sadli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (8/1).
"Ade Komarudin," jawab Yaya.
Kemudian, jaksa menanyakan apakah ada kaitan Akom dengan kasus yang menjerat Ali Sadli. Yaya mengaku tidak ada.
"Oh nggak (ada kaitan Akom dengan kasus), cuma teman aja," jawab Yaya.
Nama Akom itu muncul dalam rekaman percakapan antara Yaya dengan kakak ipar Ali Sadli bernama Yanuar. Percakapan itu tertanggal 26 Mei.
Berikut isi percakapan yang ditampilkan jaksa dalam persidangan:
Yanuar: Akom tadi telpon juga.
Yaya: Heeh..iya, Akom saya kasih tau.
Yanuar: Iya terus ee kita mau bantu gimana ya, kaya-kaya begini kan.
Yaya: Iya
Yanuar: OTT susah juga bos
Yaya: Sebenarnya bukan buat Ali itu kan, bukan, Ali juga enggak tahu.
Yanuar: Iya. Iya tapi kan faktanya itu susah
Yaya: Iya sih. Iya hooh
Yanuar: Di kamarnya Ali gitu loh.
Yaya: Iya
Yanuar: Ini susah kalo begitu
Yaya: Heeh
Yanuar: Kecuali kaya SN ya
Yaya: Iya
Yanuar: Iya belut, belut,
Yaya: Iya belut bener bener belut
Yanuar: Iya
Yaya: Heeh itu gimana ya, menurut lu gimana? Kita harus buat apa? Menurut lu?
Yanuar: Makanya itu
Yaya: Hah?
Yanuar: Makanya itu
Yaya: Belum tahu nih bang, makanya bingung juga kan.
Yanuar: Iya, gimana. Ini katanya dikirim ke tempat (suara tidak jelas)
Yaya: Hah?
Yanuar: Mobil
Yaya: Iya! Makanya itu, aku mau tanya itu. A apa diumpetin ke mana apa bagaimana gitu.
Yanuar: Oh iya diumpetin, iya dimana gitu. Ada gudang ga dia (suara tidak jelas)
Yaya: Gak ada itu.
Jaksa kembali menanyakan tentang maksud dari kata ´umpetin´. Namun Yaya mengaku lupa.
"Ini apa yang diumpetin?" tanya jaksa lagi.
"Saya lupa," jawab Yaya.
"Eh jangan semudah itu bilang lupa. Saksi sudah disumpah. Kami ada konsekuensi pidananya besar jangan semudah itu sejak awal sudah diingatkan. Kami bantu saksi bilang lupa. Sebelumnya Pak Yanuar bilang umpetin. Nah itu surat BPKB," ucap jaksa.
Di awal sidang, Apriyadi Malik alias Yaya tak mengakui berupaya menyembunyikan mobil milik auditor BPK Ali Sadli. Namun, setelah dicecar jaksa KPK, Yaya akhirnya mengakuinya.
Awalnya, jaksa KPK membeberkan percakapan antara Yaya dan kakak ipar Ali, Yanuar. Dalam percakapan itu, ada kata ´umpetin´.
"Ini apa yang diumpetin?" tanya jaksa kepada Yaya dalam sidang lanjutan terdakwa Ali Sadli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2018).
"Saya lupa," jawab Yaya.
Kemudian, jaksa kembali mencecar Yaya soal kata ´umpetin´ tersebut. Sebab, sebelumnya, ada soal BPKB dalam pembicaraan Yaya dengan Yanuar.
"Saksi ini kaitannya apa BPKB kaitannya dengan dokumen apa. Sambungin apa yang di atas tiba-tiba kok muncul BPKB soal apa? Saksi ngomong kok ini mobil. Sebelumnya Yanuar ngomong mobil. Jangan semudah itu saksi bilang lupa," cecar jaksa.
"Nggak tahu mobil mau diumpetin di mana," kata Yaya.
"Apa yang diumpetin?" tanya jaksa.
"Ya mobil itu," kata Yaya.
"Makanya jangan ngeyel, mobilnya siapa?" kata jaksa.
"Mobilnya Pak Ali," kata Yaya akhirnya mengaku.
Tak berhenti di situ, jaksa menanyakan tentang alasan Yaya menyembunyikan mobil Ali. Yaya mengatakan ada 5 mobil Ali di rumahnya, tapi yang diketahuinya milik Ali hanya 3.
"Nggak ada alasan apa-apa. Bukan saya yang mau umpetin Pak. Ini telepon sama Yanuar," ujar Yaya.
Ketika dimintai tanggapan, Ali menyebut keputusan menyembunyikan mobil merupakan kesepakatan antara istrinya, Yanuar, dan Yaya. Ali menyebut alasan mobil itu disembunyikan adalah khawatir, tanpa menjelaskan maksudnya.
"Ya kan tahu kadang istri cerita waktu berkunjung. Jadi kalau saya boleh menggarisbawahi teman-teman saya ini nggak paham apa yang dikerjakan itu. Tapi kalau mereka khawatir saya aneh-aneh," kata Ali. (dtc/mfb)BPK Belum Rampung Audit Pengadaan Alutsista Heli AW-101
Kamis, 12/10/2017 17:26 WIBBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum bisa menyampaikan hasil audit terkait pembelian helikopter Agusta Westland 101 (AW-101). Hal itu disebabkan heli tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dalam audit alat utama sistem senjata (alutsista).
"Jadi hasilnya belum ada, masih dalam pemeriksaan dan pemeriksaannya itu bukan Agusta Westland, tapi keseluruhan. Keseluruhan pengadaan alutsista di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI" kata anggota I BPK Agung Firman Sampurna, Jakarta, Kamis (12/10).
Agung mengatakan pembelian alutsista harus diaudit karena terkait dengan sesuatu yang besar secara material. Selain itu, audit diperlukan untuk melihat seberapa tinggi risiko tertentu dalam pembelian itu.
"Harus diketahui, BPK mengingat pembelian pengadaan alutsista ini adalah sesuatu yang besar material dan memiliki tingkat risiko tertentu. Kita melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu secara rutin terhadap ini sebagai bentuk dari upaya kita menjaga dalam akuntabilitas," kata Agung.
Terkait heli itu, KPK dan POM TNI bekerja sama membongkar dugaan korupsi dalam pembeliannya. Ada 5 tersangka yang ditetapkan POM TNI, 3 di antaranya lebih dulu ditetapkan, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; serta Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Menyusul kemudian Kolonel Kal FTS, sebagai WLP; dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Sementara itu, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka pertama dari swasta. Irfan diduga meneken kontrak dengan AW (Augusta Westland), perusahaan join venture antara Westland Helikopter di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar.
Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilainya mencapai Rp 738 miliar sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. (dtc/mfb)Sekjen DPD Bantah Tudingan Auditor BPK soal Opini WTP
Rabu, 27/09/2017 21:17 WIBSekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sudarsono Hardjosoekarto menepis pernyataan auditor BPK Eddy Moelyadi dalam persidangan kasus korupsi suap opini wajar tanpa pengecualian(WTP). Dengan tegas, ia mengatakan DPD tidak pernah memaksa hasil audit BPK untuk mendapatkan WTP.
"Karena tertib administrasi keuangan dan kegiatan anggota DPD dilaksanakan dengan disiplin, oleh anggota dan jajaran Kesekjenan, maka tidak pernah ada pimpinan DPD, yang sudah berganti beberapa kali, yang merisaukan proses dan hasil pemeriksaan BPK," ujar Sudarsono kepada wartawan, Rabu (27/9).
"Apalagi mengintervensi ke BPK. Saya jamin selama ini tidak pernah ada," lanjutnya.
Sudarsono pun menjelaskan beberapa alasan DPD layak mendapatkan WTP. Pertama, sepanjang pemeriksaan BPK itu, tidak pernah ada temuan awal yang mengkhawatirkan.
"Semua temuan awal selalu dapat dijelaskan (disanggah) dengan dokumen pendukung atau administratif lainnya. Karena itu, DPD selalu mendapat opini WTP, sejak awal berdiri," jelas Sudarsono.
Terkait dengan dokumen pertanggungjawaban yang terlambat, Sudarsono menjelaskan dokumen tersebut bisa dipenuhi sebelum berakhirnya periode pemeriksaan.
"Kalau dikatakan dokumen pertanggungjawaban yang terlambat, itu sudah dijelaskan oleh Pak Eddy bahwa itu bukan materiil dan memang selama ini dokumen itu selalu kami penuhi sebelum berakhirnya periode pemeriksaan," terang dia.
Lebih lanjut Sudarsono memaparkan bahwa dokumen pertanggungjawaban kegiatan anggota DPD berbeda dengan DPR. Untuk DPD, menurutnya, selalu dilengkapi administrasi surat-menyurat dan foto kegiatan.
"Terkait dengan dokumen pertanggungjawaban kegiatan anggota, harus dibedakan antara apa yang dilakukan oleh anggota DPD dengan anggota DPR. Kalau laporan kegiatan anggota DPD selalu dilengkapi dengan administrasi surat-menyurat kegiatan, foto kegiatan, laporan tertulis, dan kuitansi," ucap dia.
"Hal ini sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh PURT. Apabila anggota DPD tidak melengkapi syarat ini, dana tidak dicairkan oleh bagian keuangan," tambah Sudarsono.
Sebelumnya diberitakan, anggota Auditor VII BPK Eddy Moelyadi menyatakan DPR diberi penilaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) agar Fahri Hamzah dan Ade Komarudin (Ketua DPR saat itu) tidak marah. Dia juga menyinggung soal audit terhadap DPD.
Hal itu terungkap ketika jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito serta Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
"Adalah depan DPR, tetapi saya bilang jangan turun opininya karena Akom bisa marah, Fahri marah, BKKBN opini WDP, DPD agak berat kalau untuk WDP, saya meminta untuk DPR dan MPR untuk WTP agar bisa amendemen," terang jaksa membacakan BAP Eddy saat sidang perkara suap opini WTP Kemendes, Rabu (27/9).
"Permasalahan pokok DPD adalah kegiatan-kegiatan yang tidak jelas dan tambahan honor kepegawaian dan sudah dikomunikasikan ke Sekjen maksudnya adalah keterlambatan pemberian bukti pertanggungjawaban, hal ini terjadi pada DPD maupun DPR," sambungnya. (dtc/mfb)KPK Tetapkan GM Jasa Marga Purbaleunyi Tersangka Suap Moge ke BPK
Jum'at, 22/09/2017 17:24 WIBKPK menetapkan tersangka terkait kasus suap motor gede (moge) Harley-Davidson ke auditor BPK. Selain auditor BPK Sigit Yugoharto, GM PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi, Setia Budi General Manager PT Jasa Marga Persero Cabang Purbaleunyi juga jadi tersangka.
"KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan 2 tersangka: SGY (Sigit Yugoharto) selaku Auditor Madya pada Sub-Auditorat VIIB2 dan Pemeriksaan RI; serta SBD (Setia Budi) selaku General Manager PT Jasa Marga Persero Cabang Purbaleunyi," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (22/9/2017).
Penetapan ini merupakan pengembangan penyelidikan. KPK menemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap Kantor Cabang PT Jasa Marga Persero Purbaleunyi pada 2017. Audit tersebut diperuntukkan penggunaan anggaran pada 2015-2016.
Sigit, selaku Auditor Madya pada BPK RI diduga menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap PT Jasa Marga Persero tahun 2017.
Hadiah yang diduga diberikan adalah satu unit motor Harley Davidson Sportster 883 dengan estimasi nilai Rp 115 juta dari SBD kepada SGY. Diduga terkait pelaksanaan tugas pemeriksaan dilakukan oleh tim BPK yang diketuai oleh SGY terhadap kantor cabang PT Jasa Marga Purbaleunyi sebagai objek audit.
Sebagai terduga penerima Sigit disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001. Sementara Setia Budi sebagai pihak yang diduga memberi disangkakan melanggar Pasal 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001. (dtc/mfb)Diduga Terima Suap Harley Davidson, Auditor BPK Jadi Tersangka di KPK
Jum'at, 22/09/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Seorang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berinisial SY menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait audit PT Jasa Marga. SY diduga menerima motor gede Harley-Davidson.
Kasus dugaan suap ini baru ditangani KPK. Belum ada penjelasan detail dari KPK soal SY yang sudah ditahan ini. "Ada temuan di Jasa Marga yang bersangkutan meminta sesuatu. Yang bersangkutan (SY) menerima kendaraan moge," kata sumber di internal KPK.
Sementara itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah belum memberikan penjelasan terperinci mengenai perkara. Penanganan kasus baru akan diinformasikan pada Jumat (22/9).
"Ada penahanan tersangka, kasusnya sedang ditangani tingkat penyidikan," ujar Febri.Sang auditor tersebut diduga menerima kendaraan mewah berupa motor gede Harley-Davidson. Kasus dugaan suap ini baru ditangani KPK. Belum ada penjelasan detail dari KPK soal SY yang sudah ditahan ini.
Dari informasi yang dihimpun, auditor BPK diduga menerima kendaraan terkait pengurusan audit. Auditor BPK tersebut juga menerima sebuah tas.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera menjatuhkan sanksi terhadap auditor berinisial SY yang menjadi tersangka kasus suap motor gede (moge) Harley-Davidson. Auditor Keuangan Negara VII itu terancam diberhentikan dari BPK.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan internal sejak 5 September secara bersamaan dengan KPK. KPK pada tindak pidananya, kami pelanggaran kode etik," ujar Kepala Biro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman saat dihubungi, Kamis (21/9).
Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK masih mendalami informasi pengaduan yang diterima. MKKE meneliti dugaan pelanggaran terkait audit PT Jasa Marga. "Apakah melanggar standar audit melangar disiplin pegawai, prosesnya hampir selesai. Kita akan segera memberikan tindakan kepada yang bersangkutan," tegas Yudi.
Pihak Jasa Marga telah mengklarifikasi terkait temuan suap di instansinya kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berinisial SY. Jasa Marga sendiri telah memecat karyawan yang terlibat dalam kasus itu.
"Untuk mendukung dan menghormati proses hukum, dengan tetap mengedapankan azas praduga tak bersalah, Jasa Marga tanggal 12 September 2017 telah memberhentikan sementara satu orang karyawan dari jabatannya," jelas AVP Corporate Communication Jasa Marga Dwimawan Heru, Rabu (21/9).
Heru mengatakan, audit internal di Jasa Marga dilakukan atas permintaan dari Inspektur Utama BPK. Hal itu dilakukan setelah inspektur utama BPK menemukan dugaan pelanggaran kode etik atas salah seorang auditor BPK, yang selanjutnya diduga telah melibatkan karyawan Jasa Marga.
Heru menambahkan, dalam melakukan proses bisnisnya, Jasa Marga selalu mengedepankan prinsip prinsip good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. (dtc/mag)
Dua Auditor BPK Ditetapkan Tersangka Pencucian Uang
Rabu, 06/09/2017 20:04 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperberat sangkaan terhadap dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Rochmadi Saptogiri yang merupakan auditor utama BPK dan Ali Sadli yang merupakan Kepala Sub Auditorat III Auditoriat Keuangan Negara BPK sebelumnya telah dijerat sangkaan tindak pidana suap opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Kini KPK kembali menjerat keduannya dengan sangkaan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU)
"Dari perkembangan penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemberian opini WTP di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016, KPK setelah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka indikasi TPPU," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Rabu (6/9).
Kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dari harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi.
"Dengan tujuan menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi," lanjut Febri.
Rochmadi Saptogiri disangkakan melanggar pasal 3 dan atau pasal 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Sedangkan Ali Sadli disangkakan melanggar pasal 3 UU TPPU.
Untuk melengkapi bukti sangkaan TPPU tersebut, KPK telah menyita satu unit mobil Honda Odyssey, yang diduga menggunakan identitas orang lain. Mobil itu disita dari salah satu dealer di Jakarta Utara.
"Mobil tersebut dikembalikan pihak lain. Diduga terkait dengan salah satu tersangka," lanjut Febri.
Selain itu disita pula 2 unit sedan Mercedes-Benz warna putih dan hitam yang disita dari istri salah satu tersangka. Terakhir, 1 unit mobil Honda CR-V dari pihak lain yang namanya juga digunakan oleh salah satu tersangka.
KPK juga menyita uang yang diduga berasal dari penjualan beberapa unit mobil senilai total Rp 1,65 miliar yang disita dari berbagai pihak dan diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
KPK saat ini masih menelusuri aset lain yang diduga belum terungkap. KPK menggunakan strategi ´follow the money´ untuk mengungkap penelusuran aset dari TPPU secara menyeluruh.
Sejauh ini menurut Febri, KPK telah memeriksa 9 orang saksi. "Tentu kita masih perlu melakukan kegiatan-kegiatan tertutup yang sampai saat ini tidak diumumkan pada publik," tutur Febri. (dtc/rm)KPK Periksa Tersangka Suap Auditor BPK
Rabu, 07/06/2017 22:40 WIBKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa kepala sub auditoriat III B 2 BPK Ali Sadli selama 9 jam. Ali diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito.
Saat keluar dari gedung KPK sekitar pukul 19.47 WIB, Ali tak mau menjawab saat ditanya mengenai uang Rp 1,145 miliar yang ditemukan di ruangan auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri.
"Wah, jangan tanya saya," kata Ali sadli di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Ali menjalani pemeriksaan bersama dengan dua tersangka lainnya, Rochmadi Saptogiri dan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo. Jarot sudah keluar terlebih dulu dan memilih tidak berkomentar saat ditanya wartawan. Sementara Rochmadi hingga kini masih menjalani pemeriksaan.
"Penyidik masih mendalami bagaimana proses pembicaraan pihak-pihak terkait yaitu Kemendes dengan auditor BPK, untuk membicarakan terkait proses pemeriksaan laporan keuangan di Kemendes tahun 2016 dan siapa saja pihak-pihak yang diduga berkontribusi untuk menberikan dana yang diindikasikan suap tersebut," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengenai pemeriksaan hari ini.
Dalam kasus suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP), KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Rochmadi Saptogiri, Ali Sadli, Jarot Budi Prabowo, dan Sugito.
Rochmadi diduga menjadi penerima suap. Perantara penerimanya adalah Ali Sadli. Sedangkan perantara pemberinya diduga Jarot Budi Prabowo, dengan tersangka pemberi utamanya adalah Sugito.
Suap diberikan terkait pemberian predikat WTP BPK atas laporan keuangan Kemendes PDTT. KPK menyebut commitment fee dalam kasus ini adalah Rp 240 juta, dengan Rp 200 juta sebelumnya diberikan pada awal Mei 2017. (dtc/mfb)Jual-Beli Status WTP di Kasus Suap BPK-Kemendes PDTT
Minggu, 28/05/2017 11:00 WIBLatar belakang kasus ini ternyata tak jauh dari "jual-beli" status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk audit keuangan pemerintah yang dilakukan BPK.
Irjen Kemendes PDTT Ikut Tertangkap OTT
Sabtu, 27/05/2017 13:14 WIB
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengakui bahwa Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito menjadi salah satu pejabat yang ikut di tangkap KPK, terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat malam kemarin.
"Itu informasinya begitu (Irjen Kemendes PDTT ikut ditangkap KPK)," ujar Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Kemendes PDTT Fajar Tri Suprapto, Sabtu (27/5).
Namun menurut Fajar pihaknya masih menunggu keterangan resmi dari KPK terkait dengan penangkapan tersebut. "Nanti kita tunggu keterangan resmi dari KPK ya," kata Fajar.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya menyebut ada 7 orang yang ditangkap dalam OTT tersebut. Febri mengatakan 2 di antaranya merupakan penyelenggara negara.
"Ada 2 orang penyelenggara negara dan yang lain ada unsur-unsur pegawai negeri dan non-pegawai negeri," ucap Febri, Jumat (26/5) malam.
Sebelumnya Sekjen BPK Hendar Ristriawan juga menyatakan ada 2 auditor dan 1 staf yang tertangkap OTT KPK. Penangkapan dilakukan pada pukul 15.12 WIB, Jumat kemarin. KPK sempat menyegel dua ruangan di kantor BPK. (dtc/rm)Pertaruhan Kredibilitas BPK di Kasus Suap Kemendesa
Sabtu, 27/05/2017 09:00 WIBSayangnya ibarat "nila setitik rusak susu sebelanga" kredibilitas BPK justru tengah diuji gara-gara ulah dua orang auditornya. Kedua auditor itu, bersama seorang stafnya, Jumat (26/5) sore, dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran persoalan suap.
BPK Temukan Dugaan Penyelewengan Senilai 19 Triliun
Selasa, 18/04/2017 09:37 WIBBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan dugaan penyelewengan keuangan di intansi/lembaga pemerintah senilai Rp19,48 triliun.
Presiden Jokowi Minta Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dari BPK Dijadikan Momentum Berbenah
Sabtu, 06/06/2015 04:00 WIBHal itu ditegaskan Jokowi saat menerima pimpinan BPK yang dipimpin Ketuanya Harry Azhar Azis untuk menyampaikan hasil Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2014, di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/6).