-
Pimpinan KPK Dipolisikan Tak Bikin Goyah
Jum'at, 10/11/2017 15:08 WIBWakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai laporan yang dilayangkan atas namanya di Bareskrim Polri bagus bagi KPK. Menurutnya itu proses yang biasa dan tidak bisa membuat KPK goyah.
"Jadi kalau kita dituntut, kalau kita katakanlah dilakukan check and balance, katakanlah begitu. Itu suatu proses-proses yang biasa saja dan kita nggak akan goyah di situ," kata Saut usai menjadi inspektur upacara Hari Pahlawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
Saat memberi amanat dalam upacara, Saut sempat mengingatkan soal perjuangan memberantas korupsi yang semakin berat. Laporan yang belakangan gencar diterima oleh instrumen KPK merupakan respons dari kerja KPK.
Hal semacam ini, menurut Saut, bukan merupakan hal baru dan wajar terjadi. Sebab peristiwa serupa juga terjadi sejak KPK berjalan pada periode sebelumnya.
"Sehingga itu proses yang wajar-wajar saja. Sehingga tadi saya mengingatkan bahkan apa yang kami alami nggak ada sejengkal-sejengkalnya dari yang dialami oleh Novel kan," ucapnya.
"Saya baru dilaporin, kalau dipenjara paling-paling dihukum berapa? Dua tahun. Yah, nggak hukuman mati kan. Dibandingkan dengan Novel yang sebegitu, sampai seumur hidupnya jadi seperti itu," imbuh Saut.
Dia lalu berharap apa yang dialami pejuang antikorupsi tidak perlu terulang di masa mendatang. Intinya KPK harus mengatur strategi, salah satunya dengan bersabar. Sebab, kesabaran adalah salah satu nilai yang digariskan KPK.
"Nah kalau orang nggak sabar kemudian melakukan sesuatu, kalau ketemu barang bukti, ya dibawa ke depan pengadilan. Kemudian kalau kita dipraperadilankan atau apapun bentuknya, itu adalah cara kita untuk lebih firm lagi jadi pahlawan antikorupsi. Saya pikir itu pesannya," tutur Saut. (dtc/mfb)Hibah Aset Nazaruddin ke ANRI Disoal
Selasa, 12/09/2017 11:00 WIBPolitikus Golkar yang sedang diperbantukan ke Komisi III DPR, M Misbakhun mempersoalkan KPK yang ikut melakukan proses hibah gedung Nazaruddin ke Arsip Nasional RI (ANRI). Menurut Misbakhun, KPK seharusnya tak ikut dalam proses penghibahan tersebut.
Misbakhun menilai KPK yang ikut dalam proses penyerahan hibah tidak tepat karena barang rampasan sudah menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan. Menurutnya, KPK sedang melakukan pencitraan.
"Apa kaitan KPK dengan hibah itu sehingga KPK mempromosikan itu milik Nazaruddin? Itu bukan kewenangan KPK, itu milik negara. Kenapa KPK masih ingin ikut itu dihibahkan ke siapa. Pencitraan apa lagi yang ingin dibangun dari situ?" sindir Misbakhun di gedung DPR, Senin (11/9).
Ia menegaskan KPK harus mengerti posisi dalam menangani sebuah perkara. Jika tugas selesai, sebaiknya KPK tak melakukan hal lain.
"Saya minta ini jadi disiplin organisasi, KPK tugasnya selesai di mana. Kalau mengurus tata kelola kita harus sama. Barang rampasan ini banyak sekali titik lemahnya. Ini harus serius kita tangani," cecar Misbakhun.
Anggota Komisi III F-PKS Nasir Djamil menyatakan KPK memang harus membenahi tata kelola barang rampasan. Jika tidak, ini akan membahayakan KPK sendiri.
"KPK barangkali punya terkait nanti Kemenkeu, bagaimana mengelola benda sitaan dan barang hasil rampasan terkait barang korupsi. Kalau tidak, kita curiga jangan-jangan ada barang dilego, macam-macam lah," tutur Nasir.
Aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp 24,5 miliar diserahkan KPK ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Aset itu berupa gedung perkantoran hasil rampasan dari kasus yang membelit M Nazaruddin. (dtc/mfb)DPR Persoalkan OTT Jaksa Agung Ikut Serta
Senin, 11/09/2017 20:45 WIBKomisi III DPR mempersolakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK karena tidak sesuai prosedur yakni mengabaikan koordinasi dan supervisi. Pimpinan KPK menegaskan OTT yang dilakukan didasari kerja profesional.
"OTT dengan korsup (koordinasi dan supervisi) itu berbeda. OTT itu keberhasilan intelijen KPK plus laporan masyarakat yang kredibel," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Menurut Syarif, koordinasi dan supervisi dengan penegak hukum lainnya dilakukan dalam konteks berbeda. Dia memastikan pihaknya melakukan sesuai prosedur.
"Untuk koordinasi dan supervisi, itu menangani kasus kasus yang sedang ditangani bersama baik oleh kepolisian maupun kejaksaan," jelasnya.
"Kalau dalam OTT itu masa ada korsup dalam kegiatan OTT? OTT harus rahasia," imbuh Syarif.
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya juga mengkritik operasi tangkap tangan (OTT) untuk penindakan kasus korupsi. Prasetyo menilai OTT membuat gaduh.
"Penindakan kasus korupsi dengan melakukan operasi tangkap tangan yang dilaksanakan di negara kita yang terasa gaduh dan ingar-bingar, namun IPK (indeks persepsi korupsi) Indonesia dalam beberapa tahun ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan," ujar Prasetyo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9).
Namun Prasetyo tak menyebutkan secara spesifik soal lembaga penegak hukum yang membuat gaduh saat OTT. Ia menyarankan, pemberantasan korupsi sebaiknya berbasis pencegahan. Ia membandingkan apa yang dilakukan Singapura dan Malaysia.
"Karena itu, sudah saatnya kita menyimak praktik penegakan hukum di kedua negara tersebut yang dalam jangka panjang akan lebih efektif dilakukan melalui pencegahan, meskipun penegakan hukum pencegahan tidak populer dan tidak banyak dilihat dan jauh dari hiruk-pikuk," paparnya.
(dtc/mfb)Komisi III DPR Telisik Pengelolaan Aset KPK
Senin, 11/09/2017 20:34 WIBKomisi III DPR melanjutkan rapat bersama KPK. Komisi III mengawali rapat yang sempat diskors dengan pertanyaan soal barang rampasan KPK dari hasil kejahatan korupsi. Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menanyakan soal eksekusi barang rampasan KPK. Dia juga menanyakan soal daftar barang yang disita KPK.
"Poin yang kita butuh penjelasan itu kalau barang sitaan setelah putusan inkrah itu bagaimana mekanisme pelelangannya?" ujar Benny di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9).
"Kedua, apa kita punya data sejak KPK dibentuk 2003 sampai sekarang, berapa aset tanah, mobil, perusahaan, uang yang di bank itu, kan dibekukan semua," imbuhnya.
Benny meminta KPK tidak berprasangka buruk dari pertanyaan ini. KPK hanya diminta menjelaskan.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, setelah barang dinyatakan dirampas negara, itu dapat dilelang atau dihibahkan sesuai peraturan Menteri Keuangan. Dia mengatakan jaksa KPK-lah yang bertugas mengeksekusi barang rampasan.
"Jika putusan dinyatakan dirampas negara, hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Siapa yang serahkan? Jaksa KPK itu pakai surat resmi kepada Kemenkeu," terang Syarif.
Benny meminta KPK menyerahkan list barang sitaan tersebut. Komisi III DPR ingin mengetahui berapa banyak barang yang dirampas, dilelang, dan dihibahkan KPK.
"Tolong bukti-bukti surat berharga, emas, tambang yang disita, dilelang, kalau bisa kita tahu siapa yang beli barang lelang ini. Saya rasa transparansi. Tolong list-nya, kalau ada mobil, rumah, tanah, gedung, perusahaan," pinta Benny.
"Mana yang dikelompokkan, dihibahkan mana, rampas mana, lelang mana. Lembaga yang melakukan pelelangan lembaga mana?" imbuh politikus Partai Demokrat itu.
Sebelumnya anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang yang juga anggota Pansus Angket KPK, ikut mempertanyakan cara KPK mengelola barang sitaan terkait tindak pidana korupsi.
Junimart, yang mendapat kesempatan pertama, bertanya kepada pimpinan KPK mulanya membacakan sederet aset adik Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Junimart bertanya tentang pengelolaan sederet aset, di antaranya kendaraan yang disita dari Wawan.
"Kami koordinasikan dengan Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara), khususnya mobil-mobil. Dari Rupbasan tidak bersedia karena butuh uang untuk merawat Ferrari. Oleh karena itu, beberapa mobil mewah pernah dikerjasamakan dengan Kemenkum HAM ditempatkan di parkir Kemenkum HAM karena Jaksel dan Rupbasan yang dekat gedung lama KPK itu tidak mencukupi, (aset kendaraan) itu sebagian diparkir di Jakarta Pusat," kata Laode menjawab pertanyaan Junimart, Senin (11/9).
Syarif menjelaskan KPK sudah bekerja sama dengan sejumlah pihak terkait, seperti Kemenkum HAM dan Kementerian Keuangan, terkait aset sitaan. Namun KPK, sambung dia, khawatir akan nilai jual aset sitaan yang bisa menurun bila penguasannya terlalu lama di penegak hukum.
"Perlu dipikirkan Bapak-bapak Komisi III, makin lama barang-barang dalam penguasaan KPK, Polri, dan Kejaksaan, makin lama nilainya makin turun," ujar Syarif.
Pertanyaan soal barang sitaan juga dilontarkan anggota Komisi III yang juga Ketua Pansus Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa. Dari informasi yang diterima anggota Dewan, tidak semua aset sitaan terdata di Rupbasan.
"Data yang kami miliki yang daftarnya jelas terinci detail di Rupbasan wilayah Jakarta dan Tangerang itu hanya ada mobil, motor, sedikit alat mesin, dan alat cetak. Di luar itu, tidak ada," tegas Agun.
"Ini menurut hemat saya perlu konsistensi kalau pimpinan KPK sudah menandatangani ketentuan yang mengatakan harus laporan dan untuk pendataan, ini harus konsisten dijalankan," sebut Agun. (dtc/mfb)