Ilustrasi kondisi perekonomian China setelah wabah Covid-19 (sindonews.com)

Rusli Abdulah, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Muhammad Zulfikar Rakhmat, Universitas Islam Indonesia (UII)

Setelah berhasil melaporkan tidak ada kasus COVID-19 baru di wilayahnya, Cina harus segera menolong negara lain yang terdampak COVID-19 jika ingin cepat memulihkan ekonomi negara Tirai Bambu tersebut.

Lebih dari 40 ekonom memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Cina bakal hanya tumbuh 3,5% pada kuartal pertama 2020. Angka ini lebih rendah dari capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat 2019 yang mencapai 6%.

Meskipun demikian, banyak pihak yang memprediksikan bahwa ekonomi Cina akan segera bangkit menyusul kembali beroperasinya pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan yang sempat berhenti karena wabah COVID-19.

Tapi, kita tidak boleh melupakan bahwa Cina, negara eksportir terbesar di dunia, masih membutuhkan negara lain untuk dapat memperbaiki ekonomi negaranya.



Ada dua alasan utama mengapa kondisi ekonomi Cina tergantung pada negara lain: pertama nilai ekspor Cina yang besar dan kedua keberadaan proyek infrastruktur masif Cina di beberapa negara, yang dikenal dengan sebutan Belt and Road Initiatives (BRI).

Untuk memperbaiki ekonomi yang terdampak COVID-19, Cina harus membantu negara-negara yang menjadi lokasi proyek BRI dan juga memperbaiki hubungannya dengan negara destinasi ekspor terbesarnya yakni Amerika Serikat.

Ekspor Cina

Ekspor Cina adalah salah satu mesin pertumbuhan ekonominya. Ekspor Cina setara dengan sekitar 19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Data terakhir dari Trade Map menunjukkan bahwa ekspor Cina mencapai 12,4% dari total perdagangan dunia pada 2018 atau sebesar US$2,49 triliun.

Amerika Serikat adalah negara destinasi utama ekspor China. Berdasarkan data dari tradingeconomics, ekspor Cina ke Amerika Serikat mencapai 20% dari total ekspor Cina. Di peringkat kedua ditempati oleh Hong Kong (12%), kemudian Jepang (6%), Korea Selatan (4,5%) dan Vietnam (3,4%).

Dunia diprediksi akan mengalami resesi sejalan dengan perkembangan COVID-19 yang meluas ke seluruh dunia.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internsional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan dampak krisis ekonomi kali ini setidaknya akan sama buruknya dengan krisis finansial global pada 2008. Pada 2008, pertumbuhan ekonomi global berada pada angka minus 1,6%, angka terendah sejak krisis ekonomi global tahun 1930. Pada akhirnya, buruknya kondisi global akan menurunkan permintaan ekspor untuk Cina.

Di Amerika Serikat, sebagai contoh, COVID-19 menjadi sebab turunnya pengeluaran masyarakat. Penurunan belanja ini diprediksikan akan menghantam permintaan barang-barang impor di Amerika Serikat.

Untuk memperbaiki ekonominya, Cina harus memastikan perekonomian negara tujuan ekspornya membaik juga, khususnya Amerika Serikat, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan dan Vietnam. Kelima negara tersebut merupakan 5 negara utama tujuan ekspor Cina.

Ketika proyek BRI harus tetap jalan

Cina juga harus memastikan bahwa pelaksanaan proyek BRI harus tetap jalan, terutama di negara-negara tempat BRI yang terdampak COVID-19 guna menyelamatkan ekonominya.

BRI sangat berarti bagi ekonomi Negeri Panda tersebut. Negara-negara yang menjadi lokasi proyek BRI merupakan target pasar ekspor Cina yang nilainya mencapai 17% dari total nilai ekspor Cina.

Selama pandemi COVID-19, banyak negara-negara BRI menunda proyek-proyek infrastrukturnya karena mereka lebih fokus pada penanganan virus corona di negeri mereka masing-masing.

Di beberapa negara, banyak proyek BRI yang berhenti sementara karena banyak pekerja yang dari Cina tidak diizinkan masuk ke negara lokasi proyek tersebut.

Di Italia, proyek BRI dihentikan sementara, setelah kasus pertama COVID-19 ditemukan di Negeri Pizza tersebut.

Di Indonesia, pengerjaan konstruksi kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung, Jawa Barat serta pembuatan dam di Batang Toru, Sumatera Utara, juga dihentikan sementara. Pemberhentian sementara tersebut merupakan imbas dari pelarangan penerbangan dari Cina yang menyebabkan tertundanya kedatangan pekerja-pekerja Cina ke Indonesia.

Inisiasi BRI merupakan hal penting bagi Cina karena juga menjadi pintu masuk bagi Cina untuk memasuki pasar regional.

Misalnya, proyek BRI di Italia memberikan Cina akses ke pasar daratan Eropa. Pada tahun 2018, Italia mengimpor 6% barangnya dari Cina atau setara dengan US$33 miliar pada 2018.

Italia menjadi salah satu negara penting tujuan investasi Cina, terutama untuk industri fashion.

Cina juga memiliki beberapa proyek BRI di kawasan Asia Tenggara mengingat kawasan tersebut merupakan adalah tujuan ekspor Cina terbesar kedua .

Di Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu negara kunci dalam alur proyek BRI.

Ketika negara-negara di kawasan Asia Tenggara tengah berjuang melawan COVID-19 maka proyek BRI Cina di negara-negara tersebut juga akan terganggu dan akhirnya akan berdampak pada ekonomi Cina itu sendiri.

Langkah selanjutnya

Satu hal yang bisa dilakukan oleh Cina dalam memperbaiki kondisi ekonominya saat ini adalah memberi bantuan kepada negara-negara BRI.

Cina bisa mengirim tenaga medis dan juga alat-alat kesehatan ke negara-negara yang dimaksud. Hingga tulisan ini dibuat, Cina sudah mengirimkannya ke negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Namun, Cina juga harus mempertimbangkan mengirim bantuan serupa ke kawasan lainnya.

Cina juga bisa mentransfer pengetahuannya terkait dengan penanganan COVID-19.

Selanjutnya, Cina harus memastikan bahwa hubungannya dengan Amerika Serikat membaik. Seperti diketahui, hubungan kedua negara memburuk sejak keduanya terlibat dalam perang dagang.

Perbaikan hubungan Cina-Amerika Serikat tidak hanya akan menolong perekonomian kedua negara, tapi juga negara-negara seluruh dunia.

Nilai ekspor Cina dan Amerika Serikat mencapai hampir seperempat dari total nilai ekspor dunia. Membaiknya hubungan Beijing-Washington akan memicu kegiatan perdagangan di negara lain yang terkoneksi dengan Amerika Serikat dan Cina. Negara-negara BRI sebagai mayoritas destinasi ekspor Cina juga akan mendapatkan keuntungan dari membaiknya hubungan Cina dan Amerika Serikat tersebut.

Presiden Cina Xi Jinping telah menelepon Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan mengimbau agar Washington segera memperbaiki hubungannya dengan Beijing.

Mari kita berharap agar Trump mempertimbangkan tawaran Xi.The Conversation

Rusli Abdulah, Researcher, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Muhammad Zulfikar Rakhmat, Lecturer of International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII)

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.








BACA JUGA:
.