Pegawai PNS (setkab.go.id)

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hak-hak para pekerja alih daya atau outsourcing banyak yang diabaikan. Ada yang mendapatkan gaji tak layak hingga penerapan sistem kontrak yang berlaku seumur hidup. Namun hal itu bukan hanya menimpa pekerja outsourcing di swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetapi juga menimpa tenaga kerja kontrak atau honorer di Kementerian atau lembaga tinggi negara.

Gresnews.com menemui tenaga kerja kontrak di salah satu Kementerian area Jalan Merdeka, Jakarta Pusat. Pekerja kontrak yang enggan namanya dipublikasikan ini mengaku dirinya kerap direpotkan saat mengurus persoalan gaji. Penerimaan gaji kontrak yang ia terima tidak pernah tepat waktu akibat proses birokrasi yang berbelit-belit. Bahkan istrinya pun selalu bertanya ditiap menjelang akhir bulan apakah dirinya mendapatkan gaji atau tidak.

"Ya memang selalu direpotkan kalau mengurus gaji. Ini sampai minggu ketiga Februari, gaji bulan Januari belum cair juga," kata sumber kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (22/2).

Begitu juga, salah satu sumber tenaga kerja kontrak yang bekerja di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dia mengaku untuk penerimaan gajinya di Kemenpora pada saat masuk di tahun 2012 sebesar Rp750 ribu padahal Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI saat itu sekitar Rp1,5 juta.

Hingga saat ini dia mengaku masih menerima gaji dibawah upah minimum yaitu sebesar Rp1,9 juta, padahal upah minimum DKI itu sekitar Rp2,4 juta. Tapi porsi kerjanya melebihi dari pegawai negeri sipil (PNS) lainnya.

"Saya bingung, saya kerja buat negara. Tapi saya tidak diperlakukan sebagaimana mestinya oleh negara," kata sumber tersebut kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (22/2).

Sementara Kepala Biro Hukum Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Hamra Samal mengaku memang di Kementeriannya masih mempekerjakan tenaga kerja kontrak tetapi dia menjamin untuk permasalahan gaji sudah diatas upah minimum. Kendati demikian, Hamra mengungkapkan permasalahan tenaga kerja outsourcing ketentuannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diperuntukkan perusahaan.

Namun untuk ketentuan tenaga kerja honorer di setiap Kementerian dan Lembaga Negara, dia mengaku belum mengetahui adanya peraturan yang mengatur tentang tenaga kerja kontrak. "Kalau kita di Kementerian BUMN, kita pasti memperhitungkan soal UMP," kata Hamra kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (22/2).

Hamra menjelaskan permasalahan keterlambatan pembayaran gaji untuk tenaga kerja kontrak sangatlah wajar karena rumusan gaji tenaga kerja kontrak masuk kedalam Rencana Kerja Anggaran Lembaga/Kementerian dan itu diatur didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bahkan dia mengungkapkan memang pada bulan Januari pembayaran gaji mengalami keterlambatan karena biasanya pada awal tahun APBN masih belum cair. Hal itu bukan hanya menimpa tenaga kerja kontrak tetapi juga pegawai tetap.

Menanggapi hal itu anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh menilai permasalahan tenaga kerja kontrak sangat ironis karena dengan basis kontrak nantinya bisa selamanya terus menjadi tenaga kontrak karena tidak ada aturan yang mengatur masalah itu secara rinci. Sedangkan UU Ketenagakerjaan setelah dua tahun kontrak nantinya harus menjadi pegawai tetap.

Menurutnya tenaga kerja kontrak di lembaga dan instansi pemerintah diatur oleh UU Kepegawaian. "Jelas di sinu ada hak-hak ketenagakerjaan yang hilang bagi pegawai honorer di lembaga dan instansi pemerintah," kata Poempida kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (22/2).

Ia menilai para PNS memerlukan tenaga kerja honorer untuk membantu dan melayani para PNS. Secara konseptual hal tersebut tidaklah benar karena praktek tersebut sama dengan praktik feodalisme yang merugikan tenaga kerja honorer.

Dia mengatakan jika gaji para tenaga kerja honorer mengalami keterlambatan, dengan alasan apapun para pekerja honorer bisa menuntut karena gaji adalah haknya yang paling dasar dan dilindungi oleh konstitusi yaitu mendapatkan penghidupan yang layak.

"Sudah statusnya tidak pasti dalam konteks hak ketenagakerjaan kok malah gajinya bermasalah. Saya pribadi melihat harus ada reformasi total masalah tenaga kerja kontrak PNS ini," kata Poempida.

Bahkan Poempida menilai permasalahan tenaga kerja kontrak sama saja seperti Negara menindas warga negaranya dengan tidak memberikan kehidupan yang layak. Hal itu pun sudah terlampau lama sekali dibiarkan. Untuk itu, dia mengaku akan mencari solusi memecahkan permasalahan tenaga kerja kontrak.








BACA JUGA:
.