Ilustrasi pengembangan energi baru terbarukan (informasitips.com)

JAKARTA - Pengelolaan energi terbarukan menjadi harapan mendapatkan energi bersih masa depan. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meresponsnya dengan menginisiasi adanya RUU Energi Baru Terbarukan (RUU EBT), yang saat ini tengah dibahas di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat.

Peneliti Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Grita Anindarini menegaskan perlu kajian mendalam apakah adanya RUU tersebut dapat menjawab kebutuhan masyarakat. "Salah satunya membuat Peraturan Pemerintah terkait penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum," ujar Grita dalam keterangaannya kepada Gresnews.com, Selasa (20/8).

Dalam Naskaj Akademik RUU EBT dijelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi belum cukup mengakomodir tentang energi baru terbarukan, karena pengaturan EBT masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Pemerintah juga tidak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah Energi Baru dan Terbarukan, sebagaimana diamanatkan dalam UU Energi.

Pada dasarnya dalam pembentukan PP ini telah masuk dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 2015-2019, namun hingga saat ini peraturan tersebut belum terbit. Berdasarkan Renstra tersebut, seharusnya PP Energi Baru dan Terbarukan dapat dijadikan rujukan yang lebih detail terkait pengelolaan energi baru dan terbarukan meliputi penguasaan sumber daya, penyediaan dan pemanfaatan, pengusahaan, hak dan kewajiban, kemudahan dan insentif, harga energi, penelitian dan pengembangan, hingga pembinaan dan pengawasan.



Selain terkait pengaturan yang masih tersebar tersebut, Deputi Direktur Indonesian Center for Environmental Law Raynaldo Sembiring juga menyoroti adanya ketidakjelasan dalam tujuan penyusunan Undang-Undang dalam naskah akademik RUU EBT tersebut. Beberapa permasalahan yang dijabarkan dalam Naskah Akademik dan dijadikan alasan dalam penyusunan RUU EBT adalah masalah implementatif yang pada dasarnya sudah diatur dalam UU yang telah ada, yakni UU Energi dan UU Ketenagalistrikan.

Permasalahan pengelolaan energi terbarukan yang dianggap masih belum optimal meliputi pengawasan jalannya proyek dan evaluasi proyek yang tidak sesuai perencanaan, inventarisasi data terkait dengan potensi daerah, belum optimalnya regulasi yang ada untuk menciptakan iklim investasi energi terbarukan yang kondusif bagi investor, termasuk terkait harga dan insentif, hingga terkait tumpang tindih peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan EBT ini.

Pada akhirnya, adanya reformasi regulasi untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia di Indonesia memang dibutuhkan untuk mendorong transisi energi. Penyusunan regulasi yang tepat sasaran adalah kunci penting untuk menjawab hal ini. Untuk itu, kajian secara mendalam perlu dilakukan agar RUU EBT dapat menjadi regulasi yang tepat sasaran dalam menjawab permasalahan yang ada. (G-2)








BACA JUGA:
.