JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis dua terdakwa kasus korupsi penjualan kondensat migas PT Trans-Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) senilai US$2,7 miliar (setara Rp 37,8 triliun) yakni Raden Priyono (mantan Kepala BP Migas) dan Djoko Harsono (Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas) selama empat tahun penjara.

Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Hakim menyatakan Priyono dan Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Namun salah satu hakim anggota Sofialdi menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

"Menyatakan terdakwa I Raden Priyono dan terdakwa II Djoko Harsono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum," kata Ketua Majelis, Rosmina, saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Senin (22/6/2020). Hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider dua bulan kurungan kepada keduanya.

Priyono dan Djoko diputus melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 KUHP.

Keduanya dinyatakan telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Honggo Wendratno selaku Direktur Utama TPPI yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Perbuatan melawan hukum para terdakwa yakni melakukan penunjukan langsung TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara. Penunjukan tanpa melalui lelang terbatas dan tanpa penilaian atau evaluasi syarat umum serta syarat khusus.

Para terdakwa juga dinilai menyerahkan kondensat bagian negara kepada TPPI tanpa ikatan kontrak dan jaminan pembayaran. Hal itu bertentangan dengan Pasal 100 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Penunjukan langsung TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat bagian negara. Artinya tidak pernah dilakukan proses kajian dan analisis.

Penunjukan TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara pun tidak melalui lelang terbatas. TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran dan tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.

Priyono dan Djoko disebut menyerahkan kondensat bagian negara kepada TPPI dari Kilang Senipah, Kilang Bontang Return Condensate (BRC), dan Kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama. Perjanjian itu juga tanpa jaminan pembayaran.

Perbuatan kedua terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang membuat majelis hakim menjatuhkan vonis tersebut. Keduanya juga tidak berupaya mendiskusikan secara lengkap dan komprehensif untuk melaksanakan tugas penunjukan TPPI.

"Para terdakwa tidak secara saksama memahami pelaksanaan kebijakan dengan melaksanakan perintah sehingga tidak menjalankan tugas secara profesional," ujar Rosmina.

Sedangkan hal yang meringankan hukuman, kedua terdakwa bersifat sopan, tidak berbelit-belit, dan belum pernah dipidana.

Sementara itu, terdakwa, penasihat hukum, dan jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir atas vonis itu. Semua pihak diberikan waktu tujuh hari untuk menentukan sikap menerima putusan atau mengajukan banding.

Kasus ini bermula saat BUMN TPPI limbung diterpa krisis 1998. Setelah itu, perusahaan itu dibantu bangkit oleh pemerintah.

Puncaknya, TPPI mengalami kesulitan keuangan pada 2008. Sebab, harga bahan baku sangat mahal, namun harga jual sangat murah. Alhasil, TPPI merugi.

Untuk menyelamatkan TPPI, Wapres Jusuf Kalla (JK) melakukan rapat dengan petinggi migas di Indonesia. Hasilnya JK meminta TPPI diselamatkan.

Setelah itu, BP Migas menindaklanjuti arahan tersebut dengan menyuntik US$2,7 miliar. Belakangan, tindakan penyelamatan TPPI bermasalah. Kasus ini kemudian diusut Mabes Polri sejak 2015 saat posisi Kabareskrim dijabat Komjen Budi Waseso.

Pangkal masalahnya ketika Honggo selaku Dirut TPPI mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.

Dia mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPI/BPH Migas/L-040 tanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Priyono kemudian menunjuk TPPI sebagai Penjual Kondensat Bagian Negara. Tapi penunjukan itu menyalahi prosedur. (G-2)

BACA JUGA: