JAKARTA - Jaksa mendakwa Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp60,39 miliar dalam proyek perangkat transportasi informasi terintegrasi (backbone coastal surveillance system/BCSS) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI. Rahardjo juga didakwa memperkaya orang lain yakni Ali Fahmi alias Fahmi Habsy sebesar Rp3,5 miliar pada proyek tahun anggaran 2016 itu.

Ali Fahmi merupakan staf khusus bidang perencanaan dan keuangan yang diangkat Arie Soedewo selaku Kepala Bakamla. "Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, yaitu secara melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp63.829.008.006,92," ujar jaksa Kresno Anto Wibowo dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020).

Rahardjo didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kerugian keuangan negara tersebut didapat sebagaimana laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrate Information System (BIIS) pada Bakamla Tahun Anggaran 2016.

Dalam dokumen dakwaan yang didapat Gresnews.com disebutkan perbuatan Rahardjo dilakukan bersama-sama dengan Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Bakamla, Leni Marlena selaku ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla, dan Juli Amar Ma`ruf selaku anggota (koordinator) ULP Bakamla.

Kasus ini awalnya dari pembahasan dengan DPR sehingg anggaran paket pengadaan BCSS tersebut berhasil ditampung dalam APBN-P 2016 sebagaimana tertuang dalam DIPA Bakamla dan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-522/MK.02/2016 perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja Kementerian atau Lembaga dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 tanggal 23 Juni 2016 dengan pagu anggaran senilai Rp400 miliar.

Namun anggaran belum bisa digunakan karena membutuhkan persetujuan lebih lanjut. Dalam rangka melaksanakan lelang pengadaan paket pekerjaan proyek yang terdapat pada APBN-P 2016, Arie Sudewo selaku Kabakamla menunjuk dan menetapkan tim kelompok kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang diketuai oleh Leni Marlena.

Leni dipanggil oleh Ali Fahmi di ruang Kabakamla dan disampaikan mengenai pengadaan barang di Bakamla termasuk backbone nantinya akan dibantu oleh Juli Amar Ma`ruf. Juli menjadi koordinator untuk pengadaan yang berada di Deputi Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis, namun diminta membantu mengkoordinasikan pengadaan BCSS yang ada pada Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla.

Rahardjo diperkenalkan dengan Juli melalui perantaraan Hardy Stefanus (relasi dari Ali Fahmi) yang memberikan nomor telepon Juli kepada Rahardjo pada Juni 2016. Demikian pula Hardy juga memberitahukan kepada Juli bahwa Rahardjo merupakan teman dari Ali Fahmi yang telah diarahkan untuk mengerjakan proyek pengadaan backbone di Bakamla.

Pada Juli 2016, Rajardjo kembali melakukan pertemuan dengan Arie Soedewo dan Arief Meidyanto di ruangan serbaguna kantor Bakamla untuk memaparkan mengenai rencana pengerjaan BCSS Bakamla RI.

Dalam hasil paparan tersebut, Arie Soedewo mengatakan PT CMI Teknologi sebenarnya dapat ditunjuk langsung dalam lelang pengadaan backbone karena barang yang diadakan unik dan memiliki nilai lokal yang tinggi.

Rahardjo kemudian mempersiapkan perusahaan lain yang akan mendampingi PT CMI Teknologi dalam rangka mengikuti pelelangan pengadaan BCSS di Bakamla, yaitu PT Kaesa Indah Sejahtera dan PT Catudaya Data Prakasa.

Selain itu, Rahardjo juga meminta bantuan Fachrulan Amir yang merupakan konsultan dari PT CSE Aviation untuk bekerjasama dengan PT CMI Teknologi dalam mengurus asuransi jaminan penawaran kepada PT CMI Teknologi maupun kepada PT Catudaya Data Prakasa serta PT Kaesa Indah Sejahtera selaku pendamping lelang.

Pada 16 Agustus 2016, Leni mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS secara elektronik melalui alamat website lpse.BAKAMLA.go.id dengan pagu anggaran sebesar Rp400 miliar. Oleh karena belum adanya rencana umum pengadaan (RUP) sebagai pedoman lelang, Leni menetapkan sistem pemilihan penyedia barang/jasa yang dipergunakan adalah pelelangan umum dengan metode pascakualifikasi sistem gugur satu sampul karena menganggap jenis pekerjaan ini tergolong sederhana sebagaimana usulan dari Juli. Padahal pengadaan backbone tersebut termasuk jenis pekerjaan kompleks yang seharusnya menggunakan pelelangan umum dengan metode penilaian prakualifikasi.

Dalam lelang pengadaan backbone tersebut, Leni dan Juli serta anggota tim ULP berpedoman pada Hasil Perhitungan Sendiri (HPS) dengan nilai Rp399.805.206.746. Namun, nilai HPS itu belum ditetapkan PPK karena Bambang Udoyo baru ditunjuk dan ditetapkan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Bambang Udoyo selaku PPK baru menandatangani dokumen spesifikasi teknis dan HPS pada September 2016 atau setelah proses lelang pengadaan sudah berjalan. Dokumen spesifikasi teknis dan HPS tersebut disusun ulang oleh Juli berdasarkan konsep yang dibuat Arief Meidyanto yang mendapatkan KAK, spesifikasi teknis serta RAB dari PT CMI Teknologi sebagai salah satu peserta lelang.

Pada Oktober 2016, Kementerian Keuangan menyetujui anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS di Bakamla hanya sebesar Rp170.579.594.000 sebagaimana tertuang dalam DIPA Revisi APBN-P 2016. Oleh karena anggaran yang disetujui kurang dari nilai HPS pengadaan, maka seharusnya lelang dibatalkan dan melakukan lelang ulang.

Namun Leni dan Juli tidak membatalkan lelang tersebut, tetapi bersama dengan Bambang Udoyo justru melakukan pertemuan Design Review Meeting (DRM) dengan PT CMI Teknologi terkait adanya pengurangan anggaran yang ditetapkan Kementerian Keuangan dalam pengadaan backbone.

Rahardjo kemudian bersama dengan Bambang Udoyo selaku PPK Bakamla menandatangani surat perjanjian pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BISS senilai Rp170.579.594.000 pada tanggal 18 Oktober 2016.

Nilai pekerjaan yang tertuang dalam kontrak tersebut berbeda dengan nilai HPS dan rancangan kontrak yang tertuang dalam dokumen pengadaan.

Dalam melaksanakan pekerjaan pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS 2016 di Bakamla tersebut, Rahardjo melalui perusahaan miliknya yakni PT CMI Teknologi melakukan subkon dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama, dengan 11 perusahaan.

Sebagaimana yang tercantum dalam kontrak, jangka waktu PT CMI Teknologi melaksanakan pekerjaan pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS tersebut pada tanggal 31 Desember 2016.

Namun dalam pelaksanaannya Rahardjo tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi pada pertengahan tahun 2017.

Berdasarkan berita hasil pemeriksaan atau penerimaan pekerjaan yang ditandatangani oleh Rahardjo dan tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Bakamla dinyatakan pekerjaan dapat diterima oleh PPHP dengan progress sebesar 81,25% untuk dilakukan pembayaran kepada PT CMI Teknologi.

Padahal tim PPHP tidak pernah melakukan pengecekan di lapangan atas kesesuaian jumlah barang yang telah diadakan namun hanya berdasarkan dokumen laporan dari PT CMI Teknologi.

Total pembayaran yang telah dilakukan Bakamla RI kepada PT CMI Teknologi untuk pekerjaan pengadaan backbone setelah dipotong PPN adalah sebesar Rp134.416.720.073. Dari jumlah tersebut kemudian ditransfer secara bertahap ke rekening BNI milik PT CMI Teknologi.

Dari pencairan uang yang diterima oleh PT CMI Teknologi sebesar Rp134.416.720.073, ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan pekerjaan hanya Rp70.587.712.066,08 sehingga terdapat selisih sebesar Rp63.829.008.006,92 yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla. (G-2)

BACA JUGA: